Setelah dibuat bingung dengan kata-kata Gista, kali ini Mike mengawali hari dengan pemikiran penuh akan sikapnya untuk Devan. Ia masih tak menyangka, akan ada orang yang menganggap hal itu terlalu berlebihan hingga menyebutnya sebagai perhatian seorang kekasih.
Sudah beberapa kali Mike bilang, ia adalah pria yang sangat baik hingga menatap orang kesulitan saja tak mampu. Gayanya yang seperti preman tak berpengaruh bagi hatinya yang sudah terlanjur baik dari lahir.
Siapa pun yang dalam lingkup sama dengannya pasti bisa melihat kebaikan Mike, dan hal itu pun juga berlaku untuk Devan. Pria mungil itu seperti sudah menggerakkan hatinya untuk mendekat lebih. Bukan sebagai kekasih, hanya dua orang pria yang begitu dekat layaknya saudara. Mike menganggap itu tak berlebihan.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang dan Mike masih belum berniat untuk bangkit dari pembaringannya. Bantal yang ditumpuk tinggi untuk tempat bersandar serta kaki yang menyilang dengan guling yang mengganjal semakin membuat nyaman. Kedua lengan sibuk dengan ponsel pintarnya dengan mata yang memandang teliti.
"Aku tidak separah ini. Aku tidak pernah menciumnya meski terkadang bibir Devan nampak begitu menggiurkan dengan warna merah dan kilap basahnya. Tertarik belum tentu suka, kan? Dan suka belum tentu menginginkan. Begitu juga dengan menginginkan, bukan berarti suka, kan?"
"Sial! Bicara apa, aku ini?"
Jari Mike masih saja sibuk menggeser-geser artikel serta gambar-gambar pasangan gay. Saling berciuman, berpelukan erat, ataupun bertatapan dengan dalam. Beberapa diantara mereka bahkan nampak berfoto di ruang publik dengan mesra tanpa memikirkan anggapan sekitar. Mike masih terus menjelajah hingga ia menemukan foto dua pria yang berciuman di altar pernikahan.
Rasa penasaran semakin membuat jari-jari Mike menari dengan lancar di atas ponsel. Mengetik satu per satu karakter hingga merujuknya ke beberapa pilihan link. Menekan pilihan teratas dan seketika matanya terbelalak, kepalanya semakin mendekat ke ponsel. Meneguk ludah kasar, gambar-gambar kecil yang bergerak itu membuatnya tak habis pikir.
"Ckckk!" decih Mike. Kepalanya menggeleng-geleng seolah berperan sebagai orang baik yang menatap kejadian tak benar di depannya. Setelah seper sekian detik, Mike berubah menjadi orang munafik. Mike bahkan dengan sedikit keraguan lebih besar dari pada kengeriannya itu pun menekan salah satu dari sekian banyak gambar bergerak.
"Sial! Aku sedang apa, sih?!" umpat Mike pada dirinya sendiri. Lengannya segera menghempaskan ponsel itu menjauh saat jarinya memulai yang lebih jauh dengan mengetik pencarian yang membuatnya malu sendiri. Tubuhnya seketika tengkurap dengan bantal yang menutupi kepala. Wajahnya benar-benar memerah hingga terasa begitu panas.
"Lecuti seluruh pakaianmu dan datanglah kearahku dengan merangkak!"
Plak
"Tuan, itu sakit!"
"Tanda merah yang tercetak jelas di pantat mu sangat membuatku terangsang."
Plak
Pendengaran tajam Mike pun seketika menangkap suara percakapan mesum antar dua suara bariton. Matanya yang semula terpejam dengan lengan yang menarik kedua sisi bantal yang menutupnya dengan erat itupun seketika terlepas. Dengan kecepatan penuh Mike segera mengobrak-abrik selimut tebal yang menyembunyikan suara keras itu.
"Gila! Ini gila! Bagaimana bisa aku malah menekan tombol video porno, yang gay lagi!"
Mike menjadi sangat panik saat suara dua pria menggerang nikmat itu semakin menjadi.
"Akkh... eunggh... yes-yes lebih dalam sayang!"
"Sesuai permintaanmu, rasakan aku di dalam mu sayang, eungghh!"
Mike sesaat mematung, bunyi decapan lidah dan tabrakan berulang antar dua tubuh membuat pikirannya tak karuan. Mike seperti membuat gambaran dari suara itu. Tubuh telanjang yang saling bergesekan dan kasur yang berantakan.
"Mike! Mike, dimana kau?"
Pria dengan kaos tanpa lengannya itu pun seketika kembali ke kesadarannya. Tubuhnya mengambil alih dengan cepat untuk menemukan ponsel yang makin bersuara keras. Menarik selimut tebal dan melemparkannya ke lantai. Ponsel yang dilemparkannya tadi pun menampilkan sebuah adegan yang jelas lebih liar dari bayangannya. "Sial!"
Clek
"Mike?"
"Hei! Perhatikan sopan santunmu, jangan masuk ruangan pribadi orang lain begitu saja!"
Mike memperingatkan Benny, sepupunya yang membuka kasar pintu kamar. Ia sedikit menghela nafas lega, ponsel yang tadi sempat membuatnya terdiam itu dengan cepat dimatikan setelah Mike sadar dari kebodohannya. Meski begitu, tubuhnya mengeluarkan keringat dingin hanya karena takut kalau Benny mungkin saja mendengar itu dan mencurigainya.
Ponsel pun di cengkram Mike dengan erat. Posisi duduknya masih terlihat sama sekali tak natural dengan menumpukan kedua lutut di ranjang dengan tubuh sedikit membungkuk. Sedangkan kepala yang sedikit mendongak menatap Benny itu menampilkan kepanikan yang mungkin saja terlihat jelas di mata sepupunya.
"Aku yakin kalau sebelumnya sempat mendengar suara lain di kamarmu. Dan jangan sampai aku mencurigaimu yang tidak-tidak karena suara yang ku dengar malah seorang pria. Kau tidak sedang menonton porno, kan?"
Mike yang mendengar ledekan yang hampir tepat sasaran itu pun melempar Benny sekuat tenaga dengan bantal. Lengan kanan Benny yang bergerak dengan gaya "mengocok" tepat di depan area privatnya itu pun membuat Mike semakin kesal.
"Diam, atau kau pergi dari sini!"
"Oh tidak, jangan gampang menekuk wajah jika memang kau kesal kalau tebakan ku selalu benar."
"Kau!" potong Mike dengan menunjuk Benny. Bayangan psikopatnya bahkan langsung memunculkan ide untuk merobek mulut Benny yang tak tau aturan itu.
"Eittz! Aku benar-benar tak masalah dengan pria dewasa yang memuaskan dirinya sendiri. Aku cukup memaklumi jika memang keadaan darurat dan tak ada satu pun wanita disekitarmu, asal jangan melihat adegan pertempuran dua pedang saja," ucap Benny dengan bersendekap di dada. Tubuhnya bersandar disatu sisi pintu dengan menampilkan wajah mengejek dan alis terangkat satu.
"Hei! Kau pikir aku pria seperti apa?"
"Huh! Percakapan ini tak akan selesai jika terus ku tanggapi. Cepat selesaikan urusanmu dengan adik kecil, setelah itu temui aku di ruang tengah!"
Duarr
Bunyi pintu tertutup dengan keras. Mata Mike pun sampai menutup rapat dengan bibir yang menipis menahan geraman. "Sial!"
Tak lama setelah acara memalukan yang diperbuat Mike itu pun langsung membuatnya pergi keluar kamar dan menemui Benny. Mike mandi dengan lancar tanpa kerepotan mengurusi benda perkasanya. Menghela nafas dengan elusan dada, Mike merasa lega kalau mendengar dan melihat sekilas video itu tak membuatnya terguncang. Anggapan Gista tentang dirinya dan Devan pun salah besar.
"Kenapa kau juga disini?" tanya Mike saat langkahnya membawa ke ruang tengah. Sosok wanita yang duduk dengan menyandarkan punggung dan pandangan yang fokus tertuju ke ponsel sedikit mengejutkannya.
"Eh, Mike! Sini!" panggil Gista setelah dirinya sadar jika disinggung. Lengannya terangkat dan melambai kearah Mike, kode untuk mendekat.
"Kenapa kau belagak sebagai tuan rumah?!" gerutu Mike dengan memutar bola mata ke arah Gista. Ia masih begitu kesal karena wanita itu telah memunculkan rasa penasarannya dan berakibat fatal dengan membuat matanya sakit kala melihat kegiatan sepasang gay di ranjang.
"Hei, ada apa denganmu sepupu? Tak biasanya kau menampilkan raut lesu dan tak nyaman di depan wanita seksi sepertinya," tanya Benny sembari menepuk bahu Mike yang duduk tepat di sampingnya. Benny duduk diantara Mike dan Gista.
"Begini-begini, aku adalah pria pemilih, ingat itu Ben!"
"Ah sudahlah, lupakan! Jadi kalian saling mengenal?"
"Tidak."
"Ya," sahut Mike dan Gista serempak namun dengan jawaban berbeda. Mike yang menolak dan Gista yang mengiyakan.
"Hahah... Oke-oke, itu bagus. Kalian terlihat sangat akrab. Kalau begitu pasti kau siap untuk membantu sedikit-sedikit di kantor kan, Mike?!"
"Eh, apa maksudmu?" tanya Mike dengan dahi berkerut dalam. Seingatnya ia sudah berbicara cukup jelas sejak awal, Mike tak ingin terlibat dengan urusan kantor yang begitu membosankan itu.
"Jangan kau pikir, kau bisa menikmati uang tanpa harus terlibat sedikit pun diperusahaan ya, Mike!"
"Hei, kau lupa aku siapa?" balas Mike dengan memajukan kepala ke arah Benny yang saat ini menatap penuh kearahnya.
"Itu dia, karena aku tau aku siapa... aku wajib menjalankan tugas dari tuan besarku, kan?" balas Benny membuat Mike gagal berdebat.
"Sial! Pria tua itu!"