Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

tak seindah pelangi

Diyanti_7056
--
chs / week
--
NOT RATINGS
8.2k
Views
Synopsis
Aku terduduk ditepian bangku taman diperkotaan, lampu remang-remang yang menerangi taman dikala itu seolah mengerti perasaanku. Aku hanya duduk terdiam. Seorang diri. Menatap ke arah jalanan yang ramai akan kendaraan yang berlalu lalang. Menikmati alunan musik yang diperdengarkan ponselku melalui sambungan earphone yang menyumbat ditelinga. Perasaanku campur aduk. Antara marah dengan kecewa. Aku yang dulu mengira bahwa masa remajaku akan dijalani dengan indah ternyata tidak seindah dengan yang diharapkan. Aku yang mengira kalau orang tua ku akan mengerti posisiku justru mereka malah yang mengorbankan perasaanku. Dan aku yang dulu mengira kehidupan percintaan dimasa remajaku akan seindah di novel ternyata bahkan aku tidak sempat merasakan apa itu yang dinamakan cinta monyet. Dan sepertinya aku bahkan tidak bisa mengulang ataupun menikmati kembali masa remaja ku. Karena aku tidak seberuntung mereka. Mereka yang bahkan pamer kebahagiaannya secara nyata. Aku bahkan tidak mempunyai kenangan indah dimasa SMA. Masa SMA yang seharusnya adalah masa ter-emas dalam hidup. Jika anak SMA pada umumnya menikmati patah hati karena putus cinta justru aku malah sebaliknya dimasa SMA ku aku harus menelan pil pahit karena keluarga harus hancur ditengah jalan. Aku pernah menjadi korban bullying di sekolah. Hanya karena satu kesalahanku saja mereka mengolok-olok ku, menyiramku dengan air dingin, dan bahkan yang lebih parahnya lagi pantatku disiram air berwarna merah sehingga aku terlihat seperti bocor saat menstruasi. Seisi kelas dan bahkan seisi sekolahan menertawaiku. Aku sangat malu pada saat itu. Tidak ada yang menolongku, aku hanya bisa menunduk malu dan terus berjalan. Hinaan itu masih terus terngiang ditelingaku. Kalian tau apa kesalahanku dulu? Kesalahanku hanya satu saja itu karena aku gendut dan jelek ditambah lagi aku anak orang miskin yang bahkan sudah broken home. Hal itu yang membuatku menjadi mangsa terempuk untuk mereka bully. Tapi kini aku sudah berbeda. Aku sudah berubah. Aku bukanlah gadis dengan tubuh gemuk dan wajah jelek itu lagi. Dan sekarang aku juga bukan seseorang yang miskin lagi. Aku juga bukan seseorang yang gampang dibully seperti dulu lagi. Aku berubah. Dan dengan perubahanku ini aku akan membalaskan semua rasa kekesalan dan juga dendam ini.
VIEW MORE

Chapter 1 - satu-satunya

"Sora!" Panggil gadis dengan seragam yang dibalut cardigan loreng itu menghampiri seseorang yang sedang duduk di bangku taman sekolah itu.

Gadis yang dipanggil Sora itu menoleh dan tersenyum.

"Hai Niken!" Sapa Sora lembut.

"Lagi ngapain? Woo masih baca yang itu?" Niken mendekati sora dan langsung duduk disampingnya.

"Iya, masih penasaran hehe" Sora tertawa kecil, sesekali dia membolak-balikan halaman bukunya.

"Udah baca pas si RAN milih sih yiyi dibanding joen, haha bagian itu paling menarik Menurutku sih haha" Niken mulai membicarakan isi buku yang dibaca Sora itu dan mereka pun terhanyut dalam isi pembicaraan itu.

"Ohh yang pas ah Jung pingsan lihat mereka berdua kiss?!"

Sora menambahkan, dan membuat isi perbincangan menjadi semakin seru.

"Iya hahaha lucu banget" sesekali mereka tertawa, dan mengobrol sampai lupa waktu.

"Wah kayaknya seru banget nih, sampe bel bunyi aja ngga kedengaran" kata seseorang yang berhasil memotong pembicaraan mereka berdua. Dua orang yang tadinya sedang mengobrol santai itu langsung terkesiap dan duduk dengan tegak.

Sora menelan ludahnya, pasalnya dia tau suara siapa itu bahkan tanpa dilihat wajahnya pun sora masih tetap mengenal siapa orang itu. Sora hanya menunduk ketakutan dan dia bahkan tidak berani walau hanya sekedar untuk menengadahkan kepalanya.

"Cieee Sora punya temen baru" gadis itu meraih dagu Sora dan mengangkatnya. Seakan dia menikmati rasa takut yang dialami sora. Gadis itu tersenyum miring sambil sesekali dia berdecak. Lebih tepatnya berdecak jijik sekaligus senang melihat wajah takut Sora.

Niken hanya mampu diam, dia juga tidak berani berkata-kata.

Karena yang dihadapannya itu adalah Abigail, nancy dan Retta yang tidak lain adalah anak dari ketua direksi bahkan pimpinan tertinggi di sekolah itu.

"Aku masuk dulu Sora" Niken beranjak dari tempat duduknya namun dirinya dijegal oleh Retta agar kembali duduk ditempatnya.

"Wah Sora. Lihat nih masa dia Nggak setia kawan sama sahabatnya sendiri? Ck..ck.." Retta berdecak kesal sambil menahan pundak niken agar dia tidak bisa kabur lagi.

"Kawan macam apa dia haha"nancy tertawa dan menarik rambut Niken agar kepalanya terangkat keatas. Mata Niken berkaca-kaca, mukanya memerah. Dia hampir menangis. Dan Sora yang melihat itu dari sampingnya pun merasa iba. Dia merasa tidak nyaman jika temannya juga harus dibully juga.

"Abie... biarin Niken pergi. Jangan ganggu dia.. kumohon" Sora memohon dan memelas. Walaupun dirinya juga takut tapi untuk kali ini ia memberanikan dirinya untuk berbicara.

Tapi bukannya mereka melepaskan Niken justru Abie malah semakin marah dan menyeret mereka berdua ke atap sekolah.

"Udah berapa kali gue bilangin! Jangan panggil gue Abie dengan mulut sampah lo itu" Abie murka dan langsung melayangkan tangannya tepat dibawah hidung Sora. Sora meringis kesakitan, dia memegangi bibirnya yang hampir saja tercopot dari tempatnya.

Niken yang menyaksikan itupun terkejut dia bahkan tidak berani untuk mengangkat tangannya hanya untuk sekedar menyeka keringatnya yang sedari tadi mengalir dengan sangat derasnya.

Teman-teman Abie hanya tersenyum dan sambil terus menahan mereka berdua agar tidak berani untuk kabur.

"Hari ini tuh, Abie lagi kesal dengan pacarnya tau" Retta menjelaskan maksud dari kemarahan Abie hari ini. dan Abie membabi buta dia bahkan menampar pipi Sora bolak balik.

"Eh kalian berdua malah muncul, kebetulan banget dong bisa jadi samsak pelampiasannya Abie hahah" tawa nancy senang.

Mereka masih sempat untuk mengobrol dan tertawa ditengah penindasan yang sedang mereka saksikan itu. Sora merasa kesal, dia juga ingin melawan tapi sialnya kedua tangannya diikat dan dipegangi oleh nancy.

Nancy itu gadis cantik Putri pimpinan disekolah ini. Dan dia juga bukan hanya dikenal cantik saja melainkan dia juga terkenal dengan kekuatan dan keahlian bela dirinya. Karena hal itulah mengapa Sora tidak bisa melawan nancy yang bahkan tubuhnya relatif lebih kecil dibandingkan dirinya.

Beberapa menit telah berlalu. Setelah Abie selesai melampiaskan amarahnya kemudian dia turun dari atap sekolah itu dan meninggalkan Sora dan Niken yang sudah tersungkur lemah diatas tanah dengan luka-luka yang baru saja mereka tinggalkan.

Sora berlinang air mata, dia menyesal telah membawa Niken juga untuk jadi korban bullying yang dilakukan Abie dan teman-temannya itu seperti dirinya.

"Ma-maaf.. hiks... maafin aku niken..." Sora menangis tersedu-sedu. Dia tidak berani mengangkat kepalanya dan melihat bagaimana keadaan Niken sekarang.

Hening. Sangat hening. Tidak ada yang terdengar kecuali suara tangisan Sora. Sora takut jika nanti Niken juga akan meninggalkannya seperti Hani dulu.

Niken bangkit dari duduknya dan menepuk-nepuk bagian seragamnya yang terkena debu.

"Aku emang mau jadi temen kamu. Tapi aku nggak mau sampai di-bully kaya gini lagi. Untuk kali ini aku maafin kamu"Niken meninggalkan Sora menyusul abie the geng.

Tinggal Sora seorang diri disana dan yang tersisa hanyalah suara tangisannya.

Bel sekolah sudah berbunyi beberapa kali dan Sora juga sudah meninggalkan beberapa mata pelajaran. Sudah hampir satu jam Sora masih terduduk di toilet itu.

Sora masih mencoba merapikan bahkan memberikan obat pada luka-lukanya tadi.

Dia masih tidak berani masuk ke kelas dengan keadaan begini. Dia bahkan tidak pergi ke UKS . Karena akan gawat nanti jika pihak sekolah tahu akan tindakan perundungan yang dilakukan oleh para siswa kebanggaan mereka. Karena nanti bukan mereka yang akan dihukum melainkan sang korban yang harus terpaksa dipindahkan agar menghindari hal-hal seperti ini. Dan tentu saja dengan diberikan sejumlah uang untuk membungkam mulut.

Hal seperti ini memang tidak aneh jika itu terjadi di sekolah yang hanya diperuntukkan bagi kalangan atas saja.

Sora memberanikan dirinya untuk tetap masuk kelas walaupun dengan nyeri yang masih terasa di pipinya. Karena dia bukan orang kaya dan juga bukan orang pintar dirinya hanya sedikit beruntung saja dari yang lain dan dapat bersekolah ditempat yang sudah memiliki title ini.

"Ayo! Sora semangat! Jangan sampai ngecewain Mama papa" gumam Sora menyakinkan dirinya.

Sora berjalan terhuyung-huyung disepanjang koridor kelas. Kepalanya masih terasa pusing karena tamparan yang cukup keras tadi. Sekarang ini sudah jam ketiga yang sora tinggalkan pelajarannya.

Tok...tok...

"Permisi pak" Sora mengetuk pintu kelasnya dan membungkuk memberi salam kepada gurunya.

Guru dan seisi kelas itu menoleh dan menatap Sora dengan aneh. Beberapa dari mereka berbisik dan menggunjingnya terang-terangan.

Sora menelan ludahnya gugup. Guru itu menghampirinya sambil membawa rotan panjang ditangannya.

"Mana tanganmu?" Tanya guru itu menginterupsi. Sora yang sedang kalut itu hanya menurut saja dan membiarkan tangannya dipukul dengan rotan itu.

Plak!!

Suara rotan itu menggema di ruang kelas itu. Sora hanya berdiri terdiam menahan rasa sakit itu. Rasanya seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Setelah dipukul habis-habisan sama Abie sekarang giliran tangannya juga yang harus kena imbasnya.

Teman-temannya yang menyaksikan itu tersenyum puas. Seakan mereka tidak memiliki simpati sedikitpun terhadap sora.

Sudah 2 kali pukulan yang diterima Sora dan kini akhirnya dia diperbolehkan duduk ditempatnya. Lagi-lagi Sora mendapat tatapan mata jijik itu.

Sora berjalan menunduk menghindari tatapan mata itu. saat dia berada di depan mejanya lagi-lagi ada seseorang yang dengan sengaja menaburkan garam diatas mejanya. Hal seperti ini memang sudah sering terjadi dan Sora juga sudah hafal siapa yang melakukan perbuatan rendahan seperti ini.

Sora melirik kesamping tempat duduknya dan dia mendapati Hani yang tersenyum puas sedang menatapnya juga. Dalam hati Sora mengumpat sebanyak-banyaknya. Hari ini dia sudah cukup kesal dengan sikap dan perilaku warga sekolah itu. Hatinya terbakar oleh rasa amarah.

Dengan mata yang mengucurkan air mata dia membersihkan garam-garam itu dari mejanya.

"Yah kok dibuang sih garamnya, itu efektif loh buat ngusir hantu" Hani yang duduk disampingnya itu bicara dengan nada yang dibuat mengesalkan.

"Hani udah baik loh mau ngeluarin uangnya buat kamu " ujar Maia.

"Sora ngga tau terimakasih nih" tambah yang lainnya.

"Ada apaan sih? Ribut banget dari tadi" Abie yang duduk dibarisan nomer 2 pun ikut campur dalam urusan yang sepele ini.

'Jangan Abie aku mohon, apa dia ngga puas habis mukulin aku tadi' batin Sora memohon.

"Ini si Sora, udah dibantuin malah nggak tau terimakasih. Tolol banget sih"Hani mengadu.

"Bu-bukan gitu. Aku ngga minta mereka buat bantuin aku"Sora mencoba membela dirinya.

"Wah songong nih anak. Minta berkunjung ke atap lagi nih kayaknya" nancy yang dari tadi diam saja sekarang malah ikut-ikutan menyuhuti mereka.

Sora menjadi pusat perhatian seisi kelas itu. Semua mata lagi-lagi tertuju padanya tidak terkecuali Niken. Dan lagi-lagi mereka menuntut Sora untuk melakukan apa yang mereka inginkan.

"Udah sih tinggal minta maaf aja susah" teman-teman lainnya ikut-ikutan juga.dan semuanya justru malah mengiyakannya.

Sora tidak bergeming sedikitpun, dirinya masih menunduk dan menutup mulutnya. Karena kesal

Retta yang duduk dibelakang Sora tiba-tiba dia berdiri dan menekan kepala Sora agar membungkuk dan menirukan suaranya.

"Ma-maaf teman-teman, dan terimakasih buat garamnya"

Semua siswa tertawa dengan apa yang dilakukan Retta tadi. Suasana kelas menjadi bising dan mulai mengganggu jalannya pembelajaran. Pak Guru yang tadinya membiarkan saja itupun akhirnya melerai mereka semua.

"Sudah cukup anak-anak, berhentilah mengganggu teman-teman yang sedang belajar" kata pak Guru sambil mengetuk penanya diatas meja. Dan seketika semuanya terdiam. Mereka akhirnya tidak mengganggu sora lagi dan mengikuti pelajaran sampai akhir.

Beberapa jam telah berlalu dan kini sudah saatnya bagi para murid itu untuk pulang.

Sora sengaja pulang paling akhir dari pada semua murid yang lain.

Dia masih terduduk menatap kursi-kursi kosong itu. Sesaat ia berpikir kalau dia salah telah bersekolah di tempat ini. Sekolah yang bahkan lebih buruk dari pada neraka. Dalam pikirannya yang sedang kalut itu sesaat dia ingin mengakhiri hidupnya ditempat ini namun akal sehatnya masih berfungsi dengan baik.

Sora keluar dari kelas itu dan mendapati Niken yang masih berdiri didepan kelasnya.

"Sora, kamu nggak apa-apa? Maaf aku nggak bisa bantu kamu tadi. Kamu tau juga kan gimana seremnya Abie tadi pagi" Niken mendekati sora dan berjalan sejajar dengannya.

"Iya, nggak apa-apa kok. Aku senang kamu masih khawatirkan aku. Makasih ya" jawab sora dengan senyum yang mengembang diwajahnya. Tapi Dengan senyum yang mengembang selebar itu meskipun bibirnya berkata lain tapi matanya tetap tidak bisa berbohong. Sora menitikkan air matanya disela senyumannya itu.

"Kenapa nangis? Sora aku minta maaf tadi pagi udah marah sama kamu, aku juga takut Sora jadi aku nggak bisa bantu kamu. Sora tolong jangan nangis. Aku benar-benar minta maaf" niken memeluk Sora, tangannya mengusap halus rambut belakang Sora.

Sora yang baru pertama kali diperlakukan seperti seorang sahabat itu tersentuh dan membalas pelukan Niken. Sora menangis dalam pelukannya. Dia mengungkapkan semua isi hatinya.

"Niken makasih.. hiks... udah mau temenan sama sora... hiks..." kata Sora disela-sela tangisannya.

"Iya.. sama-sama. Aku juga senang main sama kamu" ujar Niken yang masih memeluk Sora.

"Jujur, baru pertama kali ini aku diperlakukan seperti seorang teman" sora melepaskan pelukannya dan menyeka sisa-sisa air matanya.

"Wah sebagai teman gimana kalau kita sekarang karaokean buat hibur kamu. Mau nggak?"

Sora mengangguk dan tersenyum. Dia setuju dengan ajakan Niken dan kemudian mereka meninggalkan sekolah dan menuju ke tempat dimana mereka tuju.

Sora dan Niken terduduk dibangku yang sudah disediakan disana. Mereka berbincang sambil memilih lagu yang akan dinyanyikan bersama.

Mereka berdua menyanyi dan menari bersama. Tertawa dan bergembira seolah mereka melupakan rasa sakit dan nyeri itu. Melupakan semua kenangan buruk dan menciptakan kenangan yang indah. Bersenang-senang sesaat agar esok kembali dengan tubuh yang kuat untuk menghadapi masalah.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama akhirnya Sora kembali tertawa lagi.

Hari telah larut, Sora dan Niken selesai bersenang-senang. Mereka tengah berjalan pulang ke rumahnya masing-masing.

"Aku duluan ya, bye.. Sora" pamit Niken, dan dia pun berjalan menaiki bus-nya.

Kini tinggal Sora yang masih terduduk di halte bis itu masih menunggu bus-nya datang.

Tiririt...

Suara dering telepon itu membuyarkan lamunannya. Sora meraba tas sekolahnya dan mencari ponselnya yang terus berdering itu.

"Halo kak?"

"Sora cepetan pulang, mama.. dia.." sambungan telepon dari seberang sana terdengar tidak jelas.

"Kak? Mama kenapa? Kakak? Jawab aku kak Mama kenapa?!"Sora panik, dia berdiri dan mencari-cari sinyal barang kali itu adalah gangguan.

Tapi tiba-tiba Sambungan telepon terputus dan membuat Sora semakin panik. Dia mencoba menelpon kembali tapi tidak dapat terhubung kembali.