Chereads / HER HUSBAND / Chapter 3 - Yoongi sudah gila

Chapter 3 - Yoongi sudah gila

Aku bermimpi di surga, bertemu mama dan ayah yang tampak bahagia meskipun tanpa diriku dan Yoongi. Mata mama berbinar dan bercahaya, ia mengelus suraiku kebelakang telinga,lalu mengecupku sambil diam-diam menyematkan bunga di sela-sela telinga dan rambutku. Aku tersenyum lembut, mimpi ini indah sekali sampai rasanya aku tak mau bangun. Tapi ayah melakukan hal yang tak terduga-duga. Tiba-tiba saja ia menyolok hidungku dengan batang ranting yang berbau minyak kayu putih yang kuat hingga dengan berat hati mataku terbuka dan benar saja, bau minyak kayu putih menguar memenuhi pernafasanku,rasanya sesak dan yang lebih mengherankan, ternyata batang ranting yang menusuk hidungku itu jari tangan pucat Yoongi.

"Kau gila ya!" Ku hempas tangannya kasar dan dia hanya membalas dengan tawa sinis. Ah sudah lama bibir tipis itu tak kulihat tersenyum.

"Salahmu kau pingsan lama sekali. Lihat minyak kayu putih nya sampai habis nih" Dia menggoyang-goyangkan botol kecil minyak kayu putih didepan wajahku yang membuatku geram setengah mati. Aku mengedarkan pandanganku, berharap lagi kalau itu semua mimpi karena rumahnya sepi tanpa ada tanda-tanda dua manusia yang siap membuatku jantungan.

"Kenapa? Lapar?" Ingin rasanya ku sumpal mulut pedas kakaku ini. Wajahnya selalu tanpa ekspresi dan tanpa rasa penyesalan sedikitpun. Ku sambar bantal sofa di sampingku lalu menamparkannya ke wajah Yoongi yang meringis.

"Aduh kau ini kenapa sih? Oke-oke aku mengaku, aku tadi menciummu selagi pingsan. Oke? Sorry-sorry". Apa dia bilang? Menciumku? Menambah emosi saja, ku keraskan lagi pukulanku kewajahnya hingga ia minta ampun.

"Kau ini! Berhentilah seperti itu! Kau membuatku takut Yoong!" Aku berhenti menampar dan kembali celingukan mencari tanda-tanda kehidupan. Lalu berkata lirih ke Yoongi. "Mereka tidak ada kan Yoong?"

"Apa? Siapa? Maksudmu Kim Taehyung dan Jung Hana? Mereka sudah tidur karena terlalu lama menunggumu pingsan." Ada kilat petir di otakku,menyambar seluruh syaraf untuk di kirim ke jantungku yang berdegup kencang. Perasaan ini lagi. Duh aku muak, aku tidak suka perasaan takut seperti ini.

"Kenapa mereka tinggal di rumah kita? Kenapa kau tidak punya uang? Kemana uangmu Yoong?" Masih banyak tanya yang bisa kuhujani sekaligus pada Yoongi tapi kerongkongan ku kering, dan otakku mendadak macet untuk memberi perintah pada bibirku.

"Kita bangkrut, mama ternyata punya hutang banyak kepada presdir Park, selama ini, saham mama lambat laun habis di potong untuk melunasi hutang keluarga kita, jadi, aku tak bisa lagi mengirimimu uang, maafkan kakak Nara, tapi Kakak janji,akan memenuhi semua kebutuhanmu, aku sudah bekerja tapi memang belum waktunya menerima gaji, aku harap kau bisa sabar ya? Hmm?" Yoongi menatapku penuh harap dan aku mendadak menyesal menuntut dan mengekangnya seperti ini. Iris sipitnya menatap lembut, menusuk langsung pada lensa mataku, tangannya lembut mengusap pipi sambil menanam harap padaku.

"Lalu? Rumah ini? Masih menjadi milik kita kan?" Aku memastikan, penuh harap dan Yoongi menjawab memuaskan. Rumah ini masih menjadi milikku dan kakakku, hanya saja, kata Yoongi, disewakan untuk 1 tahun pada dua pasangan suami istri tadi, untuk membayar biaya kuliah ku 2 bulan kemarin, dan aku mencoba mengangguk kaku, sebelum beranjak untuk berdiri, melangkah menuju kamarku.

"Mau kemana? Kamarmu tak bisa digunakan lagi." Aku menatap Yoongi keheranan dan seolah mengerti apa yang kipikirkan, Yoongi menjelaskan bahwa kamarku kini di penuhi semua barang-barang Mama dan tak ada ruang sisa untuk di tiduri, dengan kata lain kamarku sudah di ubah Yoongi jadi gudang dadakan. Benar-benar membuat tekanan darah meninggi saja.

Yoongi meringis kesakitan karena pukulan ku yang semakin keras sementara Ia berusaha menahan kedua tanganku. "Sorry-sorry Ra, tamu kita maunya menempati kamar utama, jadi mau tak mau aku harus memindahkan semua barang-barangnya ke kamarmu."

"Lalu aku harus tidur dimana Yoongiii?"

"Dikamarku saja, muat kok buat berdua." Enak saja. Kuhujani lagi badan kecilnya dengan bantal sofa berkali-kali sampai Ia menyerah dan mengalah harus tidur di sofa saja. Aku tersenyum puas sementara Yoongi masam dan menghentakkan tubuhnya berbaring ke sofa tanpa berkata-kata.

"Marah?" Ucapku hati-hati, menyadari perubahan ekspresi mendadak dari Yoongi.

"Tidak, sudah pergi sana" Ia menjawab dingin tanpa membuka mata. Inilah dia yang sebenarnya, kakakku yang supr dingin dan cuek telah kembali. Aku tersenyum kalem dan berkata 'yasudah' lalu melangkah menuju kamar Yoongi yang bernuansa hitam kelam.

Ya ampun. Aku menghela nafas berat. Bisakah aku tidur dikamar yang horor seperti ini? Satu-satunya cahaya dikamarĀ  ini hanyalah lampu tidur warna biru gelap dan cahayanya terbatas, tak bisa menerangi seluruh kamar. Meskipun aku tak bisa tidur dibawah lampu menyala, tapi juga tidak segelap ini juga. Tapi sudahlah, besok aku harus mengganti seprai kamar dengan warna yang lebih terang dan akan kupastikan dinding hitam nan dingin ini kuubah jadi pelangi warna-warni.

Kuhempaskan tubuhku kalem ke kasur serba hitam ini, rasanya sedingin kulit Yoongi yang pucat. Mencoba menutup mata, menghilangkan capek perjalanan berjam-jam tadi, dan tentu saja mencoba menghilangkan sejenak kilatan-kilatan tatapan tajam Kim Taehyung, laki-laki itu, yang sudah menjadi suami sahabatku, diam-diam aku tersenyum simpul.

'Nyatanya kau tak pernah benar-benar membenciku ya, Kim Taehyung'

.......

.....

...

..

.