Setelah menjalani perjuangan selama kurang lebih tiga tahun di bangku SMA, akhirnya tibalah hari ini di mana mereka melepas seragam putih abu-abu. Tidak sedikit yang mengabadikan momen kelulusan hari ini dengan mengambik gambar lewat kamera ponsel mereka. Siswa-siswi yang bahagia termasuk di dalamnya ada Davini Ardhana dan Davino Ardhana. Sepasang saudara kembar ini sedang berkumpul dengan teman-teman mereka, saling mengucapkan selamat atas kelulusan yang berhasil diraih.
"Vin, Tante Rena belum datang?" Tanya Vino pada adik kembarnya setelah berpisah dengan teman-teman mereka.
"Belum sih, mungkin lagi jemput Farel." Jawab Vini menyebut nama satu-satunya sepupu mereka.
Vino dan Vini sudah lama tidak bertemu kedua orang tua mereka. Tidak tahu apakah masih hidup atau tidak. Terakhir kali bertemu saat usia lima tahun, saat itu Ibu mereka mengantarkan si kembar ke rumah Rena, adik satu-satunya yang merupakan tante dari si kembar. Sejak saat itu Vini dan Vino kehilangan kabar mengenai orang tua mereka.
Waktu berlalu, Vini dan Vino dibesarkan Rena seperti anak sendiri, bahkan sampai Rena berumah tangga, Vini dan Vino tetap dalam tanggung jawab Rena. Beruntung, suami dan anak Rena juga menerima mereka.
Lama tidak bertemu, membuat keduanya terbiasa. Mereka hanya berharap, dimanapun Ayah dan Ibu mereka saat ini berada, tetap dalam keadaan yang baik dan jikalau sudah tiada, Vini dan Vino sudah cukup belajar mengikhlaskan meski tidak dipungkiri terkadang Vini menangis merindukan orang tuanya.
"Kak Vin!"
Vini dan Vino menoleh bersamaan ke arah sebuah mobil yang baru saja memasuki kawasan sekolah mereka. Salah satu jendelanya terbuka memunculkan seorang anak yang sibuk melambaikan tangan pada keduanya selagi mobil sedang diparkirkan.
"Farel!" Vini ikut melambaikan tangan lalu mengajak Vino berjalan mendekat. Keduanya langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku belakang bersama Farel.
"Selamat ya sayang akhirnya lulus." Ucap Rena yang duduk di bangku depan. Di sebelahnya, di bagian kemudi ada Ardan, suami sekaligus om si kembar.
"Terima kasih tante!" Sahut si kembar bersamaan.
"Tante kemarin udah cerita, Vini ranking satu lagi ya?"
Vini hanya memamerkan cengirannya.
"Om bangga lho, peringkat Vino juga meningkat dari semester lalu meski bukan lima besar. Pokoknya om dan tante bangga sama kalian."
"Terima kasih Om," Ucap keduanya kembali bersamaan.
Ardan kembali menjalankan mobilnya meninggalkan area sekolah.
"Oh iya tante, kami kan udah lulus, apa kami akan lanjut kuliah tante? Karena kemarin tante bilang jangan cari kampus dulu padahal udah buka pendaftaran."
Rena tersenyum di tempatnya, "Nanti di rumah tante jelaskan ya sayang."
"Iya tante."
Setibanya di rumah, Vini dan Vino segera berganti pakaian lalu beranjak ke ruang makan di mana Ardan dan Rena sudah menunggu.
"Lho, Farel engga makan tante?" Tanya Vino.
"Makan kok di kamarnya, di suapin pengasuhnya."
"Tumben engga bareng aja makannya." Vino dan Vini bergabung duduk di ruang makan.
"Kita makan dulu, selesai makan, ada yang akan tante ceritakan pada kalian."
Vini dan Vino mengangguk bersamaan, "Iya tante."
Acara makan siang berlangsung, tidak ada yang membuka obrolan, semua sibuk menyelesaikan makan siang mereka meski terkadang ada sesekali topik obrolan yang muncul di tengah ruang makan, namun tidak untuk siang ini.
Setelah makan dan semua piring kotor di bereskan, Rena mengajak kedua keponakannya ini duduk di ruang keluarga. Ardan juga turut ikut di sana.
"Jadi ada apa tante?" Tanya Vini penasaran.
"Begini," Rena meletakkan dua buah amplop di meja di hadapan mereka, "Beberapa hari lalu tante menerima dua surat ini di kantor. Dan isinya adalah pernyataan beasiswa untuk kalian berdua."
"Beasiswa?!"
Rena mengangguk menjawab kebingungan Vini. "Beasiswa dari sebuah kampus, mereka meminta kalian untuk melanjutkan pendidikan di sana. Fasilitas lengkap serta asrama yang nyaman sudah disiapkan, jadi kalian tidak perlu khawatir. Lusa, kalian akan dijemput oleh pihak kampus."
"Bentar-bentar," Potong Vino, "Lusa kami berangkat sedangkan kami tidak tahu ini kampus apa dan apakah jurusan yang kami inginkan ada di sana?"
"Tenang ya Vino, semua sudah diatur. Tante tidak bisa menjelaskan lebih banyak, kalian lah yang nantinya melihat sendiri bagaimana kondisi di sana."
"Vini masih belum paham tante."
"Untuk info tambahan yang tidak tante jelaskan, semua ada di surat ini," Rena menggeser sedikit surat tersebut pada Vini dan Vino yang duduk dihadapan mereka. "Tante yakin ini benar-benar kampus yang harus kalian masuki."
"Apa tante sudah ke sana?" Tanya Vini.
"Belum."
"Lalu kenapa tante bisa yakin?" Imbuh Vino.
"Begini anak-anak," Ardan menengahi, "Alasannya akan kalian temukan nanti, bukan sekarang, setelah kalian tiba di sana."
Vini dan Vino saling berpandangan sejenak lalu beralih pada Om dan Tante mereka, "Oke kalau memang Tante seyakin itu, kami mau ke sana."
Rena tersenyum mengangguk, "Tante yakin kalian akan suka, lagipula jika ada yang macam-macam, Vini kan jago beladiri toh?"
Vini tersenyum mengangguk.
"Ya sudah," Vino berdiri dari kursinya, "Aku mau beres-beres dulu."
Rena dan Ardan mengangguk.
"Aku juga!"
"Jangan sampai ada yang kelupaan."
***
Dua hari berlalu, pagi-pagi sekali Vini bangun dan mandi. Hari ini adalah hari penjemputan di mana mereka akan berangkat menuju kampus baru.
Selagi menunggu, keduanya menyempatkan sarapan lalu mengecek semua bawaan mereka.
"Sesekali kirim kabar ya sayang," Ucap Rena sebelum kedua keponakannya berangkat karena pihak kampus mereka sudah datang.
"Iya tante, pasti kami sesekali kirim kabar ke om dan tante."
Vino membantu membawa koper dan beberapa barang adik kembarnya ke dalam mobil. Keduanya pamit pada Ardan, Rena dan Farel yang memang sedang libur kenaikan kelas.
Mobil kampus membawa mereka menjauh dari rumah Ardan menuju kampus tempat mereka melanjutkan pendidikan.
Dua jam perjalanan ditempuh, dari melewati perkotaan hingga jalan yang tidak ada rumah penduduknya sama sekali.
Kecepatan mobil berkurang saat melewati sebuah gerbang dengan tulisan besar terpampang di atasnya dan sempat terbaca oleh Vini.
Arthadirga.
"Aku belum pernah dengar kalau ada kampus ini?" Bisik Vini pada Vino.
"Iya sama, aku juga baru tau."
Mobil berhenti di halaman parkir. Vino dan Vini segera menurunkan bawaan mereka. Pihak kampus yang menjemput, mengantar Vini dan Vino ke sebuah gedung aula. Terlihat sudah ada beberapa orang berada di sana, dan dapat ditebak bahwa mereka juga merupakan siswa di kampus ini, melihat setiap barang bawaan mereka.
"Kamu berpikir sesuatu yang aneh Vin?" Tanya Vino.
Vini mengangguk, "Mahasiswa barunya hanya sedikit, dan sebelum masuk ke sini, tidak ada calon mahasiswa lain yang datang," Vini menoleh sejenak ke arah pintu masuk, dan pintu tersebut sudah ditutup yang artinya tidak akan ada lagi yang datang.
Vino terlihat menatap sekelilingnya, menghitung segelintir orang yang ada di sana termasuk dirinya dan Vini.
"Hanya ada dua belas orang disini, termasuk kita."
Vini mengangguk membenarkan karena dirinya turut melakukan hal yang sama. Keduanya saling berpandangan. Namun tatapan mereka segera teralih pada podium yang berdiri di sebuah panggung di ruangan ini.
Seorang pria paruh baya muncul di sana, bersiap berbicara di microfon yang dipegangnya.
...