Dulu ketika aku memasuki kelas 3 SMP, aku merasa sangat senang sekali dan tak sabar ingin berjumpa dengan kawan-kawan baru. Aku sudah memikirkan betapa senangnya aku bisa bermain bersama mereka. Aku berharap teman-teman ku tidak membosankan seperti tahun lalu saat masih berada di kelas 2 SMP.
"Semoga saja teman-teman ku yang sekarang jauh lebih menyenangkan" doa ku
Dan benar saja, ketika melihat wajah-wajah teman kelas 3 ku, aku merasakan bahwa mereka pasti sangat menyenangkan. Aku pun tak sabar untuk bisa bermain dan berbagi cerita dengan mereka. Seiring berjalannya waktu, aku pun mulai sedikit akrab dengan teman-teman baruku. Aku mendorong diri untuk lebih bergaul dengan mereka, walaupun kebanyakan dari teman-teman perempuan ku lebih menyukai k-pop. Namun, itu tidak menjadi masalah agar kami bisa bermain dan saling mendekatkan diri.
Pelajaran kelas 3 SMP memang sangat sulit, teman-teman ku pun kurang bisa menjawabnya. Namun, aku bisa memahami pembelajaran dengan mudah saat itu. Mereka pun meminta tolong kepada ku untuk memberi tau mereka jawabannya. Ya, aku memang orang yang sangat pelit memberikan jawaban kepada orang lain, dan itu membuat semua teman-teman ku dari SD menyebut ku "tukang pelit". Karena masih kawan baru, aku pun memberi tau mereka cara mencari jawabannya, meskipun sebenarnya mereka hanya menginginkan jawabannya saja.
Semakin hari, hubungan pertemanan kami semakin kuat. Aku merasa sangat bahagia memiliki teman-teman seperti mereka, bahkan beberapa teman lelaki ku pun mudah diajak berbicara. Itu membuatku bahagia setiap harinya sampai-sampai selalu tersenyum setiap saat. Bayangkan saja, yang dulunya kalian tidak memiliki banyak teman dan sekarang akhirnya kalian memiliki banyak sekali teman yang menyukai kalian. Aku pun merasakan hal yang sama saat itu.
Kami bercanda tawa sesekali, terkadang ketika jamkos, kami selalu berkumpul untuk bercerita atau terkadang bermain permainan. Sesekali kadang kami menonton film horor sambil berpelukan. Semua itu membuatku senang dan bersemangat untuk belajar dan bergaul dengan banyak orang lagi.
Namun, sayangnya semua hal bahagia itu tak bertahan lama. Aku harus menghadapi situasi yang sangat rumit dalam hidupku. Ntah kenapa semua teman-teman ku kini menjadi jauh berbeda dengan yang dulu. Dulu ketika baru bertemu, salah satu temanku bernama Risa selalu datang ke bangku ku untuk mengobrol. Kalau tidak mengobrol terkadang ia bertanya mengenai pelajaran yang tidak ia pahami. Semuanya terlihat biasa saja dan berjalan lancar. Namun sekarang sikap nya menjadi berubah, dia bukan lagi Risa yang ku kenal. Sikapnya kini sudah seperti tidak menganggap ku ada, ada jika dia memang membutuhkan ku. Mengetahui sikapnya itu aku pun menjadi agak sedih.
Memasuki MID semester 1, aku berusaha sebaik mungkin belajar agar bisa mendapatkan nilai terbaik. Aku juga berusaha untuk tidak menyontek saat ulangan, meskipun beberapa temanku bersikeras meminta jawaban dari ku. Disamping kiri kanan dan depan belakang, aku harus berhati-hati karena mereka adalah anak-anak yang memang pandai dalam menyontek. Mereka semua selalu bekerja sama ketika guru tidak memperhatikan, ada juga yang membuka buku secara diam-diam untuk melihat jawaban, ada juga yang membuka HP untuk melihat jawabannya di google.
Namun, aku tidak seperti mereka. Meskipun aku sangat menginginkan nya, tapi kebiasaan dari kecil ku lah yang selalu membuatku jujur dalam mengerjakan ulangan. Ketika mereka sedikit melirik ke arah lembar jawaban ku, aku langsung menghadangnya dengan tangan, terkadang juga aku sengaja menundukan kepala ku untuk menutupi jawaban.
Setelah ujian MID semester 1 usai, aku dan teman-teman ku tidak sabar untuk melihat nilai kami. Dan ketika diberikan, hasil nya sungguh sempurna, mereka sangat senang mendapatkan nilai bagus meskipun itu hasil kerja sama mereka. Namun, aku merasa sangat tidak senang, meskipun aku juga mendapat nilai diatas KKM, tapi nilai mereka jauh lebih tinggi dibandingkan diriku yang jujur saat ulangan. Aku sebenarnya merasa kesal dengan mereka, namun kubiarkan saja.
Semakin hari, ntah kenapa aku menjadi tidak dekat lagi dengan mereka.
"Apa karena aku tidak memberikan mereka contekan?" pikirku
Tapi aku sudah tidak mau memikirkan nya lagi, walau aku masih belum bisa menerima nilai ku yang lebih rendah dari mereka.
Ketika jam keluar main, mereka pergi ke kantin bersama-sama. Namun diantara mereka tidak ada yang mau mengajakku, aku pun terpaksa diam menyendiri dikelas sendirian. Biasanya mereka selalu menawariku ketika mereka makan, tapi sekarang tidak lagi. Mereka asyik saja makan sambil bercanda tawa bersama. Tanpa mereka sadari kalau aku sedang duduk sendirian tanpa seorang teman.
Hari demi hari, aku merasakan keanehan diantara teman-teman ku. Mereka tak lagi seperti yang dulu aku kenal, mereka sekarang lebih suka bergaul sesama penggemar mereka. Sementara seorang gadis wibu seperti ku tidak bisa diajak bermain atau mengobrol. Aku menahan semua kesendirian itu, meskipun sesekali ada beberapa teman laki-laki ku yang kadang mengajakku untuk mengobrol.
Terkadang ketika jam keluar main tiba, aku selalu merenung didepan kelas. Kelasku berada di lantai 2, jadi aku bisa melihat anak-anak bermain dari atas. Kadang aku tak sengaja melamun saking tidak ada yang mengajak ku untuk bermain. Jika dipikir-pikir, teman-teman ku saat kelas 2 SMP lebih menyenangkan daripada yang sekarang. Walaupun kebanyakan diantara mereka adalah anak nakal, namun mereka tetap terlihat menyenangkan ketika berkumpul bersama.
Waktu ujian semester 1 sudah dekat, aku mempersiapkan diriku untuk mengikuti ujian itu agar mendapatkan nilai yang bagus. Sehari sebelum ulangan, aku tak sengaja mendengar pembicaraan teman-teman ku yang akan berkerja sama lagi ketika ulangan. Mendengar itu pun aku harus bersabar memiliki saingan seperti mereka.
Ujian semester pun dimulai, kali ini kami duduk ber dua-dua sesuai absen masing-masing. Aku merasa sangat takut karena teman duduk ku itu sangat pintar dalam hal menyontek. Untung saja saat itu aku duduk didekat tembok paling belakang, jadi sainganku tidak terlalu banyak, hanya didepan dan sebelah kanan. Ketika guru sedang tidak memperhatikan, aku sedikit melirik temanku yang ternyata ia sedang membuka handphonenya untuk mencari jawaban. Didepan ku juga ia sedang mencari jawaban dibuku paket. Aku merasa sangat kesal dengan kelakuan teman-teman ku itu, namun aku mesti bersabar. Waktu itu teman ujianku pernah menawarkan ku sebuah jawaban, meskipun ia tidak meminta balasan. Namun aku bersikeras menolaknya dan lebih memilih jawaban yang aku pilih sendiri.
Usai ujian semester, kini saatnya pengumuman rank masing-masing. Saat itu kepala sekolah mengadakan acara bahwa masing-masing kelas akan disebutkan siapa yang mendapatkan rank 1-3 dan akan diberikan hadian didepan semua murid sekolah. Ketika jeda semester selama 3 hari, nilai-nilai ku semua terlihat sangat tidak memuaskan, sedangkan nilai teman-teman ku yang menyontek jauh lebih tinggi dari ku. Aku merasa sangat sedih karena tidak bisa mendapatkan nilai yang bagus.
Saat hari pengumuman pembagian raport tiba, jantung ku bertetak sangat kencang, keraguan pun muncul dalam benakku. Aku berusaha menahan semuanya agak tidak menangis saat mengetahui kalau aku tidak mendapatkan rank nantinya. Pembacaan rank dimulai dari kelas 1 SMP, dilanjutkan dengan kelas 2, barulah kelas 3. Ketika giliran pembacaan rank kelas 3, badanku menjadi gemetar ketakutan, keringat dingin membasahi badanku.
Aku berdoa kepada Tuhan semoga saja aku mendapatkan rank terbaik. Dan doa ku pun terkabul, aku ternyata mendapatkan rank 2 dikelas. Meskipun selisih nilai ku dengan teman ku yang mendapat rank 1 hanya 2 poin, namun aku tetap bersyukur bisa mendapatkan peringkat 3 besar dikelas. Aku pun mendapatkan beberapa buku dari wali kelasku, orang tua dan keluarga pun sangat senang mendengar kabar ini.
Libur semester 1 berlangsung selama 2 minggu. Aku menghabiskan banyak waktu ku untuk mengurus rumah dan adikku yang baru lahir. Meskipun libur, teman-teman ku tetap saling mengabari di grup kelas kami. Terkadang ribut terkadang juga sepi.
Selesai libur semester, kami akhirnya kembali ke sekolah lagi. Namun tetap saja teman-teman ku terasa jauh berbeda dari sebelumnya. Aku berusaha membiasakan diri dengan semua itu. Ketika jam pelajaran IPS dimulai, guru ku bertanya kepada kami.
"Siapa disini yang mendapat peringkat ketiga?" seru nya
"Rena pak!" jawab teman-teman ku
"Kalau peringkat pertama?" tanya guruku lagi
"Liana pak!" jawab mereka
"Bagus, kalau peringkat kedua?"
Bukannya menyebutkan nama ku, mereka malah menyebutkan nama mereka sendiri hingga menimbulkan keributan. Aku merasa sangat kecewa dengan hal itu, padahal ketika pembacaan rank, mereka semua ada disana menyaksikannya. Setelah lama saling ribut, salah satu temanku memberitahu kan mereka semua bahwa aku lah yang mendapatkan peringkat 2 itu. Mereka semua langsung menatap heran padaku, salah satu dari mereka pun berkata.
"Ai, kamu hebat ya. Padahal kamu tidak menyontek dan selalu menyendiri, tapi kau bisa mendapatkan peringkat 2, aku salut kepada mu"
"Iya, Terima kasih"
Kata-kata temanku itu membuat ku menjadi sedikit bersemangat lagi, meskipun teman-teman ku yang lain masih saya menatapku dengan aneh.
Beberapa bulan kemudian, siswa siswi kelas 3 SMP harus berfoto sebagai pelengkap ijazah kami. Kelasku mendapatkan bagian paling akhir karena memang kelas kami berada di urutan 9 dari 10 kelas yang ada. Saat itu mereka merapikan diri agar terlihat menarik ketika difoto, namun aku tidak begitu. Ketika giliran kelas kami dipanggil, mereka semua saling mengajak satu sama lain, tapi tidak ada diantara mereka yang mau mengajakku. Aku menjadi sangat sedih, rasanya aku tidak dianggap sama sekali oleh mereka. Aku bagaikan tak memiliki teman di kelasku, padahal aku selalu membantu mereka setiap kali mereka kesusahan mengerjakan tugas. Dengan sabar aku pun pergi mengikuti mereka dari belakang.
Beberapa bulan pun berlalu, kami semua lulus sebagai angkatan Corona. Kami masuk SMA tanpa harus tes ataupun ujian nasional. Semuanya dilakukan secara daring, pembelajaran pun dilakukan dari rumah melalui berbagai aplikasi untuk menghindari keramaian. Pembelajaran daring ini sebenarnya terkadang membuatku mataku menjadi sakit karena terlalu lama memegang Hanphone.
Setiap minggu pun kami selalu diberikan tugas dan dikumpulkan secara luring sesuai dengan jadwal kelas yang telah ditentukan. Setiap saat itu lah aku bisa melihat wajah-wajah teman baruku. Mereka terlihat cukup asyik, beberapa diantara nya memang sudah kukenal karena pernah satu sekolah dengan mereka. Aku terkadang juga merasa malu ketika berkumpul dengan mereka, karena kami tak pernah mengobrol secara tatap muka sebelum nya.
Hari demi hari pun terlewati, kini sekolah sudah mulai dibuka kembali. Kami masuk sekolah dengan mematuhi protokol kesehatan, dan kelas kami dibagi menjadi dua shift. Shift A atau absen ganjil masuk di pagi hari, sementara yang shift B atau absen genap masuk di siang hari. Aku berada di shift A karena nomor absen ku adalah 33. Teman-teman di shift ku terlihat tidak begitu semangat dalam belajar, mereka juga terlihat lebih santai.
Ketika pembelajaran dimulai, kami terkadang saling bertanya-tanya. Kebanyakan juga diantara mereka bisa menjawab pertanyaan dari guru, tidak seperti yang aku pikirkan. Aku menganggap mereka adalah saingan yang mengasyikkan. Setelah lama kami berteman baik, tidak pernah terjadi masalah yang terulang lagi di kelas 3 SMP. Aku merasa sangat senang sekali.
Namun, beberapa minggu kemudian, saat tugas kerja kelompok. Teman-teman ku seperti menjauh dari deretan bangku tempat aku duduk. Teman-teman yang berada di deretan ku pindah untuk mencari temannya agar bisa diajak bekerja sama. Tapi untung nya ada satu temanku yang setia menemaniku, meskipun kami tidak terlalu akrab.
"Apakah kejadian yang dulu akan terulang lagi?" ucapku dalam hati