Alana tidak tahu bagaimana harus menghibur Melani yang sedih di ujung sana. Dia sama sekali tidak memiliki pengalaman mengenai percintaan mendalam seperti yang temannya itu rasakan.
Jadi dia tidak mengerti, apa yang Melani rasakan sekarang. Dalam sudut pandangnya sebagai seorang pengamat dan pendengar yang baik, sikap temannya sekarang itu terlalu berlebihan menurutnya.
Mereka sudah berpisah, yang artinya tidak lagi ada cinta di hati keduanya kan?
Namun mengapa, Melani terus bersikap seolah perceraiannya itu tidak dia inginkan sama sekali. Bahwa sikapnya yang panas dingin terhadap mantan suaminya itu cuma kebohongan yang coba wanita dewasa itu perlihatkan sebagai tameng. Bukankah jelas-jelas, pihak dari Melani sendirilah yang mengusulkan sebuah perpisahan ini.
Alana sungguh-sungguh tidak paham dengan cinta yang mereka maksud. Mengapa persoalan cinta demikian rumitnya?
Jadi Alana menghindar pembahasan mengharu biru ini, dia mencoba setidaknya jika dia terdengar bahagia, Melani akan tertular juga.
"Kau sudah makan, Mel?" Alana bertanya sambil melanjutkan sarapannya yang tadi tertunda.
Melani yang duduk sendirian di depan kamar rawat Adnan kemudian melirik pada bungkus makanan yang tadi dia beli di kafetaria rumah sakit.
Yang Alana salah pahami mengenai suara musik jazz yang tadi didengarnya adalah suara musik tersebut berasal dari kafetaria rumah sakit, dimana tadi Melani dari sana. Bukan seperti yang Alana pikirkan.
Menghela napas pasrah, Melani berbohong, 'sudah baru saja. Apa yang sedang kau lakukan, Alana?' Tanyanya kemudian.
"Sarapan, dan sudah selesai. Hari ini aku libur kerja." Cicit Alana malu-malu.
'Kenapa? Bukannya libur kerjamu sudah berakhir?' Tanya Melani kebingungan.
Seperti bagaimana Alana jika dilanda gugup, wanita itu akan tanpa sadar merunduk, menatap pada jari kakinya. Apakah dia harus memberitahu Melani kalau dia tidak berangkat bekerja karena ingin menghindari Adrian? Sepertinya tidak.
"Terlalu lelah." Ucap Alana beralasan.
'Baru-baru ini Kau seringkali kelelahan Alana, sudahkah kau meminum vitamin mu?'
Alana mengangguk, "sudah juga. Mungkin, karena di hotel belakangan ini sangat sibuk sekali. Banyak pelancong dari luar negeri menginap di hotel, Mel. Bukan hanya aku saja yang kelimpungan, bahkan Tiffany sedang sakit sekarang. Aku berencana ingin menemuinya nanti."
'Dengan siapa kau akan pergi?'
"Tenang saja, Yuki bersedia menemani ku hari ini."
'Bagus, kabari aku kalau kau butuh sesuatu, Alana. Aku mungkin tidak bisa pulang minggu ini, butik sangat sibuk sampai aku tidak bisa kemana-mana. Hati-hati ya di apartemen.' Ucap Melani terakhir kali sebelum memutus sambungan telepon.
Alana menatap pada ponselnya yang layarnya sudah padam. Wanita cantik itu seperti sedang menimang sesuatu, suatu hal yang penting.
Apa aku harus menelepon Yuki?
Alana takut jikalau temannya itu lupa akan janji mereka yang akan pergi mengunjungi Tiffany hari ini. Jadi Alana memutuskan untuk mengirim pesan pada salah satu temannya tersebut.
To: Yuki
Yuki, sore ini ya jangan lupa. Aku jadi yang membawa buah-buahan untuk Fanny. Kalau kau mau bawa rotinya silakan, jangan lupa mesis dan selainya juga sekalian :)
Setelah selesai mengirim pesan, Alana kemudian mengambil piring kotornya, mencuci setelah itu dia kembali masuk ke dalam kamar. Pergi tidur.
***
Di kediaman rumah nan mewah. Zayn dan kakek Stefano sedang duduk dengan bertelanjang kaki. Di mana kedua pria itu sedang menikmati berendam dengan air hangat yang berada di sisi rumah. Sebuah sauna buatan dan juga kolam buatan untuk penghuni rumah bisa merilekskan dirinya sendiri.
Kakek Zayn; yang memiliki nama lengkap Stefano Hein Victor, merupakan seorang pria paruh baya dengan ketampanan dari masa mudanya masih tersisa. Kedua pria itu tampak sangat identik sekali, temperamen, raut wajah, dan kepintarannya dalam bidang apapun tampak seperti keduanya merupakan hasil kloning.
Sejak Zayn tahu kalau dia masih memiliki satu-satunya keluarga kandung, Zayn sudah bersiap dengan semua kemungkinan terburuk yang akan terjadi padanya. Sebuah penolakan.
Zayn sudah memasang sikap tak acuh pada dunia selama ini. Jadi jika dia pada akhirnya akan di tolak oleh satu-satunya keluarga yang dia miliki, Zayn tak perlu bersedih hati.
Namun faktanya ialah bukan saja dia di akui menjadi seorang tuan muda yang akan mewarisi sebagian aset dari Stefano Grup, sang kakek bahkan sangat antusias dalam menyambut dirinya.
Itu merupakan sebuah momen dimana bagi Zayn, senyuman bahagia serta pelukan milik sang kakek merupakan harta paling berharga yang akan dia jaga sepenuh hatinya. Itu juga lah alasan mengapa Zayn yang biasanya bersikap buruk terhadap orang asing, menjadi kalem seperti hewan buas yang sudah kehilangan cakarnya jika sedang berdekatan dengan sang kakek. Karena menurut Zayn hanya kakek Stefano saja yang bisa dia percayai dan mengerti dia.
"Bagaimana dengan keluarga angkat mu, Zayn?" Tanya pria paruh baya itu kemudian.
Zayn yang menetap ke kejauhan pada air jernih di bawah kakinya, tampak sedang melamun kan sesuatu.
"Zayn." Panggilnya lagi sambil menyadarkan pria dewasa itu dari melamun.
Zayn kemudian berpaling, menatap langsung pada wajah sang kakek yang diliputi kerutan, "mereka melakukannya." Katanya singkat, namun Stefano tampak mengerti maksud ucapan sang cucu.
Keluarga Hartono sudah memutuskan hubungan antara pihaknya dan Zayn. Harry terlalu tergesa-gesa mengusir Zayn tanpa lebih dulu mendengarkan penjelasan dari Zayn. Dan Zayn juga tidak mau di buat repot karena harus menjelaskan sesuatu yang tidak ingin mereka dengar. Jadi dia keluar dari kediaman Hartono dengan acuh tak acuh, meski cibiran frontal dari sang ibu angkat mengantar kepergiannya dari rumah tersebut.
Awalnya, Zayn berpikir mungkin dia akan merasakan sedih ataupun perasaan kehilangan karena harus pergi meninggalkan rumah di mana dia di besarkan. Nyatanya dia tidak. Sepertinya, mentalnya sudah terasah sedemikian rupa hingga perpisahan seperti itu tidak meninggalkan bekas apapun di hidupnya. Dan Zayn bersyukur akan hal itu.
"Kalau begitu, persiapkan dirimu tiga bulan lagi, Zayn. Kakek akan mengumumkan dirimu sebagai pewaris sah dan satu-satunya dari Stefano Grup untuk menggantikan aku." Beritahu kakek Stefano yang tidak mengejutkan lagi bagi Zayn.
Zayn mengangguk mengerti, "Aku tahu."
"Tapi sebelum itu ... Kakek mau kau terlebih dulu menikah sebelum pengumuman pengunduran diriku diberitakan."
Zayn menatap kakeknya dengan wajah terkejut, "apa?!"
"Nixon sudah menghubungi beberapa wanita dengan berbagai usia untuk kau pilih sebagai istri. Tak perlu terburu-buru, kakek akan memberimu waktu untuk menemukan pendamping hidupmu selama tiga bulan itu. Dan kakek harap, sebelum pengumuman itu disiarkan, kau sudah memilih seorang wanita untuk kau nikahi."
"Kakek!" Panggil Zayn tak percaya.
"Usiamu sudah hampir tiga puluh tahun. Sudah waktunya kau menikah. Pilih salah satu dari wanita-wanita itu... Atau kalau kau punya kekasih yang kau sembunyikan selama ini kau bisa mengenalkannya pada kakek lebih dulu. Kakek tidak akan mempermasalahkan siapa wanita itu yang ingin kau nikahi. Selama wanita itu berasal dari kalangan keluarga baik-baik dan dengan riwayat hidup tanpa masalah. Kakek bersedia menerimanya."
"Tapi aku baru saja memutuskan pertunangan dengan keluarga Admatja. Bagaimana jika...."
Sebelum Zayn selesai bicara, suara tegas kakek Stefano menghentikan suara keberatan sang cucu dengan sedikit ancaman, "jangan menggunakan alasan konyol itu di hadapan ku lagi. Kalau kau tidak menginginkan warisan mu, abaikan saja permintaanku barusan."
Zayn terdiam tanpa bisa berkata-kata.