Namaku Irawati Radivan. Aku adalah seorang anak tunggal dari keluarga sederhana yg berkecukupan. Tahun ini aku berumur 26 tahun dan aku sudah lama memasuki dunia kerja kira kira 4tahun yg lalu, dan posisiku adalah Sekretaris Direktur utama.
"Iraa... " panggil suara lembut itu.
"Iya bun.." jawab ku sambil menghampiri Bunda.
"Tolong ambilkan dompet bunda di atas kulkas." ucap Bunda saat ia melihatku.
Aku hanya membalas nya dengan sebuah anggukan dan buru buru menuju kulkas dan mengambil dompet bunda.
"Ini bun.." ucapku sambil memberikan Bunda dompetnya.
Ya beginilah keseharianku, pagi aku bangun dan membantu Bunda memasak lalu siap siap pergi ke kantor dan berangkat menggunakan motor metik berwarna hitam kesayangan Abah.
Setelah aku sampai di kantor tentu setiap orang yg ku kenal atau yg mengenalku akan menyapaku.
"Pagi Iraa.." sapa Dina saat aku bertemu dengannya di departemen nya.
"Pagi Dina." Sapa ku, dan masih banyak lagi.
Kudengar hari ini menjadi hari yg bersejarah, dimana akan terjadi pergantian direktur dan tentu aku harus kuat mental untuk menghadapi direktur baru itu. Katanya sih ia adalah anak direktur, tapi sampai sekarang aku belum pernah bertemu dengannya. Tapi aku yakin, ia masuk muda dan tentu keras kepala.
Hingga tepat jam 9 pagi seluruh karyawan disuruh untuk berkumpul di Aula. Setelah semuanya berkumpul, aku dapat melihat dari sosok pintu datang pria paruh baya berrambut setengah putih dengan keripun yg jelas terlihat dan walau senyum menghiasi wajahnya namun tatapan tegas masih terlihat jelas, ia adalah direktur utama sekaligus bosku yg selama 4tahun ini sudah ku anggap sebagai ayahku sendiri. Ia berjalan menuju ujung dimana aku berada, lalu ia menatapku sambil tetap tersenyum lebar.
Tak lama dapat kulihat seorang laki laki dengan tubuh tegap dibaluti jas mahal berwarna biru tua. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas karena ia membelakangi sinar. Ia berjalan dan berhenti di samping bosku dengan senyum tipis di bibirnya, dan tentu dengan jarak sedekat ini aku bisa melihat wajahnya.
Mataku melebar dan mulutku sedikit terbuka, tak percaya dengan apa yg baru saja aku lihat.
"Ada apa Iraa?" tanya bosku yg bernama Geovano.
"Tidak sir." jawabku saat mendengar pertanyaan tuan Vano.
"Hye nona. Senang bertemu denganmu lagi nona manis." ucap laki laki itu dengan senyum yg lebih lebar membuat para karyawan wanita menjerit. Oh Tuhan, dosa apa aku harus bertemu dan parahnya harus bekerja di bawah pimpinan laki laki gila ini.
Setelah sesi perkenalan, entah kenapa Tuan Vano memintaku untuk keruangannya. Jelas dengan sedikit rasa malas, aku memasuki pintu kayu itu.
Mereka berdua menatapku, siapa lagi kalau bukan Tuan Vano dan anaknya yg menyebalkan itu, uh.. aku membencinya.
"Iraa, kemarilah. Aku akan memperkenalkan kalian berdua." ucap Tuan Vano saat melihatku. Aku berjalan menuju mereka berdua dan berhenti tepat di depan tuan Vano.
"Erlangga Geovano Zier, dia anak laki laki ku. Dia anak kedua dan dia yg akan menggantikan mu. Dia sudah ku ajarkan yg perlu ia ketahui jadi kamu hanya perlu melaksanakan tugas seperti biasanya." ucap tuan Vano.
"Baik sir." ucapku.
"Ini Irawati Radivan, sekretaris papa yg paling papa sukai. Iraa adalah orang yg cekatan dan tegas, saking tegasnya papa sampai takut saat papa mau minum Wine dan dia sama seperti mamamu." ucap tuan Vano dengan candaannya. Aku hanya menanngapinya dengan senyum canggung dan dapat ku lihat dia membuat smrik di bibirnya.
"Angga." ucapnya sambil mengulurkan tangan.
"Iraa" ucapku membalas jabatannya.
Kurasa, ini adalah pertanda buruk.