Di dalam ruang osis yang besar dan sejuk itu, Gio masih melamun, sudah dua jam dia berdiam diri disana, dia sengaja tidak mau masuk kelas karena kelas pertamanya pagi ini ada Alejandra, biasanya Gio selalu bersemangat kalau dia kedapatan kelas dengan Alejandra, namun kali ini dia sedang tidak mau bertemu Alejandra.
Alasan Alejandra menghilangkan bukti bukanlah alasan utama Gio menjauhinya, itu karena Arion. Alejandra lebih memilih Arion.
"Wey."
Gio menoleh ke arah pintu yang terbuka, Dominic berjalan dan ikut duduk bersandar di sebelahnya.
"Lo tahu Alejandra gak mungkin sengaja kan, dia cuma ceroboh," ucap Dominic, dia menaruh paper bag Chipotle di atas meja, "nih makan, gue tahu lo gak bakalan ke kantin atau cafeteria."
"Thanks," jawab Gio tampa menoleh Dominic.
Dominic menarik nafasnya, "gak ada yang salah dalam kejadian ini, dan lo gak perlu nyalahin diri lo sendiri atau Alejandra, rencana gak selalu berjalan mulus."
Dominic menatap Gio lama, menunggu responnya, namun Gio tidak terlihat akan bilang sesuatu, bahkan mulutnya terkunci rapat, "yaudah gue pergi dulu, balik ini gue nganterin Alejandra ke rumahnya, dia gak bawa mobil."
Gio mengangguk lagi tampa melihat ke arah Dominic, kadang Dominic suka dibuat kesal oleh Gio ketika dia sedang seperti ini, namun kali ini Dominic malah prihatin.
-
"Wow," Blake mendaratkan pantantnya di kursi kantin dengan tangan yang membawa majalah baru sekolahnya, majalah itu langsung terbit hari ini.
Joao yang penasaran bertanya, "apaan tuh?"
Blake nyengir, memerlihatkan headline majalah itu, yang bertuliskan;
'ALEJANDRA LIAR OR TRAITOR?
"What about BOTH?" —Luna Langley.'
Tristan mengambil majalah tersebut dan membacanya, "Alejandra Panida, atlet lari dunia kebanggaan Elrond bahkan negara kita, hari ini membuat semua orang terkejut atas pernyataannya menghilangkan barang bukti yang bisa membebaskan Donny (anak bantuan sosial) dari Drop-Out. Menurut keterangan dari Julia Popken, barang bukti itu sudah ada di tangan Alejandra sejak dua hari yang lalu. Well, ternyata Julia salah memercayai orang," mata Tristan melebar setelah membaca artikel tersebut, "gue baru sadar kalau reporter majalah sekolah kita se bar-bar ini, i mean c'mon man! Harusnya Gio yang mereka serang."
Arion yang dari tadi diam menarik majalah tersebut dari tangan Tristan yang duduk di depannya, merobek halaman depan majalah itu, "majalah bodoh," ucapnya.
Lalu Arion berdiri dan menghampiri orang di meja sampingnya yang juga sedang membaca majalah sekolah, Arion merebut majalah itu dan kembali merobek halaman depannya. Orang-orang yang berada di kantin melihat semua yang dilakukan Arion, mereka semua diam.
Arion kembali mendekati seseorang yang sedang memegang majalah sekolah, dia menjulurkan tangannya, meminta majalan tersebut, orang itu memberinya, Arion kembali menyobeknya, Arion menatap orang-orang yang juga dari tadi merasa heran dengan tingkahnya.
"Kasih tahu sama reporter yang buat headline hari ini untuk nemuin gue, dan lo semua yang udah beli majalah sekolah, sobek halaman depan atau bakar majalahnya. Kalo gak, lo semua berurusan sama gue," ucap Arion dengan tegas seraya berjalan meninggalkan kantin.
Joao, Fernandez, Tristan dan Blake saling tatap, Fernandez terkekeh singkat dengan nada yang sarkas, "sekarang gue ngerti," Fernandez menggebrak meja dengan pelan.
Tristan nyengir, "Arion jatuh cinta sama Ale."
Blake mengangguk-angguk, "gue baru tahu Arion bodoh."
"Sebenernya dia cocok sama Ale," ucapan Joao barusan melihat semua temannya menatap Joao dengan kesal, "apa?" tanya Joao dengan Bratwurst yang baru masuk ke dalam mulutnya.
-
Alejandra menangis di pelukan Magui. Mereka berada di dalam kelas yang sudah kosong karena semua pergi ke kantin.
Suara dering ponselnya tidak dia hiraukan, walau itu adalah Arion yang menelfon, Arion juga sudah belasan kali mengirimi Alejandra pesan.
"Udah Ale, lo gak salah," ucap Magui yang masih berusaha menenangkannya.
"Gue salah Mags, gue emang gak bisa dipercaya, gue malu Mags gue gak mau sekolah lagi," Alejandra berkata dengan terbata di dalam pelukan Magui.
Magui ikut sedih, "ini bukan kesalahan lo, emang bukan semestinya aja, mungkin Tuhan berkehendak lain dari kita semua."
Russel tiba-tiba muncul dan duduk di sebelah mereka, "lo jadi headline majalah hari ini," ucapnya kepada Alejandra.
"Gue tahu," jawab Alejandra tampa melihat Russel, "bilangin ke Gio gue minta maaf."
Russel mengangguk walau Alejandra tidak melihatnya, Russel berpaling menatap Magui, "kamu udah makan?"
Magui menggeleng.
Alejandra melepaskan pelukannya dari Magui, "lo makan aja Mags, gue gapapa disini sendiri."
"Enggak, gue lebih baik kelaparan daripada ninggalin sahabat gue yang lagi sedih," Magui memegang tangan Alejandra.
Magui menatap Russel, "kamu makan aja duluan, aku gak akan ninggalin Ale."
Russel tersenyum dan mengangguk, "yaudah nanti aku bawain makanan," ucap Russel dengan menepuk pundak Magui.
Alejandra tersenyum dengan air mata yang masih menetes, "makasih Mags," ucapnya.
Magui mengangguk, "gue akan selalu bersama lo sampai akhir."
-
Dominic berjalan di koridor bersama Alejandra sepulang sekolah untuk mengantarnya pulang, tatapan orang-orang yang melihat mereka tidak dihiraukan Dominic. Untuk melindungi Alejandra, Dominic meminjamkan hoodienya agar Alejandra dapat menyembunyikan wajahnya yang sembab.
Saat sudah sampai di parkiran, Dominic membuka pintu mobil Bugatti Divo-nya untuk Alejandra masuk.
"Mau langsung kerumah?" tanya Dominic.
Alejandra menggeleng, "ikutin motornya Arion, gue mau ketemu dia sebentar," jawab Alejandra.
Dominic mengangguk dan menjalankan mobilnya, selama di perjalanan Alejandra banyak diamnya walau Dominic membuka topik pembicaraan.
"Gio emang keras, tapi yang harus lo tahu, dia bakalan selalu menganggap lo sebagai sahabat," kata Dominic.
"Gue rasa enggak, gue baru sekali liat Gio begini, Dom," jawab Alejandra yang tidak berpaling menatap jalanan.
Dominic tentu tidak mau persahabatan Gio dan Alejandra jadi retak, dia harus kerahkan seluruh tenaganya untuk menjaga pertemanan mereka berdua.
"Tuh Arion udah stop," Alejandra menunjuk motor Arion dan motor teman-temannya, namun kali ini Blake membawa mobil dan dia keluar bersama Luna.
Alejandra mengernyit kita melihat Luna keluar dari mobil Blake dan masuk ke dalam basecamp mereka.
Dominic juga memerhatikan, "kita tunggu sebentar disini," ucapnya, kalau mereka langsung ikut masuk takutnya mereka kesal karena diikuti.
Setelah beberapa menit menunggu di mobil, akhirnya Alejandra turun sendiri.
"Lo gapapa sendiri?" tanya Dominic.
"Gapapa, nanti kalo mereka lihat lo bisa-bisa berantem," jawab Alejandra.
Dominic mengangguk, namun dia tidak menuruti kata Alejandra.
Alejandra berjalan masuk ke dalam, mereka semua terkejut melihat Alejandra, bahkan Luna yang sedang mengeluarkan makanan dari kulkas kaget melihatnya.
"Al?" Arion langsung mendekatinya, "lo ngapain kesini?"
"Gue mau bicara sama lo," jawab Alejandra dengan nada lembut.
Arion terdiam sebentar lalu mengangguk, "iya, ngomong apa?"
"Maaf gue gak angkat telfon atau bales pesan lo," Alejandra tidak menghiraukan teman-teman Arion yang menatap mereka, "tapi gue mau tanya, malem itu, apa lo masuk ke kamar gue?"
Jantung Arion bergedup dengan cepat, padahal saat merencanakan itu semua Arion harusnya sudah berani untuk menjawab Alejandra. Tapi dia malah jadi begini, takut untuk menjawab pertanyaan itu.
Alejandra menatap Arion, "jawab Arion?" pintanya kembali.
"Aduh udah deh!" Luna berteriak dan melangkah lebar menuju Alejandra dan Arion yang ada di depan pintu, "Arion yang ngambil CD itu di kamar lo," jawab Luna.
Luna menjauhkan tubuh Alejandra dan Arion, "ini semua rencana kita untuk menangin Blake di persidangan dan kalau lo pikir Arion ngedeketin lo, itu semua salah, dia deketin lo, itu adalah bagian dari rencana dan asal lo tahu," Luna mendorong pundak Alejandra, "Arion sama Gue gak pernah putus, jadi jangan ngerasa diri lo spesial di mata A—"
"DIEM LUNA!" bentak Arion yang sudah tidak tahan dengan mulut Luna.
Air mata Alejandra jatuh karena tidak bisa menahan keterkejutan yang berasal dari mulut Luna, dia benar-benar tidak menyangka Arion akan melakukan hal seperti ini kepadanya, Arion yang begitu dipuja-pujanya, Arion yang selalu dikejarnya selama ini.
"Apa itu bener, Arion?" tanya Alejandra nyaris tak terdengar karena suaranya serak dan tertahan agar isaknya tidak pecah, "jawab!" paksa Alejandra dengan mengguncangkan tubuh Arion.
Arion menarik nafasnya dan mengangguk pelan, "awalnya emang begitu Al, tapi—"
"Udah," potong Alejandra dengan menarik nafasnya, Alejandra menatap langit-langit dengan mengerjapkan matanya, "thanks atas permainan lo, kalian semua berhasil, kalian menang," ucap Alejandra, lalu dia berpaling dan berjalan keluar dari sana.
Arion menyusulnya dan menahan tangan Alejandra saat dia sudah berada di depan pintu, "Al tunggu."
Alejandra menghempaskan tangan Arion, dia menatap Arion dengan kengerian yang menjalar, "lo tahu dengan jelas gue cinta sama lo, Arion."
Akhirnya Alejandra mengatakan sesuatu yang telah lama ada di benaknya, "kalau lo gak cinta sama gue silahkan jauhi gue, lo gak perlu seperti ini, semua tujuan lo untuk membuat gue merasa gak berguna dan bodoh itu semua berhasil, selamat," Alejandra meninggalkan Arion dengan langkah besar.
"Al, tunggu Al!" Arion masih ingin mengejarnya, namun Dominic yang tadi mengintip dan mendegar semuanya muncul dari balik dinding.
Dominic langsung memukul wajah Arion dengan keras, "ANJING!"
Alejandra yang tadinya ingin masuk mobil menoleh melihat Dominic sedang memukuli Arion, bahkan teman-teman Arion ikut keluar. Alejandra berlari untuk menarik Dominic, "Dom udah ayo kita pulang."
"Kalian semua banci!" Dominic murka, "tunggu karma yang bakalan dateng ke lo semua cepat atau lambat, manusia busuk!" Dominic meludah, menandakan dia sangat jijik dengan mereka.
"Udah-udah," Alejandra menarik tangannya dan mengajaknya ke dalam mobil.
Arion yang terguling di lantai masih menatap Alejandra dari jauh, saat Alejandra masuk ke dalam mobil, mata mereka bertemu lagi, namun Alejandra dengan cepat memutus kontak mata mereka.
Terkadang sebuah rencana tidak berjalan lancar, dan itu memang mengecewakan.
TBC