Chereads / Chasing The Cloud / Chapter 3 - Sejarahnya

Chapter 3 - Sejarahnya

Hujan mengguyur kota Wolfsburg tampa jeda, Alejandra mengelus puncak kepala Magui yang sedang menangis. Mereka, Montana Cartel, dan Alejandra memutuskan untuk pulang lebih cepat karena cemas akan Magui, karena para supir mereka dipesan untuk jemput sesuai jam pesta selesai, maka Giovani memesan limousine untuk mereka pulang.

Magui menutup wajahnya yang dibanjiri air mata, Piolo memandangnya dengan raut wajah kasihan.

"Emang tadi, Tristan bilang apa aja ke dia?" tanya Alejandra kepada mereka.

Piolo menggeleng, "gak tahu, gue gak sempet denger."

"Apapun yang dia bilang, pasti itu bukan sesuatu yang baik," sambung Dominic.

Gio dan Marcus mengangguk setuju.

"Mereka memang selalu kelewatan," Gio menatap Alejandra yang masih mengelus Magui.

Magui berkata dengan nafas tersenggal, "katanya, gue dapet baju ini karena ngelayanin om-om," ucapnya dengan terisak.

Brak!

Suara dentuman keras terdengar dari dalam limousin itu, karena Russel baru saja memecahkan sebotol champagne yang dia lempar ke jendela, sangking kesalnya.

"Kalo seandainya membunuh gak berdosa, udah gue bunuh duluan Si Tristan!"

"Kenapa sih, ada orang begitu? yang nganggep kalau orang lain yang gak punya kuasa bisa mereka injak-injak?" Alejandra tidak habis pikir.

Gio menatapnya, "itu adalah kepuasan tersendiri untuk mereka, Al. Mereka pikir, orang kecil ga pantes berada satu lingkungan sama mereka, alasannya gak akan pernah habis, bermacam-macam."

Marcus mengangguk, "dulu, gak ada yang namanya Montana Cartel atau Gypsy Joker, dulu kita semua satu, tapi saat sekolah buka program bantuan sosial untuk murid yang pintar dan berbakat, kita mulai terpecah belah, puncaknya saat Piolo diterima masuk kelompok kita sama Giovani," jelas Marcus panjang lebar.

"Arion ngamuk sampe ngancurin mobil Piolo, dia bilang, orang yang kaya Piolo gak seharusnya jadi salah satu dari mereka, tapi ada yang memihak Arion juga dan sejak itu, Arion memutuskan untuk membagi dua kelompok kita, sebenernya motor dan mobil cuma label, tapi yang sesungguhnya, ini tentang pandangan orang-orang," sambung Russel.

Alejandra diam, mencerna cerita dari Marcus dan Dominic, ternyata sebenci itu Arion dan teman-temannya kepada Slummy-Blood seperti Magui dan Piolo, "terus gimana cara berhentiin semua ini?"

Giovani mengangkat kedua bahunya, "gak tahu, kita udah coba berbagai cara, tapi tetap aja tumbuh lagi, karena yang seperti Arion gak sedikit, orang-orang yang udah kaya sejak lahir dan salah didikan pasti menganggap orang menengah kebawah lebih kecil dari mereka."

"Bahkan, udah banyak cara yang dilakukan Arion dan yang lain untuk ngelengserin Gio dari bangku ketua osis," Piolo berbicara dengan tangan yang dilipat di depan dada, "dan gue yakin, kalau dia berhasil, program bantuan sosial akan dia tutup dengan segala cara."

Mendengar semua itu, Alejandra benar-benar tidak habis pikir, dia bingung dengan segala sifat seperti itu, sedangkan manusia semuanya sama. Andai Arion dia dapatkan, Alejandra akan berusaha sekuat tenaganya untuk menyadarkan dan mengubah sifat Arion.

-

"Hoi!" teriak Gio saat dia berhasil memarkirlan mobilnya di sebelah mobil Alejandra.

Alejandra yang baru saja turun, kaget, "ih orang gila."

Gio dengan cepat juga turun dari mobil sport berwarna kuningnya, "gak sama Magui?"

Ale menggeleng, "Magui gak masuk, dia bilang gak enak badan," jawab Alejandra dengan nada sedih.

Mereka berjalan bersama untuk masuk ke dalam lobby sekolah mereka.

"Gue lagi kosong pagi ini, Marcus, Dom, Russel sama Piolo mereka ada kelas semua, enaknya gue kemana ya?" tanya Gio meminta saran.

Alejandra menoleh, tersenyum jahil, "tetep di sekolah, cari cewek yang sesuai tipe lo."

Gio menoyornya, "gue kan minta cariin sama lo bego."

"Enakan lo cari sendiri aja deh, gue males jadi mak comblang, nanti giliran ada masalah ngadu ke gue terus, gue aja jomblo!" bela Alejandra dengan sewot.

Gio menarik nafasnya lelah, "iya deh gue gak akan nyusahin lo kalo gue pacaran!" dia menepuk pundak Alejandra, kemudian dia menautkan tangan kirinya dengan tangan kanan Alejandra, mengajaknya untuk berdoa, "yuk berdoa."

Alejandra mengangguk dan berdoa bersama Gio, benar-benar setiap hari dilakukannya seperti ini sejak mereka masuk SMA, kemudian mereka akan saling bertanya, apa yang didoakan tadi, mereka berdua percaya hal itu akan terkabul.

"Udah?" tanya Gio.

Alejandra mengangguk, "udah. Apa doa lo pagi ini?" tanyanya.

Gio nyengir jahil, "biar lo move on dari Arion!" bisiknya di telinga Alejandra dengan kuat.

Seperti biasa, Alejandra memukulnya, "gue masih berjuang ya!"

"Iya gapapa lo masih berjuang, asal lo jangan ganggu hubungan dia sama Luna," ingat Giovani.

Luna Langley, Alejandra hampir lupa kalau sebenarnya Arion mempunyai pacar, Luna sama dengan Arion, sama-sama membenci Slummy-Blood, dan Luna membenci Alejandra, dan dia tahu itu dengan betul.

Hubungan Luna dan Arion masih berjalan setelah tiga bulan ini, tentu saat mereka jadian, Alejandra mengurung diri di dalam kamar dan menangis sejadi-jadinya. Namun, sesedih apapun dia, Alejandra tidak pernah mengganggu hubungan Arion dan Luna, bahkan saat itu Alejandra menahan untuk tidak berbicara kepada Arion selama dua minggu sebelum Arion menegurnya duluan.

Alejandra tersenyum kepada Gio, "gue gak akan gitu kali."

Gio mengangguk, mengusap puncak kepalanya, "bagus deh, doa lo apa?"

"Gue cuma berdoa agar Magui sembuh hari ini," jawab Alejandra dengan tersenyum penuh arti.

Gio pun begitu, dia sangat suka dengan sifat Alejandra.

"Gue duluan ya!" Alejandra berlari kecil meninggalkannya seraya melambai kepada Gio.

Gio mengangguk dan membalas lambaiannya, kemudian dia membuka group chatnya, untuk mengabari gangnya.

MONTANA CARTEL (5)

Giovani Aguino : gue nunggu kalian di kantin nanti pas istirahat, sekarang gue mau ke lapangan indoor-3, mau main basket.

Russel Reyes : pr lo jangan lupa.

Marcus Gallo : iya ini hari senin, pr statistik ada gak, kalo ada buruan kerjain di perpus!

Dom Pascual : jngn ribut bosque, guru udah datang, Piolo lagi fokus.

Giovani terkekeh, teman-temannya memang sangat mengenal dirinya, dan semua itu sudah lebih cukup untuknya.

-

Akhirnya, setelah berjam-jam bermain basket, waktu istirahat sudah tiba, Gio dan teman-temannya sudah duduk menyantap Bratwurst kesukaannya di kantin.

"Magui gak sekolah?" tanya Russel dengan masih mengunyah.

Gio mengangguk, "kwatha Alhewjandrha di—"

Piolo menepuk bahunya, membuat perkataannya terpotong, "kunyah, telen, baru ngomong!"

Gio terkekeh, dia langsung melakukan yang disuruh Piolo lalu menjawab Russel, "iya, kata Ale dia sakit."

Raut wajah Russel berubah cemas.

Marcus menyikutnya, "kenapa? lo suka sama Magui?"

"Gue kasihan, bayangin kalo kita di posisi dia," jawab Russel, membuat mereka semua terdiam, "cuma mau lulus dari sini, tapi susahnya minta ampun, padahal otak kita udah sanggup banget!"

Marcus mengangguk, topik seperti ini sudah makanan setiap hari mereka.

"BRENGSEK! LO NGAKU DONG KALO MALING KARTU ATM GUE!"

Gio dan yang lain terkejut, seisi kantin pun terkejut, termasuk Alejandra yang sedang makan dengan teman sekelasnya. Mereka mendekat dan membuat kerumunan di antara Blake dan salah satu anak bantuan sosial yang sekarang terduduk di lantai karena pukulannya.

"Blake, apa-apaan ini?" Gio mendatanginya dengan cepat.

Blake menatap Gio tidak senang, "gak usah ikut campur lo."

"Gue ketua osis, gue bisa kasih lo poin, kalo lo gak jawab pertanyaan gue!"

"Dia maling kartu ATM gue!" akhirnya Blake menjawab dengan terpaksa.

Gio membantu anak itu berdiri, namun, Arion dengan cepat menepis tangannya, "gak usah ikut campur, pahlawan," dia menatap teman-temannya, "geledah dia," suruhnya kepada anak bantuan sosial itu.

Langsung saja anak itu digeledah, dan Blake menemukan kartu ATM nya di dalam saku celana anak itu.

Fernandez tertawa mengejek, "lo semiskin apaan sih sampe maling kartu ATM orang?"

"Minta aja dong, pasti kita kasih, asal lo nyium sepatu kita," kata Tristan yang disambut tawa orang-orang.

"Lo seharusnya jadi ketua osis, harus tutup program ini, biar gak ada masalah kehilangan lagi!" Joao menendang anak itu.

"Iya setuju!" jawab murid yang lain, disambung murid yang lainnya lagi, namun tidak sedikir juga yang hanya diam, yang berbeda aliran dengan mereka.

Gio paham betul, sekali saja dia salah langkah menjadi ketua osis, sekolah ini benar-benar akan terbelah dua.

"DIEM!" bentak Gio.

Semua diam, memandang Gio dengan serius, Gio menarik nafasnya dan berbicara, "selagi gue masih menjabat sebagai ketua osis, gak akan ada yang namanya penutupan program bantuan sosial, petisi dalam bentuk apapun gak akan gue setujui mengenai penutupan program ini, selagi gue jadi ketua osis, semua orang akan disidang dengan adil. Sekarang, Blake dan," dia melihat anak itu dan bertanya, "siapa nama lo?"

"Donny," jawab anak itu dengan takut.

Gio mengangguk, "Blake dan Donny, ikut gue ke ruang pengadilan sekarang," dia kembali menatap kerumunan, "bubar semuanya!"

Blake yang kesal, menendang meja kantin dan menumpahkan gelas yang berisi air minum salah satu siswa.

-

Alejandra berjalan lesu menuju parkiran, matanya melihat gang Gypsy Joker sedang tertawa dan bergurau di tempat parkir khusus mereka, matanya bertemu dengan Arion.

Alejandra hendak memutuskan kontak matanya dengan Arion jika saja lelaki itu tidak berjalan ke arahnya.

"Al," panggil Arion yang sedang menuju ke arahnya.

Alejandra salah tingkah, "eh, kenapa?"

"Lo bawa mobil ya? apa sama supir?" tanya Arion.

"Bawa mobil sendiri, kenapa?"

Arion menggaruk kepalanya, ragu untuk bilang, "gapapa, deh gue tadinya mau nawarin lo pulang bareng, soalnya mau minta tolong lo pilihin sepatu running yang bagus buat Claudia, adik gue, tapi lo udah bawa mobil sendiri."

Jantung Alejandra berdegup kencang mendengarnya, namun dia juga bingung, "emangnya Luna gak marah?"

"Luna sama gue lagi break," jawab Arion, "lo ngertilah, Luna orangnya sensitif jadi gue agak serba salah."

Alejandra mengangguk dan tersenyum tipis, "sorry," ucapnya, padahal ada suatu kelegaan di dalam hatinya, "btw, ukuran kaki adek lo berapa?"

"Tiga tujuh," jawab Arion dengan senyuman, "dia lagi latihan mau jadi atlet lari gitu juga."

"Oh gitu, yaudah gue pulang ini mau ke mall kok sekalian beli makanan buat Magui, nanti gue beliin sepatu buat adek lo."

Arion meninggikan alisnya, "serius?" tanyanya.

Alejandra tersenyum, "iya gapapa, anggap aja tanda penyemangat gue untuk dia."

Tiba-tiba saja, Arion memeluknya, "thanks Al!" ucapnya, lalu beberapa detik kemudian, dia melepas pelukannya.

Alejandra masih mematung di tempatnya, "sama-sama," balasnya terbata.

Arion lelambaikan tangan kepadanya, dan Alejandra melanjutkan jalannya, dia tersenyum tampa henti.

"Apa sesuatu yang lo kejar akan menghampiri lo sendiri saat lo berhenti ya?" tanyanya pada diri sendiri dengan senyuman yang masih belum pudar.

TBC