Chereads / Chasing The Cloud / Chapter 2 - Awal Yang Pahit

Chapter 2 - Awal Yang Pahit

Gio keluar dari Starbucks dengan membawa dua minuman dan dua cake kesukaan seorang gadis yang akan ditemuinya, AirPodsnya masih terpasang di telinga kanan dan kirinya, saat dia memasuki mobilnya, lagu itu berganti.

Beauty queen of only eighteen she

Had some trouble with herself

Gio ikut bernyanyi sembari menjalankan mobilnya.

He was always there to help her, she

Always belonged to someone else

Saat menyanyikan lirik itu Gio terkekeh dengan mendengus pelan. Sungguh kenyataan yang pahit.

Tidak lama Gio sudah sampai di tempat tujuannya, pusat olahraga kota, Gio turun dari mobilnya, musiknya masih bermain.

I drove for miles and miles and wound up

At your door

I've had you so many times but somehow I want more

Gio masuk ke dalam stadion yang mengarahkannya pada track field, Gio melewati lorong gelap itu namun beberapa detik kemudian sinar matahari sore membutakan matanya sebentar, dan terlihatlah gadis itu sedang berlari mengelilingi lapangan, namun seolah menyadari kehadiran Gio, Alejandra menoleh dan tersenyum sembari melambaikan tangannya.

I don't mind spendin' everyday

Out on your corner in the pourin' rain

Look for the girl with the broken smile

Ask her if she wants to stay awhile

And she will be loved, and she will be loved

Gio terpaku, namun sesaat kemudian dia balas tersenyum juga dan menunggu Alejandra datang kepadanya.

-

Alejandra berlari sekencang mungkin di track field sekolahnya, sudah berpuluh-puluh lap dia lewati, dan ini adalah lap terkhirnya.

Prrrriiittt!

Suara peluit kencang menghentikan larinya saat dia pas berada di garis finish, Alejandra langsung mengatur nafasnya.

"Kalo mau ngalahin Sarah, lo harus cepet tiga detik lagi dari dia," Giovani menunjukkan stopwatch di Apple Watchnya ke arah Alejandra, "menurut perhitungan gue."

Alejandra melihatnya dengan kesal, "oh really! tiga detik itu malapetaka buat pelari, Gio!" Alejandra menepis tangan Gio dengan pelan.

Gio terkekeh, "hahaha, makanya jadi basketball player aja, pusing-pusing deh lo mikirin kaki lo yang kerasnya udah kayak batu," Gio mengulurkan tangannya untuk mengajak Ale berdiri dan duduk di ujung track, "sekeras hati Arion."

"Ih apasih! selalu aja kalo latihan sama lo pasti gue dibikin kesel!" Alejandra memukul Gio.

"Aduh, jangan gitu dong nanti gue ga bisa dateng di pesta lo gara-gara ke rumah sakit!"

Alejandra memandangnya dengan kesal, "bodo amat!" ucapnya seraya berdiri, "lo selalu ngolok-ngolok gue karena masih ngarepin Arion, gue males dengernya."

Gio ikut berdiri, "tungu gue dong Ale, jangan ngambek!" kekeh Gio seraya berlari kecil mengejar Ale.

Saat sudah sejajar langkah dengan Ale, Gio merangkul pundaknya, "menang atau kalah lo nanti, lo selalu jadi champion bagi gue kok."

Perkataan Gio membuat Alejandra tersenyum.

"Asal lo berhasil cariin gue pacar kali ini," lanjut Gio dengan tertawa lebar yang dihadiahi jitakan di kepala oleh Alejandra.

"Kalo aja lo bukan sahabat gue, udah gue hajar muka lo!"

Gio nyengir, "jangan dong, nanti gak ganteng lagi."

-

Pesta di cafe itu berlangsung sangat meriah, seluruh murid sekolah hadir dan guru-guru juga.

Kepala sekolah memang mengadakan pesta untuk kemenangan Alejandra dan prestasi murid-murid yang lain dalam pekan olahraga sekolahnya.

Alejandra baru saja diantar sopirnya dan turun dari mobil Bentley-nya bersama Magui.

Magui adalah sahabat terbaiknya, walau dia anak dari bantuan sosial (orang menengah kebawah) Alejandra sama sekali tidak memandangnya berbeda dari dirinya dan anak-anak yang lain. Dia dan Magui benar-benar saling menyayangi seperti saudara sendiri.

"Aleeekk!"

Teriakan itu menghentikan langkah Alejandra dan Magui saat akan masuk ke dalam cafe, mereka menoleh, ternyata Gio bersama Montana Cartel di belakangnya memanggil Alejandra.

Alejandra memutar bola matanya, "sekali lagi lo panggil gue Alek-Alek, gue potong rambut lo yang jelek itu."

"Hahahahaha," tawa Gio dan teman-temannya.

"Gue mau ngasih ini nih," Gio dan teman-temannya menyingkir agar ajudan mereka bisa lewat dengan membawa buket bunga raksasa, "buat lo khusus!"

Langsung saja raut wajah Alejandra berubah senang, Gio dan Montana Cartel memang selalu tahu cara membahagiakannya.

"Seneng kan lo?" tanya Marcus yang memakai tuxedo dan celana pendek yang senada.

Russel menyambung, "seneng lah, kaya gak tau Ale lo."

Alejandra memeluk buket itu, "makasih ya Gio dan para musketeers!"

Gio tersenyum miring, "fotoin dong!" pintanya pada Magui yang langsung mengangguk.

Semua teman-temannya mendekat, dan Gio mendorong mereka, "heh! gue sama Alejandra berdua dulu!" ucapnya kesal.

"Yaelah cepetan dong! nanti kalo dia udah bener-bener jadi orang sibuk susah mau foto sama dia!" ucap Marcus dengan menendang bokong Gio.

Jangan khawatir, celana Gio tidak akan kotor, tentu tidak karena Marcus selalu memakai sepatu baru setiap menghadiri pesta, bahkan dia tidak akan memakai sepatu yang sama sebanyak tiga kali.

Magui memotret mereka berdua, karena buket terlalu besar dan ada dua, jadi Ale dan Gio berbagi buket.

"Dah bagus banget, yuk masuk!" ajak Gio.

"Lah kita kapan foto juga bego!" Dominic teriak.

Alejandra tertawa melihat tingkah gangster sekolahnya yang seram di luar tapi konyol di dalam ini.

"Iya sorry gue lupa!" dia berkata dengan geram dan menarik baju Dominic, lalu wajahnya beralih ke Magui, "suruh ajudan gue aja, lo ikut foto sini," ajaknya pada Magui.

Dari kejauhan, Gypsy Joker memandang mereka dengan jijik, karena melihat Magui dan Piolo, mereka berdua adalah golongan anak dari bantuan sosial, Gypsy Joker menyebut mereka Slummy-Blood (darah kumuh).

-

Alejandra sedang berbincang-bincang dengan guru saat seseorang memanggilnya lagi, namun kali ini, itu adalah orang yang benar-benar dia harapkan untuk bertemu setiap harinya.

"Hei champion!" tegurnya.

"Oh, hai Arion," sapa Alejandra dengan gugup, dia merapikan rambutnya yang tidak berantakan, ingin serapi mungkin di depan Arion.

Arion tersenyum mengulurkan tangannya, "congrats! lo bener-bener menakjubkan di track field kemarin."

Alejandra menyambut tangannya dengan senang hati, "makasih Arion."

Mereka berdua saling tatap dengan tangan yang masih bertautan.

"Ehem." batuk kanji yang dibuat-buat oleh Giovani membuat mereka berdua terkejut dan menoleh ke arahnya.

"Gio?" ucap Alejandra dengan pelan, dia mengernyit, dalam hatinya Alejandra berkata, 'ih ni anak ngeselin bangeeeet!'

Arion menatap Gio dengan senyum miring, "heeeey pahlawan," katanya dengan nada sindiran yang menyebalkan.

Gio tersenyum miring, "gimana sekte aliran sesat lo?" tanya Gio tak kalah menyebalkan.

"Ihh kalian apaan sih!" lerai Alejandra langsung, "dimana-mana berantem," dia melihat Gio, "lo lagi, apaan sih?"

Arion menoleh kepada Alejandra, "Ale, gue duluan ya sampe ketemu di sekolah," ucapnya seraya berjalan meninggalkan Alejandra dan Gio.

Alejandra tersenyum dan mengangguk, sejurus kemudian dia mencubit Gio.

"Lo bener-bener gak bisa liat sahabat lo bahagia ya?!"

Gio meringis, "gue malah menyelamatkan lo untuk gak tenggelam di lubang buaya," jawabnya dengan santai dan mengacak kepala Alejandra.

Alejandra menyingkirkan tangan Gio dari atas kepalanya, "iya, tapi gue juga pengen keluar dari kandang harimau kayak lo."

"Harimau kaya gue cuma satu di dunia Alejandraaaaaa," panggilnya pada Alejandra yang berlari kecil meninggalkannya.

-

"Heeey cantik."

Magui berjalan mundur saat gang Gypsy Joker mendekatinya di taman cafe belakang, tadinya dia habis menelfon ibunya untuk mengabari jam berapa dia pulang, saat Joao tiba-tiba mengambil ponselnya dan mematikan sambungan telfon.

"Joao, please balikin ponsel gue," pintanya dengan air mata yang hampir tumpah.

Joao membuat raut wajahnya sedih, "aww, kalo hape ini gue hancurin, ga bisa beli lagi ya?" ucapnya dengan nada sedih yang dibuat-buat.

"Nanti gue beliin yang baru sayang, kalo lo mau nyuapin gue makan," rayu Tristan yang disambut tawa teman-temannya yang lain.

Tristan mendekat ke arahnya, Magui semakin berjalan mundur dan sialnya dirinya sudah mentok menabrak dinding. Air mata Magui perlahan tumpah.

"Kenapa sih, Slummy-Blood selalu nangis?" Tristan berkata pelan di telinga Magui, dia beralih ke pakaian Magui, "bajunya pasti dibeliin Alejandra, atau lo melayani om-om?"

Perkataan Tristan tentu sangat menyakiti hatinya, padahal dia membeli baju ini dengan uang tabungannya sendiri, khusus dipakainya untuk pesta bersama Alejandra.

"MINGGIR LO BRENGSEK!"

Piolo yang tiba-tiba datang dengan teman-temannya yang lain, langsung mendaratkan pukulan keras ke wajah Tristan.

Tristan tersenyum miring dengan memegang darah di ujung bibirnya, "ternyata Slummy-Blood punya solidaritas yang kuat ya."

Piolo tidak menanggapinya, dia langsung mengamankan Magui dan merebut ponsel Magui dari tangan Joao.

"Ayo guys balik kita anter Magui," ajak Dominic.

"Kenapa? lo takut ribut sama kita?" Blake mendekat ke Dominic.

Dominic menunjuk Blake, "kalo lo beneran mau berantem, pilih tempat sepi dan jangan malu-maluin nama sekolah," Dominic tersenyum, dia mengusap jas yang dikenakan Blake, "oh atau lo gak akan mau, karena nama lo bakal tercemar dan guru-guru yang lo tipu selama ini gak akan percaya lagi sama lo."

Blake menepis tangan Dominic, "gue gak takut, silahkan lo urus temen-temen darah kumuh kesayangan lo itu."

Dominic menoleh kepada teman-temannya dan mengode agar pergi dari sana, Russel menendang pohon yang berada di sebelah Blake, membuat Blake mengerjap, lalu dia mengejek Blake.

"Banci!" teriak Russel.

Fernandez yang dari tadi menahan tinjunya, berkata dengan geram, "gue bakalan basmi seluruh Slummy-Blood itu suatu hari."

"Itu memang tujuan kita, Fernandez," Arion muncul dari balik dinding dengan tersenyum licik.

TBC