Chereads / 13 Days To Love Me / Chapter 15 - Pengakuan Leo

Chapter 15 - Pengakuan Leo

Day 11

Malam ini, Zie sedang membereskan piring-piring yang dipakai makan malam tadi bersama—Kayla—Mama Marco. Sekalian besok Zie ingin berpamitan karena akan kembali pulang ke rumahnya.

"Tante, makasih banyak ya udah bolehin Zie tinggal lama disini," kata Zie memulai pembicaraan.

Kayla yang sedang menyusun piring-piring menoleh kepada Zie dengan tersenyum, "sama-sama sayang, semuanya gak masalah kok, Marco kan juga tambah seneng," kata Kayla.

Zie jadi terpikir soal pertunangan itu, ah kenapa harus seperti ini keadaannya, dia benar-benar tidak tahu harus apa. Zie tersenyum, pandangannya menangkap cincin yang dipakai Kayla di jari kirinya, "cincin tante bagus banget," puji Zie.

Kayla mengikuti arah pandang Zie, dia menatap cincin berlian safirnya, "oh, ini cincin warisan keluarga, sejak nenek buyutnya Marco, papanya Marco melamar tante pake cincin ini, udah turun temurun," Kayla terkekeh pelan, lalu dia menatap Zie, "kalau keluarga Robert melamar pakai cincin ini, tandanya mereka direstui," jelas Kayla.

"Oh," angguk Zie mengerti sembari ber-oh ria.

Kayla menatap Zie dengan pandangan tak terbaca, sejurus kemudian, Kayla menggengam tangan Zie, "tante selalu berharap, saat tante memberikan cincin ini ke Marco, orang yang memakainya adalah kamu, Zie."

Zie terdiam tidak tahu harus bicara apa.

"Kamu sudah mengembalikan Marco lagi, dulu, dia gak seperti ini, anaknya dingin banget setelah patah hati," Kayla mengelus pundak Zie, "tapi gak usah dipikirin banget ya omongan tante, gak ada yang bisa menyalahkan keadaan, tante harap, kamu bahagia selalu," Kayla tersenyum,  mengatakan itu dengan penuh harap, kemudian dia menarik Zie kedalam pelukannya.

"Makasih tante," kata Zie dengan menahan tangisnya, tidak bisa dia pungkiri, semua ini benar-benar membuatnya sedih, Kayla sungguh baik dengannya sejak dulu, Kayla selalu menganggap Zie seperti anaknya sendiri juga, kalau saja Zie bisa mengubah semua ini, pertunangan ini, Zie sudah dengan pasti akan selalu bersama Marco dan keluarganya.

- 13 Days to Love Me -

Zie sedang membereskan semua baju dan barangnya di kamar Kiera Mackenzie, orang yang punya kamar masih di luar, berkumpul dengan teman-temannya.

Zie tidak tahu kalau sedaritadi Marco berdiri di pinggir pintu sambil menatapnya sedih. Marco seharian ini banyak diamnya, karena memikirkan Zie, dan bagaimana dia bisa menghentikan pertunagan itu. Sungguh Marco tidak ingin kehilangan cintanya lagi, semua kesalahan itu tidak akan Marco ulangi.

Marco memberanikan masuk ke dalam kamar, mendekati Zie, "Zie," panggilnya pelan.

Zie menoleh, wajah dan mata Zie juga memancarkan kesedihan, "iya Marco?"

"Apa kamu harus pergi juga?"

Kata-kata Marco membuat Zie tidak bisa menahan tangisnya, airmatanya meluncur begitu saja membasahi pipinya, Marco semakin mendekat dan menghapus air matanya.

"Zie," panggil Marco lagi dengan lembut, "kamu selalu bisa nangis sepuas yang kamu mau kalau kamu bersama aku," Marco menarik Zie kedalam dekapannya dan mengelus kepala Zie dari belakang dengan tangannya, "tapi kalo aku gak bersama kamu lagi, jangan nangis ya, karna gak ada aku yang bisa menghapus air mata kamu," kata Marco dengan suara yang bergetar dengan tenggorokan tercekat, karena dia juga merasakan sakitnya.

Marco terpejam, dia mengenang saat-saat bersama Zie selama beberapa hari ini, Zie juga sudah mengubah dunianya, Zie telah mengembalikan dirinya, Marco menarik nafasnya dengan tersenggal, dia makin mengeratkan pelukannya kepada Zie, "aku akan berusaha untuk membatalkan ini semua Zie, kamu gak akan aku lepas, walau gak ada akhir bahagia untuk kita, aku akan selalu menyayangi kamu."

Tangis Zie makin pecah di dalam pelukan Marco, mengapa hidupnya tragis seperti ini, mengapa semua yang dia cintai harus diambil dan dipisahkan darinya, Zie mencengkram kaus Marco dengan kuat, seolah-olah memberi tahu Marco kalau dia melarang Marco pergi, padahal nyatanya dia sendiri yang akan meninggalkan Marco, Zie mengigit bibir bawahnya, lalu bergumam dengan seluruh kesedihan yang dirasakannya, "Marco..."

Hanya kata itu yang dapat keluar dari mulutnya, hanya kata itu yang mampu diucapkannya, nama seseorang yang selalu ada dipikirannya.

Marco.

- 13 Days to Love Me -

Day 12

Zie memasang kembali kamera tersembunyinya kedalam mata beruang teddy-nya. Karena dia kira malam ini akan memberi tahu semuanya kepada ayahnya.

Muffin tiba-tiba loncat ke atas kasur, menyentuh lengan Zie dengan kakinya yang mungil dan menggemaskan, tandanya, Muffin sedang lapar dan meminta makan.

"Iya sebentar ya Muffin," kata Zie masih dengan menyelesaikan pekerjaannya.

"ZIEGLER!"

Teriakan Nikki mengagetkannya, karena Zie nyaris menjatuhkan boneka itu, Zie menaruhnya kembali ke tempatnya agar tidak jatuh. Dengan gerakan cepat Zie menggendong Muffin, karena dia tahu Nikki akan menghampirinya dan Nikki pastilah curiga jika melihat Zie tadi.

"Zie," panggil Nikki dengan wajah sebal seperti biasa, "lo punya kuping gak sih, dari tadi dipanggil-panggil," omelnya.

Zie menatap Nikki malas, "kenapa? kamar lo kan udah selesai gue beresin," jawabnya.

Nikki mengernyit tidak suka, "dih, ada yang nyari lo tuh di bawah," kata Nikki dengan emosi, lalu meninggalkan Zie dengan menggerutu, "belagu banget anjir."

Zie memutar bola matanya, namun dia segera turun membawa dengan Muffin bersamanya, sekalian ingin memberi makan Muffin. Saat menuruni tangga, Zie melihat Leo sedang duduk menunggu di ruang tamu.

"Leo?" panggil Zie, "ada apa?" tanyanya.

Leo yang tadinya memegang ponsel, langsung meletakkan ponselnya di sampingnya, dia tersenyum, "hai Zie," sapa Leo.

Zie balas tersenyum, "eh sebentar dulu ya, mau kasih Muffin makan," pamit Zie dengan berjalan ke belakang.

"Iya gapapa," sahut Leo.

Tidak lama kemudian, Zie kembali dan duduk di depan Leo.

"Ada apa Leo?" tanya Zie lagi.

"Gapapa, gue cuma mau ketemu calon tunangan gue, emangnya gak boleh?" kekeh Leo dengan bercanda, karena merasa tidak enak, Leo kembali berbicara, "becanda kok," jelasnya.

Zie tersenyum dan mengangguk.

"Tapi gue serius Zie, gue mau tanya, gimana soal tawaran gue kemarin? lo mau?" tanya Leo.

Zie diam, terlihat sekali dia berfikir lama. Namun Leo sabar menunggu jawabannya.

"Leo," panggil Zie dengan membuka pembicaraannya, "gue hargai semua itu, tapi gue gak mau lo membiayai kuliah gue."

"Daripada lo tinggal di Paris dan gak kuliah?" Leo membuka kedua telapak tangannya, "Zie mau gimanapun, kalau lo jadi bertunangan sama gue, lo sudah pasti jadi tanggung jawab gue," jelas Leo.

"Gue lebih baik membiayai sekolah lo daripada gue membiayai cewek yang suka belanja Dior, Saint Lauren, dan lainnya yang gak memikirkan pendidikan," kekeh Leo.

Zie juga ikut tertawa, Leo ada benarnya jika dipikir-pikir, Leo memang seperti itu, dia lebih mementingkan pendidikan.

"Sebenernya gue bersyukur kita dijodohin, selama ini mama hanya menjodohkan gue sama anak temen-temannya yang—" Leo tidak melanjutkan kata-katanya, "intinya gue suka dijodohin sama orang pintar, berintegritas kaya lo," kata Leo.

Zie tersenyum, "tapi biaya Yale mahal banget, Leo," Zie memberitahu lagi.

Leo menatap Zie, "gue kan udah bilang gue gak keberatan."

"Kenapa lo sebaik ini sih?" tanya Zie dengan terkekeh pelan.

"Itu karna gue mencintai lo, Zie," Leo memberikan pengakuannya.

Zie mematung dengan seketika.

"Dari kelas empat," Leo menatap Zie dengan pandangan tak terbaca, "dan sampai sekarang, gue gak pernah berhenti."

- 13 DTLM TBC -