Hujan turun dengan lebatnya, semua orang masuk ke dalam. Para pengendara roda dua menepi ke sisi jalan, mencari perlindungan dari derasnya hujan. Binatang malam pun kembali memasuki saranggnya. Melodi indahnya malam mulai tidak terdengar oleh kilatan petir. Mendengar suara kilatan Sang Ilahi, membuat sebagian orang merasa ketakutan. Seketika mereka teringat akan dosa yang diperbuat sebelumnya. Lalu merafalkan doa agar tidak terkena amarah Sang Langit. Kecuali sekumpulan manusia, yang berada di sebuah bar pinggiran kota.
Sudah tengah malam, namun mereka masih saja berpesta pora dengan sebotol miras. Terkadang ada beberapa dari mereka, mencapurnya dengan obat-obatan. Bersenang senang dalam kenikmatan, dibawah naungan kejahatan. Aroma tembakau menghiasi setiap sudut ruangan. Sebotol miras sudah ia nikmati seorang diri, disamping kanan dan kiri terdapat dua orang gadis cantik menemani dirinya. Berkali-kali ia melakukan hal mesum kepada kedua gadis itu.
Namun kedua gadis itu menikmatinya selama dirinya terus membayarnya. Lalu kedua gadis itu pergi untuk memenuhi sebuah panggilan. Kemudian ia melirik, ke arah jendela tepat berada disamping kirinya. Tampak seorang gadis berdiri menatapi dirinya, dibalik kaca yang basah oleh air hujan. Gadis itu menggunakan kebaya merah dengan motif bunga, selendang kuning, kedua kakinya diselimuti oleh kain batik berwarna coklat, berambut panjang, dan menggunakan mahkota terbuat dari emas. Berdiri dan terdiam dengan tatapan kosong.
Sepertinya ia adalah seorang pemain sinden jalanan, yang sedang berteduh dari derasnya hujan. Melihat hal itu Syamsudin memperlihatkan sebotol miras, yang sedang ia nikmati. Dengan sombongnya dia berkata.
"Take a beer dulu neng, nanti mati loh." Menempelkan botol itu ke Jendela, tepat didepan wajahnya.
Kemudian Syamsudin pun kembali ke tempat duduknya, lalu menikmati seteguk miras. Setelah itu kembali melirik ke arah gadis itu. Tiba-tiba gadis itu menghilang dibalik kilatan cahaya. Seketika lampu di bar mulai redup, lalu listrik pun padam. Dua menit kemudian listrik kembali menyala. Tiba-tiba gadis itu berada tepat di hadapannya. Gadis itu duduk sambil menatapnya dengan wajah dipenuhi oleh darah, serta sebongkah daging. Bola matanya keluar, bergelinding tepat mengenai botol mirasnya. Aroma amis yang menyengat telah merasuki hidungnya. Spontan ia pun terkejut lalu terjungkal ke belakang, hingga mengenai temannya Zuki yang sedang melakukan transaksi, dengan seorang pengedar narkoba.
Pengedar narkoba itu berusia sekitar empat puluh tahun. Dia menggunakan kaos merah berkerah, dibalik mantel coklat berlengan panjang miliknya. Zuki langsung membantunya berdiri, lalu mengajaknya untuk ikut serta dalam melakukan transaksi.
"Jadi bagaimana apakah kalian berdua sanggup?" Tanya Sang Pengedar narkoba itu.
"Sanggup untuk apa?" Kata Syamsudin dengan wajahnya yang linglung.
"Biar aku jelaskan. Jadi kita ada bisnis, untuk mengantarkan obat ini kepada salah satu penjabat di kota ini. Selesai memberikan benda itu, kita akan mendapatkan uang sebesar sepuluh juta. Tertarik?"
"Tentu saja, gue gak akan melewatkan kesempatan itu." Memegang miras dengan erat, ditangan kirinya.
Setelah itu Sang Pengedar memberikan sebuah narkoba dengan berat 5 Kg, dalam sebuah kotak. Katanya, mereka berdua boleh menjualnya setelah memberikan pesanan. Selesai berjabat tangan orang itu pergi ke luar, lalu memasuki sebuah mobil Toyota Rush hitam yang sedang diguyur hujan. Kemudian menjalankan mobilnya, pergi meninggalkan bar. Zuki pun teringat tentang kejadian yang dialami oleh Syamsudin.
Dia penasaran lalu bertanya kepadanya, Syamsudin pun menjawab, bahwa apa yang dia alami karena dirinya, masih dalam pengaruh minuman keras. Zuki pun tertawa lalu meledeknya karena satu botol sudah membuatnya mabuk. Syamsudin pun menggelengkan kepala, lalu mengatakan bahwa dirinya sanggup meminum lima botol sekaligus.
Begitulah senda gurau yang dilakukan oleh mereka berdua. Di luar hujan pun mulai reda, sudah saatnya untuk kembali pulang. Sesampainya di rumah, Syamsudin berjalan menuju pintu dengan sempoyongan. Sensasi yang dia dapatkan dari sebotol miras, sungguh tidak membuatnya nyaman. Kepalanya terasa pening, ketika ia melihat ke depan pintunya terbelah menjadi tiga.
Pintu pun terbuka, tiba-tiba dia merasa seperti ada yang memegang pundak kirinya. Saat menoleh tidak ada siapapun disana, lalu dia pun masuk ke dalam. Ketika ia mulai melangkahkan kakinya, sesosok tangan memegang kaki kirinya. Tangan itu berkulit biru pucat, serta memiliki bercak darah yang terlihat seperti baru.
Seketika wajahnya menjadi pucat, dengan sekuat tenaga dia menarik kakinya hingga terlepas. Akhirnya dia pun terjungkal ke depan, hingga kepalanya membentur tembok. Syamsudin pun mengalami luka memar di kepalannya. Kemudian dia pun keluar, tetapi tidak ada siapapun disana, kecuali beberapa motor yang melintas di depan rumahnya. Setelah itu dia berjalan kembali memasuki rumah, lalu berjalan lurus ke arah dapur untuk membasuh mukannya.
Sosok wanita berambut panjang, berbaju terusan berwarna putih berlumuran darah, berdiri di belakangnya. Sosok itu memiliki wajah berlumuran darah, kedua bola matanya tidak karuan, serta dipenuhi belatung. Syamsudin belum menyadarinya. Ketika menatap cermin, dia pun menyadarinya. Seketika jantungnya berdetak begitu kencang, tubuhnya terasa berat untuk digerakan, mengangkat kakinya sendiri pun ia tak sanggup. Dengan sisa tenaga yang ada, dia langsung menoleh ke belakang. Sekali lagi tidak ada siapapun kecuali dirinya.
Dia pun langsung berlari menuju kamarnya, lalu ia pun tertidur. Tiga hari telah berlalu, Syamsudin terbangun dari tidurnya. Kantung matanya menghitam seperti panda, wajahnya pucat tidak seperti biasanya. Sebab dua hari sebelumnya hingga sekarang, dirinya sulit untuk memejamkan mata. Kemudian ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu dia berjalan menuju terminal untuk bekerja.
Syamsudin bekerja sebagai seorang kenek, Bus Turun Bero jurusan Sukabumi. Sekian lama di perjalanan akhirnya dia pun sampai. Kemudian ia berjalan menuju Bus yang sedang terparkir disana. Setelah itu dia pun bersalaman, dengan seorang supir bertubuh gemuk. Sopir itu bernama Guntur, dia sudah bekerja disini selama lima tahun.
"Selamat pagi bos," kata Syamsudin.
"Pagi din, muka elu pucat amat. Habis minum semalam yah?"
"Iyah bos."
"Sial kau, tidak ngajak-ngajak padahal gue lagi pengen." Memegang pundak keneknya.
"Tenang gue ada barangnya, pokoknya ada uang beres." Berbisik sambil memberi jempol kepada bosnya.
"Yasudah ayo kerja, kamu cari penumpang sana." Menunjuk ke arah keramaian di jalan.
Kemudian dia pun berjalan ke arah keramaian, lalu menawarkan tumpangan ke setiap orang yang ia temui. Sedikit demi sedikit dia mendapatkan penumpang, setelah semua bangku terisi, Sang Supir bisa memulai perjalananya. Tak terasa hari sudah gelap, beberapa penumpang yang tak terhitung jumlahnya, berhasil mereka dapatkan. Sepanjang perjalanan Syamsudin selalu menghitung pendapatannya. Setelah dihitung dengan teliti, rupanya hari ini mereka mendapatkan tiga juta rupiah. Guntur pun membagi hasil sebesar satu juta kepada keneknya.
Sungguh pendapatan yang luar biasa hari ini, biasanya satu hari mereka hanya mendapatkan satu juta rupiah. Di tengah perjalanan mereka melintasi sebuah jalan tol. Jalan tol itu sangat sepi, hanya terlihat satu atau dua mobil yang melintas. Tiba-tiba ada seorang pekerja proyek berlari menyebrang jalan. Tanpa sengaja mereka menabrak lalu melindasnya. Guntur pun mulai panik, dia pun menambah kecepatan mobilnya. Syamsudin membuka jendela pintu, kepalanya keluar lalu melihat ke belakang. Namun tak ada mayat yang tergeletak di jalan, lalu ia memberitahu hal itu kepada Guntur.
"Tidak ada mayat atau apapun dijalan bos."
"Serius elu!" Pandangannya fokus ke depan, namun jiwanya diselimuti oleh rasa panik.
"Beneran bos, serius gak bohong!"
"Yasudah lupakan saja, anggap itu angin lalu," kata Guntur.
Tanpa sengaja Syamsudin melihat ke kaca spion yang ada di atas. Kemudian ia merasa, ada seorang duduk di belakang, namun ia tidak percaya begitu saja. Akhirnya dia pun memutuskan untuk memastikannya. Dia pun berjalan seorang diri, menemui sosok yang sedang duduk di kursi belakang. Saat didekati rupanya sosok itu adalah wanita cantik yang sedang memainkan sebuah phonsel. Gadis itu memakai kacamata, berambut panjang, berkulit putih, serta hidungnya yang mancung. Diatas rambutnya terdapat sebuah jepit rambut, dengan motif bunga matahari. Dia menggunakan kaos ketat ungu berlengan pendek, serta menggunakan celana jins biru dongker. Melihat hal itu Syamsudin pun merasa lega, lalu dia bertanya kepada gadis itu.
"Neng disini dari kapan?"
"Sejak dari terminal Sukabumi, memangnya kenapa?"
"Gak apa-apa neng, abang cuman ingin tau."
Mereka berdua pun mulai berbincang, ternyata gadis itu adalah seorang mahasiswi salah satu Universitas di kota Bekasi. Hari ini dia berencana untuk kembali ke kosannya, sebab dia harus segera menemui Dosen untuk menyelesaikan skripsinya. Namun Syamsudin tetap curiga kepada gadis itu, normalnya tidak ada seorang pun duduk di kursi belakang seorang diri. Apalagi di kursi belakang adalah tempat yang pengap dan gelap.
Kemudian dia meminta gadis itu untuk berdiri, dengan polosnya dia menuruti apa yang dikatakan Syamsudin. Dia menatap gadis itu dari ujung kaki hingga kepala. Tidak ada hal yang mencurigakan padanya, dan akhirnya Syamsudin menjadi yakin, bahwa gadis itu adalah manusia.
Kemudian Syamsudin pun duduk disampingnya, lalu perbincangan pun dilanjutkan. Entah mengapa ia menghirup aroma bunga kamboja. Kepalanya mulai terasa pusing, lalu seketika aroma itu menghilang, kemudian aroma itu berganti dengan bau busuk yang sangat menyengat. Seketika aroma busuk itu menghilang, digantikan dengan aroma bunga melati yang entah dari mana. Tiba-tiba ia mendengar suara tawa seorang wanita, terdengar sangat jelas.
Syamsudin pun bertanya kepada gadis itu, apakah dirinya mendengar suara dan mencium aroma itu. Ternyata dia juga menghirupnya. Bersama-sama mereka berdua mencari asal suara dan aroma tersebut, namun mereka tidak menemukannya. Setelah itu mereka berdua kembali duduk. Syamsudin sejak tadi menatapi kedua paha dari gadis itu, lalu pandangannya berpindah menuju bagian yang menonjol. Dia berjalan ke depan lalu berbincang dengan Guntur. Setelah itu ia kembali duduk tepat disampingnya.
Seketika hasrat seksual mulai membakar jiwanya, sedikit demi sedikit akal sehatnya mulai menghilang. Dengan sengaja tangan kananya menyentuh bagian paha gadis itu. Spontan gadis itu terkejut, lalu dia langsung berpindah ke kursi paling belakang. Melihat hal itu Syamsudin meminta maaf, lalu dia beralasan bahwa dirinya ingin memastikan, bahwa dirinya adalah manusia. Dia pun mendekat, dengan nekat Syamsudin memegang oppainya dengan sengaja. Gadis itu langsung menamparnya dengan sangat keras.
"Dasar berengsek, beraninya berbuat seperti itu kepadaku!" Menatapnya dengan amarah, lalu menunjuk tepat dihadapan wajahnya.
"Sudahku bilang, gue cuman ingin memastikan aja bahwa elu manusia." Berjalan secara perlahan, memandang gadis itu dengan sangat mesum.
Kemudian Syamsudin langsung menerkam mangsanya, lalu ia menciumnya sambil menahan pergerakannya. Lidah mereka saling beradu, terkadang ia pun menghisapnya, agar hasrat seksualnya ikut terpancing dalam permainannya. Setelah mangsanya tidak bisa berkutik, tanpa membuang kesempatan dia memegang sebuah gundukan yang ada didepannya. Ketika dia meremasnya, dirinya merasakan sesuatu yang jangal disana. Rasanya dia seperti meremas sesuatu yang basah dan berlendir.
Dia pun menurunkan pandangan, lalu melihat apa yang ada ditangannya. Betapa terkejutnya saat dirinya mengetahui, bahwa yang dia remas adalah sebongkah daging busuk yang dipenuhi oleh belatung.
Seketika seluruh tubuhnya terasa berat, keringat mulai bercucuran, serta ekspresi wajahnya berubah menjadi sangat pucat. Sepuluh menit lamanya ia dalam posisi itu, namun dia belum sempat menatap wajahnya. Sedikit demi sedikit, gadis itu mulai menampakkan wujud aslinya. Tanpa sadar kepalanya mulai bergerak sendiri, dan akhirnya dia melihat wujud asli dari gadis itu. Wajahnya yang rusak, penuh bercak darah, serta belatung membuat Syamsudin semakin ketakutan. Beberapa belatung mulai berjalan menaiki tangannya. Dia langsung melepaskan genggamanya, lalu berlari sekencang mungkin menemui Sang Supir. Sesampainya di depan Guntur pun bertanya.
"Gimana sudah dapet belum? Gantian dong gue juga pengen," kata Sang Supir dengan wajah yang mesum.
"Bos apapun yang terjadi, jangan pernah liat ke belakang." Dengan suara perlahan, serta wajahnya ketakutan.
"Kenapa?"
"Lakukan saja!" Meneriakinya di dekat telingannya.
Supir pun mulai ketakutan, sepertinya Sang Kenek telah mengalami suatu hal yang mengerikan. Namun sebagai seorang manusia dia pun penasaran. Lalu ia melihat ke belakang melalui kaca spion di atasnya. Dari kursi paling belakang, ia melihat sosok pocong duduk disana. Wajahnya hancur, serta kain kafan dipenuhi oleh darah. Tiba-tiba pocong itu terbang lalu mendarat tepat di belakangnya. Seketika wajahnya menjadi sangat pucat, jantungnya berdetak begitu kencang, keringat pun bercucuran hingga membasahi seluruh tubuhnya. Yang ada dipikirannya sekarang adalah bagaimana cara bisa cepat sampai ke terminal.
Guntur pun mulai menambah kecepatannya, lalu Syamsudin memperingatkannya agar tidak gegabah. Jangan sampai dirinya terhanyut dalam permainan setan. Seketika Guntur pun ingat dengan Sang Pencipta, lalu ia pun berdoa agar mimpi buruk ini segera berakhir. Begitulah manusia, ketika Sang Pencipta memberikan kenikmatan, mereka pun lupa. Namun ketika dirinya dalam bahaya, seketika ia mengingatnya. Walau bagaimana pun, ia tetap memberikan rahmat serta pertolongan kepada hambanya tanpa pandang bulu. Tuhan pun menolongnya, di depan sana gerbang tol sudah mulai terlihat. Sosok yang berada di belakang mereka mulai menghilang.
Akhirnya mimpi buruk telah berakhir. Setelah melewati pintu tol, satu persatu penumpang masuk ke dalam. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai terminal. Lega rasanya bisa menghirup udara segar. Rasanya ingin segera cepat sampai, lalu berkemas untuk pulang. Sesampainya di terminal, seluruh penumpang turun satu persatu. Kini sudah saatnya bagi Syamsudin untuk pamit. Guntur pun mempersilahkan dirinya untuk pulang. Selesai membersihkan sampah di dalam, dia berencana untuk menikmati secangkir kopi bersama temannya. Sebelum dia turun dari kendaraannya, Guntur duduk lalu melonjorkan kaki sejenak.
"Syukurlah ini semua sudah berakhir," kata Guntur sambil menatap langit-langit.
Tiba-tiba kedua pintu dan jendela, terkunci dengan sendirinya. Melihat hal itu Guntur mulai panik, lalu ia menggedor-gedor pintu sambil berteriak secara berulang. Namun tak ada satu orang pun yang mendengarnya. Kemudian ia merasa seperti ada sesuatu yang melilit lehernya. Lalu ia memegangnya dengan kedua tangan. Benda yang melilitnya memiliki tekstur yang keras, berlendir, elastis, bergerigi, serta ujungnya yang tumpul. Saat dilihat secara seksama, benda itu ternyata adalah sebuah tulang. Guntur pun mulai ketakutan, lalu dia pun mulai terangkat. Tiba-tiba dia pun ditarik ke dalam kegelapan.
"Tolong! Ampun! Tolong!"
Mobil bus pun bergoyang, setelah beberapa menit goyangan terhenti. Suasana terminal yang ramai, namun tidak ada satu pun orang yang menyadarinya. Entah apa yang terjadi di dalam, tidak ada seorang pun yang tau. Sementara itu Syamsudin kembali pulang dengan menaiki sebuang angkot. Dia berhenti pada sebuah gang, setelah itu melanjutkan perjalanan kembali ke rumah. Sesampainya dirumah, seketika suasana horor pun hilang.
Udara sejuk dimalam hari mulai berhembus sepoi-sepoi. Syamsudin pun mulai mengantuk, lalu ia berjalan masuk ke dalam rumah. Kemudian ia pun tertidur sangat pulas. Keesokan harinya dia terbangun, tubuhnya terasa releks. Setelah semua hal yang terjadi, sepertinya ia bisa melancarkan aksinya. Namun semua itu tidaklah abadi, masih ada hal mengerikan yang akan segera menghampirinya.