Chereads / Bonoki / Chapter 31 - Temani aku Kirana

Chapter 31 - Temani aku Kirana

Tak terasa tiga minggu telah berlalu, sebentar lagi awal tahun telah tiba. Sebelum orientasi studi dan pengenalan kampus, aku harus segera mencari kontrakan. Rencananya besok aku akan pergi mencariny, sebab keluargaku sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Mau tidak mau aku harus mencarinya seorang diri. Namun kali ini aku harus mencari kontrakan yang sangat nyaman. Dulu pertamakali aku mencari kosan, aku mendapatkan kondisi tempat yang kurang layak, seperti suasana yang kumuh, lembab, dan terakhir rawan pencurian. Padahal kosan pertama yang aku tempati, dilengkapi dengan kamera CCTV. Sayangnya itu tidak menjamin keamanan para penghuni kosan itu sendiri.

Dulu sebelum memiliki motor Honda Revo putih, aku sempat memiliki motor Honda Supra X berwarna merah. Namun sayang motor itu menjadi korban pencurian. Ceritanya terjadi sekitar tiga tahun yang lalu, waktu itu aku pulang sekolah pada pukul sembilan malam. Saat memasuki gerbang kosan, kulihat banyak sekali variasi motor disana. Kuingat jumlah motor ditempat itu kalau tidak salah berjumlah sepuluh unit. Kemudian aku parkirkan, motorku pada posisi paling belakang. Sebab jika aku ingin pergi ke sekolah, diriku tak perlu lagi memindahkan motor yang lain. Selain menghemat tenaga juga menghemat waktu. Tetapi saat keesokan harinya, motorku sudah tidak ada. Spontan aku pun berlari dan mengetuk pintu setiap kosan, lalu aku memberitahu soal pencurian motor kepada seluruh penghuni kosan.

Setelah itu mereka pun panik, lalu berlari ke arah parkiran dengan penuh tergesah-gesah. Ternyata bukan hanya motorku saja, yang mengalami insiden pencurian tetapi tiga diantara motor itu yang mengalami insiden serupa. Enam motor selamat dari aksi pencurian tersebut, tetapi kunci kontak mereka jebol, sehingga harus pergi ke bengkel untuk memperbaikinya. Kejadian itu meninggalkan luka yang mendalam, sebab motor itu bukanlah sembarang motor. Motor itu adalah temanku, teman yang selalu menemaniku disaat suka maupun duka. Setiap satu bulan sekali, aku sering memanjakannya ke tempat yang ia suka yaitu bengkel. Tiga hari sekali aku sering memandikannya hingga kinclong.

Seandainya aku ada disaat kejadian, mungkin aku akan menghajar maling itu dengan gear dan gesper. Setelah itu aku berteriak minta tolong dan mengeroyoki mereka hingga babak belur, lalu membawa mereka ke kantor polisi. Sayangnya semua itu hanyalah sebuah imajinasi. Keesokan harinya pukul enam pagi, aku sedang bersiap-siap untuk pergi. Entah mengapa berpergian seorang diri, aku merasa kesepian lalu aku teringat akan sosok Kirana. Lalu aku keluar dan berjalan ke arah rumah, kebetulan suasana sekitar rumah sedang sepi. Jadi aku bisa segera mencoba untuk memanggilnya. Sebelum itu aku sempat kembali ke dalam kamar, lalu mengambil kalungku dibawah bantal. Kemudian aku memegang kalung dengan tangan kiriku, lalu menutup mata sambil menarik nafas, setelah itu membuka mata dengan menghembuskan nafas.

"Kirana Pramaswaran." Menatap ke depan sambil menjulurkan tangan.

Sedikit demi sedikit kulihat, butiran cahaya mulai membentuk sebuah pusaran, lalu butiran cahaya itu mulai menggumpal. Tiba-tiba munculah Sang Ratu diantara butiran cahaya, lalu ia membungku sambil merapatkan kedua telapak tanganya. Kulihat hari ini dia menggunakan style baju seperti kemarin, hanya saja kali ini dia memakai kaos merah, serta rok dengan panjang sedikit dibawah lutut. Kemudian ia pun berdiri sambil lalu menatapku dengan wajah mengantuk.

"Selamat pagi Juliet, hari ini ada apa kamu memanggilku?" Menutup mulutnya dengan tangan ketika ia sedang menguap.

"Maaf sepertinya aku mengganggumu,"menatapnya dan memasang ekspresi wajah rasa bersalah.

"Tidak apa-apa santai, lagi pula baru saja aku bangun." Tangan kirinya memegang pinggul, sambil menatapku dengan santai.

"Anu, rencananya hari ini gue mau ke Bekasi. Kirana mau ikut?" Mengajaknya dengan ragu.

"Ayok kuy, kita berangkat jam berapa?" Seketika wajahnya menjadi ceria, lalu seketika badanya segar bugar.

"Nanti setelah sarapan."

Dari gerbang belakang datanglah mamah, kulihat ia membawa sebuah plastik besar berisi empat bungkus nasi uduk. Kemudian mamah mempersilahkan kami berdua untuk masuk. Setelah itu kami bertiga menyantap hidangan bersama-sama. Kulihat Kirana tampak menikmati hidangan dengan lahap. Wajahnya cerah ceria sambil memuji enaknya makanan yang sedang ia nikmati. Padahal itu hanya sebuah hidangan murah biasa, tidak ada spesialnya sama sekali. Namun tingkahnya seperti seolah-olah ia menikmati sebuah hidangan dari surga. Mamahku sempat bertanya mengenai tingkahnya, untuk menghilangkan rasa curiga aku memberitahu bahwa dulu dirinya lama berada di kota. Untungnya mamahku percaya, lalu aku pergi ke kamar untuk mengambil dua helm berwarna hitam.

Kemudian aku menyuruhnya untuk memakainya. Awalnya ia menolak, namun setelah aku menjelaskan tentang peraturan di jalan dia pun mau memakainya. Setelah itu kami berdua berpamitan kepada mamahku, lalu kami pun berangkat. Sepanjang perjalanan Kirana terus menatap sekitar, terkadang tingkahnya yang pecicilan membuatku terganggu. Beruntung aku bisa mengimbanginya, jika tidak mungkin kita akan terjatuh. Kulihat tiba-tiba ia menatap sekitar dengan wajah bersedih. Satu jam telah berlalu, entah mengapa kelopak mataku terasa berat, tanpa sadar aku pun menguap. Tubuhku mulai terasa berat, kulihat laju kendaraanku menjadi tidak stabil. Tiba-tiba Kirana menepuk pundakku dengan cukup keras, spontan aku pun terkejut, lalu aku berusaha untuk kembali fokus. Dia pun berkata.

"Hey jangan lengah, fokus ke depan"

"Iyah maaf, gue ngantuk"

"Sebaiknya kita beristirahat sebentar, apa disekitar sini ada tempat peristirahatan?"

"Oh ada itu ada rest area, kita istirahat sebentar." Menunjuk ke arah rest area dengan tangan kiri.

Sesampainya di rest area, aku menyuruhnya untuk duduk di sebuah bangku depan supermarket. Sementara aku pergi untuk mengisi bensin hingga penuh. Selesai mengisi bensin aku mengajaknya masuk ke dalam supermarket. Ketika memasuki supermarket, kulihat Kirana terlihat takjub dengan apa yang ada didalam. Kemudian ia berlari kecil mengintari apa yang ada di dalam. Lalu ia memberikan seribu pertanyaan mengenai produk yang ada disini. Melihat tingkahnya membuatku sangat malu, beruntung ia memiliki paras yang cantik sehingga orang-orang memaklumi-nya. Lalu aku menghampiri tiga buah kulkas yang berderetan samping kiri. Kemudian aku mengambil dua minuman kopi luwak dalam bentuk botol. Setelah itu aku menghampiri Kirana, yang sejak tadi memperhatikan sederetan makanan ringan.

"Mau?"

"Tidak aku cuman melihat-lihat saja." Mengalihkan pandangan dengan pipi memerah, lalu ia bersiul kecil sambil melangkahkan kakinya sebanyak tiga kali.

"Yasudah gue beliin, kebetulan hari ini lagi bawa duit banyak."

"Benarkah? Baiklah aku mau yang ini dan selanjutnya ini." Mengambil tiga puluh jenis makanan ringan, tanpa rasa berdosa.

"Udah woi kebanyakan, dompet gue bisa hangus. Cepat pilih salah satu!"

Selesai berbelanja, kami duduk di sebuah bangku depan supermarket. Kemudian kami menikmati seteguk kopi dingin bersama-sama. Kirana terus saja memuji setiap makanan dan minuman yang masuk kedalam mulutnya. Dia pun bercerita, bahwa ini pertamakalinya ia merasakan betapa nikmanya makanan dan minuman di dunia ini. Jika seandainya makanan dan minuman ini tersedia di dunianya, mungkin ia akan membelinya setiap hari. Kemudian ia bertanya tentang kopi yang sedang ia nikmati. Lalu aku memberitahunya tentang apa itu kopi luwak, serta cara pembuatannya. Ketika ia tahu tentang proses kopi luwak, spontan ia memuntahkannya. Aku pun langsung menjelaskannya, bahwa kopi luwak baik untuk tubuh dan juga aman untuk dinikmati. Kulihat seketika Kirana mulai menyesalinya, karena merasa tidak nak aku memberikannya separuh kopi luwak kepadanya.

Melihat sikapku ia pun merasa senang, dia berterimakasih lalu ia tersenyum kepadaku. Setelah itu ia mulai bercerita, mengenai apa yang sebenarnya terjadi dijalan. Ketika melintasi jalan baru, ia melihat banyak sekali Jin jahat meminta tumbal. Jin itu meniupkan bulu-bulu sihir, agar diriku mengantuk. Kondisi jalan yang berlubang, serta minimnya pencahayaan saat malam hari mendukung aksi tersebut. Beruntung Kirana langsung menetralkanku dengan energinya, yang ia masukan lewat tepukan sebelumnya. Sehingga aku sadar dan fokus seketika. Sungguh disayangkan melihat kondisi jalan yang seperti itu, pernahkah pihak tertentu berpikir untuk langsung memperbaikinya? Sepertinya tidak, sebab mereka tidak akan bergerak jika tidak ada korban.

Begitulah tradisi konyol yang terus berlangsung hingga saat ini, atau istilahnya ada uang ada jalan. Kemudian Kirana pun bertanya.

"Waktu menampakkan wujudku di dunia ini, hanya berlangsung selama enam jam. Ada hal lain yang ingin kamu lakukan?"

"Enam jam yah, sebelumnya kita berangkat jam enam. Coba kita lihat sekarang sudah pukul sembilan pagi. Masih ada tiga jam lagi, santai." Melihat jam tangan di tangan kiriku.

"Ok, baiklah sekarang kita kemana. Apakah sudah waktunya makan siang?" Menatapku dengan penuh semangat.

"Ini jam sembilan woi, masih pagi! Rencananya hari ini kita mencari kontrakan murah, buat aku tinggal disana selama kuliah."

"Hmm... menarik, ayo kita berangkat jangan membuang-buang waktu disini."

"Oh iya, wujudmu bertahan tinggal tiga jam lagi. Nih pake kalung gue, biar wujud elu unlimited." Memberikan kalung milikku dengan tangan kanan.

"Apa tidak apa-apa?"

"Sudah pakai saja, lagian gue percaya elu bukan makhluk jahat."

"Ok, terimakasih aku akan langsung memakainya." Menerima kalungku.

Perjalanan pun dilanjutkan, tak terasa cuaca hari ini rasanya semakin panas. Polusi yang tebal serta teriknya matahari, membuat kami semakin terpanggang. Sepanjang perjalanan Kirana terus saja mengeluh, dengan asap kendaraan dari para supir truck. Bukan hanya itu terkadang ia harus menahan nafas, saat berada dibelakang mobil box yang mengangkut ayam.

"Ayo cepak aku sudah tidak tahan lagi!" Menepuk pundakku

"Sabar woi di depan kagok, banyak motor." Menoleh ke samping mobil di depanku.

Setelah melalui berbagai rintangan, akhirnya kami berdua sampai di kota Bekasi. Sebelum mencari kontrakan, kami mampir di sebuah kedai mie ayam untuk mengisi perut. Aku memesan dua porsi mie ayam bakso, serta dua gelas es teh manis. Ketika sedang menikmati hidangan ia mengeluh berbagai hal di jalan. Apalagi soal polusi dan mobil box berisi ayam yang membuat hidungnya sakit. Aku memaklumi hal itu, lalu aku berkata bahwa ini tidak seberapa dibandingkan dengan ibukota. Lalu mengatakan bahwa ia akan segera terbiasa. Mendengar setiap keluhanya membuatnya, terlihat seperti gadis kaya dari luar negeri. Setelah itu ia memberi seribu pujian, pada mie ayam yang sedang ia makan.

Sambil mengunyah ia terus berbicara, melihat tingkahnya di dalam lubuk hatiku yang paling dalam diriku bertanya-tanya. Apakah benar ia seorang ratu? Meskipun begitu, cara ia menggunakan sendok dan garpu terlihat rapih. Seperti yang aku katakan sebelumnya, meskipun norak untung dia cantik. Selesai memakan mie ayam, Kirana pun berdiri lalu menghampiri Sang Penjual, untuk memesan satu porsi lagi. Tak aku sangka Kirana memiliki nafsu makan yang besar. Untungnya ia membayarnya dengan uang miliknya sendiri, sehingga dompetku aman. Tetapi tunggu dulu, apakah itu uang asli? Gumamku sambil menatapnya dengan terkejut. Yasudah mau bagaimana lagi, suka-suka dia saja.