Sesampainya di rumah, lebih tepatnya rumah orang tuanya, Algar langsung menemui Dita dan Dion kemudian mengatakan semuanya tentang dirinya yang akan melamar Andara besok. Tentunya Dita dan Dion terkejut karena itu terlalu tiba-tiba dan mereka tidak ada persiapan sama sekali.
Algar menenangkan kedua orang tuanya dan mengatakan jika ia akan mengurus semuanya. Dita dan Dion hanya perlu mendampinginya besok. Dion tidak keberatan dengan itu semua, jika memang itu keputusan putranya maka Dion akan selalu mendukungnya. Dion juga percaya jika keputusan yang Algar ambil itu tepat.
Algar mengatakan jika ia takut jika Andara kembali meninggalkannya, Algar akan kembali menjaga Andara dengan segenap hatinya, dan menjadikannya teman hidup. Dita paham jika maksud Algar sangat baik, Dita tidak bisa berkomentar apa-apa, wanita itu hanya bisa mendukung Algar dengan sepenuhnya.
Setelah mengatakan semuanya pada Dion dan Dita, Lidya baru saja pulang dari pergi bersama teman-temannya. Lidya terkejut akan kehadiran Algar dan langsung memeluk lelaki itu, rasanya Lidya sangat merindukan Algar, pasalnya abangnya itu terlalu fokus pada kuliahnya dan melupakan dirinya. Algar juga menyampaikan tentang dirinya yang akan segera melamar Andara. Lidya terkejut karena dirinya kembali mendengar nama 'Andara' setelah sekian lama menghilang.
Awalnya Lidya sangat tidak yakin dan tidak rela jika abangnya itu akan segera menikah. Hal itu karena Lidya tidak ingin kehilangan sosok abangnya lagi, namun Lidya tida boleh menghalangi masa depan abangnya. Lidya pasrah akan keputusan Algar dan berakhir dengan mendukung lelaki itu. Lidya yakin jika kebahagiaan Algar yang sebenarnya adalah Andara.
Tujuan Algar memberitahu seluruh anggota keluarganya sudah tercapai, lelaki itu hanya tinggal menunggu dan beristirahat untuk mempersiapkan dirinya besok. Hari bahagianya baru saja akan dimulai.
♡♡♡
Algar menatap dirinya di pantulan cermin. Lelaki itu sudah siap dengan sepasang kemejanya, Algar terlihat sangat tampan dan gagah. Sebelumnya Algar sudah mengatakan kepada sekretarisnya jika tugas kantor akan ia selesaikan besok.
Algar keluar dari kamarnya dan menuju kamar Lidya. Ngomong-ngomong, malam ini Algar memutuskan untuk menginap karena saat itu sudah terlalu larut malam.
"Lid, lo udah selesai dandan, belom?" Algar sibuk mengetuk pintu kamar Lidya.
"Sabar, sabar. Di hari bahagia abang gue ini, gue harus keliatan cantik banget," jawabnya dari dalam sana. Algar tersenyum kecil. Seiring perjalanannya waktu, Lidya semakin bertambah besar dan perempuan itu sudah tidak terlalu bawel lagi.
Algar jadi tertawa sendiri ketika membayangkan Lidya kecil yang selalu mengoceh.
"Ketawain apa lo, bang?" Algar terkejut, otomatis lelaki itu menghentikan tawanya kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Gak, bukan apa-apa. Buruan, udah ditungguin mama sama papa," alibi Algar. Algar langsung melangkah meninggalkan Lidya sendirian. Perempuan itu menatap punggung Algar dengan sangat aneh.
"Gak jelas banget sih, masa tiba-tiba ketawa sendiri. Jadi ngeri gue," ucap Lidya kemudian mengedikkan kedua bahunya.
Sebelum menyusul Algar dan mama papanya, perempuan itu kembali ke kamarnya untuk mengambil sebuah tas selempang kecilnya. Setelah dipastikan tidak ada yang tertinggal, Lidya langsung menyusul Algar dan kedua orang tuanya.
Setelah mereka berkumpul, Algar langsung mengemudikan mobilnya menuju rumah Andara. Lidya duduk di kursi belakang bersama mamanya, sementara papanya berada di depan. Lidya menatap Algar yang sedang menyetir, rasanya waktu berlalu dengan sangat cepat hingga kini ia akan melihat abangnya yang menikah. Di satu sisi, Lidya senang akhirnya abangnya kembali menemukan kebahagiaannya, di satu sisi lagi, Lidya merasa sangat sedih karena Algar akan membangun keluarga kecilnya dan meninggalkan dirinya.
Lidya menghembuskan napasnya berat. Tiba-tiba saja Dita merangkul bahunya. Lidya menoleh kemudian tersenyum kecil pada mamanya itu. Lidya harus mendukung apa pun pilihan abangnya.
Cukup lama perjalanan mereka, akhirnya Algar dan seluruh keluarganya sampai di rumah Andara. Ayah Andara membukakan pintunya.
"Saya tidak menyangka jika kamu akan datang hari ini," ucapnya tiba-tiba. Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Andara belum tahu, kan, om?"
"Belum. Dia masih tidur. Ayo, silahkan masuk dulu." Algar beserta keluarganya memasuki rumah Andara. Mereka mengobrol di ruang tamu sementara ibu Andara membuatkan minum untuk tamunya itu. Ibu Andara sudah diberitahu oleh sang ayah, namun ia juga kaget karena Algar datang hari ini, sementara Andara tidak mengetahui apa pun.
Ibu Andara kembali dengan membawa beberapa gelas air putih. Algar tersenyum kecil.
"Terima kasih, tante." Ibu Andara mengangguk kemudian mendaratkan bokongnya tepat di samping suaminya.
"Apa kamu yakin dan benar-benar siap untuk menikah, nak?" Algar mengangguk tegas.
"Saya yakin, tan. Andara adalah satu-satunya wanita yang membuat saya tertarik sejak dulu, hanya Andara yang berhasil mengambil hati saya. Namun sesuatu terjadi, hal itu membuat saya kehilangan Andara selama 5 tahun dan saya pikir saya tidak akan bertemu kembali dengan Andara. Namun Tuhan sangat baik sehingga kami bisa bertamu kembali. Saya hanya ingin menjaganya kembali, menyayanginya, dan membuat Andara bahagia lagi. Izinkan saya untuk membuat Andara bahagia sekali lagi. Saya mohon restunya dari om dan tante. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada om dan tante karena akhirnya Andara bisa merasakan sebuah arti keluarga lagi. Sekali lagi, terima kasih."
Ibu Andara mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Algar.
"Sungguh tujuan yang sangat luar biasa. Kami akan selalu mendukung asalkan Andara bisa bahagia," ucap sang ibu diangguki ayah Andara.
Jam menunjukkan pukul 11.00, Algar berencana membuat kejutan untuk Andara dengan melamarnya tepat saat perempuan itu terbangun dari tidurnya. Algar menggenggam kotak merah kecil di tangannya. Sesuatu yang sangat ia impikan akhirnya bisa terwujud. Tuhan memang baik, skenario-Nya tidak pernah salah.
"Kalau begitu, ibu akan membangunkan Andara dulu, kamu tunggulah di luar kamarnya." Algar mengangguk. Algar merasakan jantungnya yang bekerja lebih cepat dari biasanya.
Algar mengekori ibu Andara untuk menunggunya di luar kamar, Dita, Dion, dan Lidya juga mengikutinya. Algar memenangkan dirinya dengan membuang napasnya beberapa kali.
♡♡♡
"Andara! Sudah siang, nak, ayo bangun! Ini hari pertama kamu bekerja, ingat?" Andara perlahan membuka matanya, perempuan itu mengucak kedua matanya.
"Sekarang jam berapa, bu?" tanyanya dengan lesu.
"Sebelas," jawabnya membuat Andara terkejut kemudian mengomeli ibunya sebentar karena membangunkannya dengan sangat telat, yang ada ia bisa diomeli oleh Algar.
Dengan cepat Andara berlari keluar kamarnya menuju kamar mandi, sebelum itu, Andara terkejut karena Algar yang sudah berada di depan kamarnya. Sementara Dita, Dion, dan Lidya bersembunyi.
"Lho? Algar? Lo ngapain ada di sini?" Perempuan itu terlihat ketakutan karena pasti ia akan dimarahi. Algar hanya terdiam.
"Gue tahu gue telat, tapi jangan sampe disamperin juga, dong. Gue mau mandi dan gue langsung berangkat, janji. Jadi, lo bisㅡ
Andara terdiam ketika mendapatkan Algar yang sudah berjongkok di depannya dengan satu kaki yang menumpu. Andara menaikkan satu alisnya karena menurutnya ini sangat aneh. Bukankah Algar ingin memarahinya karena ia terlambat kerja?
Algar mengeluarkan sebuah kotak merah kecil dan membukanya, sudah ada cincin berlian Indah di dalam sana. Andara menutup mulutnya dengan tangan karena sangat terkejut.
"Ma-Maksud loㅡ
"Ra, will you marry me?"
Andara hampir saja pingsan jika saat itu ayahnya tidak segera membantu dirinya untuk kembali berdiri tegak. Dita, Dion, dan Lidya keluar dari persembunyiannya. Andara benar-benar tidak menyangka jika ia akan dikejutkan dengan hal ini. Algar melamarnya? Bahkan itu tidak terlintas di benaknya sedikit pun.
Andara masih terdiam kemudian ayahnya menuntunnya untuk menjawab dengan meyakinkan Andara. Andara berdehem kemudian menerima kotak merah kecil itu.
"Yes, i will."