Andara berlari kecil menghampiri ayahnya yang tengah bersiap, perempuan kecil itu sudah siap dengan setelan cantik dan rambutnya yang dikuncir dua oleh Dahlia. Andara tampak sangat bahagia karena hari ini ia akan pergi bersama ayahnya.
Ayahnya mengelus puncak kepala Andara kemudian mencium kedua pipi putrinya itu secara bergantian. Andara terkekeh karena sedikit terasa geli, perempuan kecil itu membalas dengan mencium kedua pipi ayahnya.
"Ayah, kita mau ke mana?" tanya Andara. Ayahnya tersenyum.
"Kita mau ke rumah tante." Andara bingung dengan seseorang yang dipanggil 'tante' oleh ayahnya.
"Tante? Siapa, yah?" Ayahnya hanya membalaskan dengan senyuman dan langsung meninggalkan Andara menuju ke mobil.
Dahlia dan suaminya sudah sepakat untuk merahasiakan semua tentang Lea dan Elvan pada Andara. Mereka tidak akan membiarkan Andara mendengar masalah orang dewasa, ini adalah masalah rumah tangga mereka.
Andara kini berlari menghampiri Dahlia yang sedang bercermin. Andara menarik-narik ujung pakaian Dahlia membuat perempuan itu menoleh.
"Kenapa, sayang?"
"Ayah bilang kita mau ke rumah tante, bun. Tante siapa?" Dahlia berjongkok untuk menyetarakan tinggi mereka kemudian mengusap puncak kepala Andara.
"Nanti kamu tahu kok. Yuk, ayah udah nunggu kita di mobil." Andara tersenyum riang kemudian mengangguk.
Tidak masalah mereka pergi ke mana pun, asalkan bisa bersama ayahnya. Entah kenapa hari ini Andara merasa sangat bersemangat dan sangat senang.
Andara dan Dalia masuk ke dalam mobil. Di perjalanan, Andara banyak bernyanyi karena perempuan kecil itu sangat senang hari ini. Andara banyak membuat Dahlia tertawa dengan tingkah menggemaskannya. Sungguh perempuan yang polos.
♡♡♡
Mobil putih milik suami Dahlia berhenti di sebuah rumah mewah bernuansa kelabu. Dahlia membantu Andara keluar dari mobil. Andara menatap rumah mewah di depannya dengan takjub.
"Bun, ini rumah tante?" Dahlia mengangguk.
"Iya, ini rumah tante," jawabnya.
Dahlia menyuruh suaminya untuk memanggil Lea dan Elvan, sementara dirinya dan Andara menunggu di depan rumah itu. Apa yang akan dilakukan Lea ketika mendengar bahwa suaminya memiliki istri kedua? Dahlia mengeratkan genggaman tangannya pada Andara.
Sejujurnya Dahlia tidak ingin menjadi madu siapa pun, sayangnya semuanya sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur. Sekarang saatnya untuk mengatakan yang sebenarnya pada Lea.
Suami Dahlia kembali dengan seorang perempuan dan seorang bocah lelaki di belakangnya. Sungguh wanita yang sangat cantik, Dahlia jadi sangat tidak enak. Jika saja ia tahu dari awal, pasti semua ini tidak akan terjadi. Dahlia tidak akan menikah dengan suaminya yang sekarang jika ia tahu suaminya sudah memiliki istri.
"Dahlia, ini Lea." Dahlia tersenyum kecil. Wanita itu terlihat kebingungan.
"Dia siapa, mas?" Suaminya terdiam kemudian menghembuskan napas kasar.
"Lea, ini Dahlia, dia istri keduaku." Lea terdiam mematung, wanita itu merubah ekspresinya menjadi datar.
"Maksud kamu apa, mas? Istri kedua?" Dahlia membungkukkan tubuhnya 90°.
"Saya minta maaf. Sebelumnya saya tidak tahu jika suami saya sudah memiliki istri. Seandainya saya tahu, saya tidak akan setuju menikah dengannya," jelas Dahlia. Lea menatap suaminya dengan berkaca-kaca.
"Kenapa kamu nikahin perempuan lain, mas?!" pekiknya. Dahlia melihat Lea yang tidak lagi bisa menahan air matanya.
"Maaf." Hanya kata itu yang keluar dari mulut sang suami. Dahlia menundukkan wajahnya.
Lea terlihat sangat frustasi. Seorang bocah lelaki di dekatnya hanya bisa menatap pertengkaran itu, bocah itu juga sempat bertatapan dengan Andara. Lea mendorong suaminya.
"Pergi kalian!" Dahlia semakin merasa bersalah.
"Pergi kalian dari sini!! Aku gak mau lihat muka kalian lagi! Pergi kamu, mas!" Lea menatap Dahlia dengan penuh kebencian.
"Kamu juga! Dasar perempuan gak tahu malu!!" Lea pergi membawa bocah lelaki itu kembali ke dalam rumahnya. Dahlia terdiam di tempatnya.
Andara menarik ujung pakaian Dahlia, perempuan kecil itu terlihat sedih karena Dahlia yang dimarahi.
"Bunda kenapa dimarahin sama tante?" Dahlia berjongkok di depan Andara.
"Kamu gak perlu tahu sekarang, sayang. Sekarang kita pulang, yuk?" Andara menundukkan wajahnya kemudian mengangguk kecil.
Semenjak kejadian itu, suaminya tidak lagi beralasan bisnis di luar kota. Ia pulang setiap malam, hal itu membuat Andara senang, tapi tidak untuk Dahlia. Wanita itu merasa jika suaminya tidak adil, maka Dahlia menyarankan sang suami untuk berkunjung ke rumah Lea guna melihat keadaan wanita itu.
Abian-suaminya-menyetujui hal itu, karena ia juga sangat ingin bertemu Lea dan Elvan. Abian mengemudikan mobilnya menembus gelapnya malam, lelaki itu baru saja pulang dari kantornya dan langsung menuju kediaman Lea.
Sesampainya di sana, Abian langsung membuka handle pintu kediaman Lea. Sepi dan sunyi, tumben sekali.
"Lea? Elvan?" Abian mengernyitkan dahinya karena rumah ini tampak seperti tidak ada orang. Biasanya rumah ini selalu dipenuhi senyum dan tawa, terasa sangat hangat.
Abian melangkah menuju kamar Lea yang pintunya sedikit terbuka. Abian memutuskan untuk melihatnya. Abian membuka lebar pintu kamar Lea dan membulatkan matanya ketika mendapati Lea yang sudah berlumuran darah.
Abian melihat sekelilingnya dan menemukan Elvan yang sedang menatap jenazah Lea dengan pandangan yang kosong. Abian langsung berlari dan memeluk Elvan.
Lea ... bunuh diri?
Tanpa pikir panjang, Abian langsung menelepon polisi dan petugas medis. Setelah keduanya datang untuk mengurus kejadian ini, Abian mencari kontak Dahlia dan menghubungi wanita itu.
"Halo? Dahlia?"
"Halo? Kenapa?" balas Dahlia dari seberang sana.
"Keadaan di sini sangat tidak baik, aku akan menghubungi lagi nanti." Dahlia mengerutkan dahinya ketika mendengar kata 'tidak baik'. Apa yng sebenarnya terjadi di sana?
Setelah Abian memutuskan sambungan teleponnya, lelaki itu segera membawa Elvan menuju rumah sakit mental untuk memeriksa apa psikis bocah itu baik-baik saja? Karena sedari tadi Elvan hanya terdiam dengan tatapan kosongnya.
Dokter menyarankan agar Elvan di rawat selama beberapa tahun agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Abian menurut, asal itu yang terbaik untuk Elvan.
Setelah mengantar Elvan, Abian mengemudikan mobilnya menuju rumah Dahlia. Kenapa Lea bisa bunuh diri? Apa karena dirinya? Karena ia jujur dengan semuanya? Abian sudah menanyakan itu semua pada Elvan sebelumnya, sayangnya bocah kecil itu tidak menjawab apa pun.
Abian memukul stir mobilnya. Kenapa semuanya harus jadi seperti ini? Ia tidak ingin kehilangan Lea. Ia juga harus merelakan Elvan dirawat di rumah sakit mental selama beberapa tahun. Pasti berat bagi Elvan menyaksikan kematian ibunya.
Setelah sampai di kediaman Dahlia, Abian membuka handle pintu dan mendapatkan Dahlia tengah menunggunya di ruang tamu.
Abian menghampiri Dahlia, lelaki itu menundukkan wajahnya dan mengepalkan tangannya. Dahlia berdiri dari duduknya kemudian menyentuh bahu Abian guna membuat lelaki itu sedikit tenang, karena sepertinya ia akan menyampaikan kabar yang kurang baik.
"Kenapa dengan Lea?" tanya Dahlia. Abian membuka mulutnya ragu.
"Lea ... bunuh diri."