Chereads / ANKAS / Chapter 3 - Stalker

Chapter 3 - Stalker

"Halo,semuanya!" teriak Anas keras di depan pintu kelasnya.

Semua teman-teman Anas memandang Anas dengan pandangannya tersendir.Sudah menjadi sarapan setiap hari bagi mereka,mendengar suara Anas yang bila disandingkan melebihi toa.Yang sial nya meskipun kadang telinga mereka sakit,tetapi rasanya aneh bila mereka tidak mendengar suara membahana milik Anas.

"Aduh Nas.Jangan suka teriak deh! ini tuh masih pagi.Kuping semua orang bisa budeg denger suara cempreng kamu!" gerutu Maurel berdiri berkacak pinggang memandang Anas kesal.

"Hehe Maurel,udah ah jangan kesel kayak gitu! muka kamu jadi tambah jelek loh." Goda Anas dengan muka jenaka kepada Maurel.

"Apa jelek?!" pekik Maurel cukup keras,menarik perhatian semua orang yang ada di kelas itu.Sama halnya dengan kedua murid perempuan di depan mereka.

"Udah ah kalian jangan berisik...! kita lagi ngerjain PR Matematika," ucap salah satunya menoleh kepada Anas dan Maurel dengan jengkel.

"PR Matematika? emang ada?" tanya Maurel terheran-heran.Seingatnya Guru Matematika mereka Pak Mur tidak pernah memberikan PR.Apalagi sebentar lagi mereka akan libur menuju tahun baru.

"Hmm... yang halaman 135 itu loh," ucapnya santai membuang wajah dari Anas dan Maurel.

Mendengar itu Maurel tampak berpikir keras, hingga sebuah ingatan melintas dengan satu arah,bagaikan kereta api.

"Astaga...!! PR nya belum dibuat satu pun!!" pekik Maurel mengambil buku di tasnya terburu-buru.Mengabaikan Anas yang tengah tersenyum memandangnya tanpa beban.

"Maurel...!!" panggil Anas.

"Hmm," deham Maurel mengabaikan Anas, memfokuskan kedua netranya kepada PR Pak Mur yang harus segera diselesaikan.

"Serius amat sih," ucap Anas menusukan jari telunjuknya di pipi kiri Maurel.

"Iya biar cepet selesai,soalnya bentar lagi masuk.Emm... Anas kamu udah ngerjain PR belum?" tanya Maurel tetap fokus tanpa memandang Anas.

"Belum." ucap Anas santai meniup pelan poni di kening nya.Seolah sebuah kata PR yang menghasilkan angka,hingga menjadi penentu sebuah akhir tidak ada apa-apanya.

Maurel melihat Anas sedikit jengkel. "Cepet kerjain! entar kamu dihukum loh," ucap Maurel khawatir setengah menakut-nakuti Anas.

"Engak bakal dihukum kok,orang aku murid kesayangan Pak Mur,secara aku kan imut," ucap Anas PD.Kelewat PD malah,hingga bisa mengalahkan menara kesayangan semua orang di Paris.

"Huh PD amat,palingan juga imut dari lubang sedotan," sarkasme Maurel.

"Bukan lubang sedotan,tapi lubang hidung kamu," canda Anas tak menanggapi sarkasme Maurel.Anas malah asik tertawa seolah itu adalah hal terlucu.

Oke disini mungkin menurut Anas itu lucu,tapi orang yang mendengarnya jelas tidak.Seperti Maurel.Yah Meurel,,,seperti sekarang.Maurel malah menggelengkan kepalanya tak peduli.Kadang kala Maurel pun heran dengan Anas,semenjak dia berteman dengan Anas.Maurel kini sering berteriak tanpa tahu tempat.Mungkin sifat ajaib Anas sedikit menular kepada Maurel.Tapi tentunya jika menyangkut tingkat PD akut dan centil Anas yang terkenal seanterio raya jelas tidak,gini-gini Maurel masih waras loh.

"Maurel,kamu tahu gak kemaren aku ketemu cowok tampan loh?" ucap Anas membayangkan ketika dirinya bertemu dengan Alaska.Hatinya menghangat mengingat Alaska.Andai saja dirinya bisa bertemu lagi dengan Alaska,si cowok tampan yang Anas rasa dirinya mulai mencintai Alaska.

Memang gila si Anas ini,mungkin jika seorang wanita jadi-jadian di pinggir jalan yang kelewat centil disandingkan dengan Anas.Hmm... mungkin Anas yang akan menang.

Kemarin malam saja saking memikirkan wajah tampan Alaska,Anas rela begadang sampai kelopak mata nya tak ayal seperti panda.Entahlah dengan Alaska itu.Mungkin Anas terlalu PD mengira jika Alaska akan memikirkannya.

"Siapa?" tanya Maurel berbasa-basi.Sudah menjadi kebiasaan Anas menceritakan cowok-cowok tampan kenalannya.Hingga Maurel saja tidak mengingat satu pun cowok tampan kenalan Anas saking banyaknya.

"Alaska,aku rasa aku jatuh cinta deh sama cowok yang namanya Alaska," ucap Anas tersenyum-senyum dilanda cinta.

"Alaska?!" pekik Maurel melihat Anas terkejut.

Apa jangan-jangan Alaska yang di maksud Anas adalah Alaska Peradipta? si Kakak kelas mereka yang terkenal akan cowok bucinnya Aurell.Ahh semoga saja cowok itu bukan Alaska yang Maurel kenal.Bisa patah hati mendadak si Anas jika tahu.

"Hmm iya,apa kamu kenal sama Alaska? kalo kenal kenalin dong!" pinta Anas penuh harap.

"Ehmm,enggak aku gak kenal.Emang nama panjang Alaska siapa?" tanya Maurel mengalihkan wajahnya dari Anas.

"Alaska doang,mungkin Alaska waktu bilang namanya terpaku sama kecantikan seorang Anastasia.Jadi gak sempet sebutin nama panjangnya karena keburu pergi." Ucap Anas PD.

"Jangan PD! mungkin,Alaska yang di halte waktu itu langsung pergi karena gak tahan denger suara cempreng kamu." Ucap Maurel terkekeh merapikan bukunya.

"Jahat amat sih sama sehabat sendiri," dengus Anas memicing kesal.

"Gak papa dong," ucap Maurel jenaka.

"Ehh Anas cepet nih salin PR Matematika punya aku!" lanjut Maurel menyodorkan buku PR nya yang sepontan ditolak Anas.

"Enggak ah! Pak Mur sebentar lagi masuk," tolak Anas melambaikan tangannya seperti memanggil tukang ojek.

"Belum ada kok," ucap Maurel melihat meja Guru yang masih kosong.

"Itu ada." Anas tersenyum lebar menatap kedepan.Lebih tepatnya Pak Mur yang selalu menjadi Guru kesukaan Anas.

"Enggak.Barusan kan aku liat enggak ada!" kukuh Maurel menyodorkan buku ditangannya yang masih ditolak Anas.

"Liat aja!" seringai Anas nakal.

"Eng-" ___ "Selamat pagi anak-anak?!!" sapa Pak Mur memotong ucapan Maurel.

"Pagi Pak!!" jawab penghuni kelas itu serempak termasuk Anas yang jika di dengar-dengar adalah yang paling semangat.

"Silahkan kumpulkan PR halaman 135!" to teh point Pak Mur melihat semua anak muridnya.Hingga netra nya melihat seorang gadis yang selalu tersenyum kala melihatnya.

Pak Mur merasa ia tak lagi bersemangat untuk mengajar.Jangan salahkan Pak Mur jika Pak Mur merasa tak ingin melihat wajah Anas.Tanyakan saja kepada semua guru SMA tempat Anas bernaung!

"Anas.silahkan hormat bendera sampai jam istirahat!" perintah Pak Mur menghela nafas pelan.Ini sudah menjadi makanan sehari-hari Guru Matematika itu menghadapi Anas,si spesias langka SMA kebanggaan mereka.

Anas tersenyum,berdiri dari duduknya perlahan-lahan melangkah mendekati Pak Mur. "Aduhh Bapak emang pengertian banget sih,makasih Pak Mur udah perhatian sama Vera!" ucap Vera terkekeh pelan.

"Ya,silahkan pergi Anas! Bapak pusing mendengar suara kamu," ucap Pak Mur pasrah tampak pusing melihat Vera.

"Ye,,, siapa juga yang mau diem di kelas liatin muka Bapak yang udah keriput." Ucap Anas melenggang pergi meninggalkan semua penghuni kelas XI-IPS 1 yang memandangnya cengo.

Maurel masih menatap punggung sehabatnya,Anas selalu saja membuat semua Guru takluk kepadanya.Bahkan Guru-guru killer di SMA Gemilang sekalipun dibuat takluk.Entah diberi jampi-jampi apa Guru-guru itu oleh Anas.

Sehabat nya ini terbilang santai menjalani kehidupan? masalah apapun bila dihadapkan kepada Vera.Maka Anas akan menjalani hari-hari nya seperti biasa,ceria bagai mentari.Maurel heran selama dirinya dan Anas bersehabat,Maurel tidak pernah melihat Anas bersedih ataupun berderai air mata.Hanya tiga tahun lalu saja ketika ibunya meninggal,itu pertama kali di mana seorang Anastasia menangis tetapi masih ada senyuman ceria di bibirnya.Anas selalu bisa mengalihkan kesedihannya dengan semua keceriaan yang dirinya miliki.Tidak seperti Maurel yang melihat sinetron saja menangis sesegukan.

"Aduhh males ah hormat Bendera.Mendingan ke kantin,makan sambil liat cowok-cowok tampan kayaknya enak deh," ucap Anas semangat berlari-lari kecil sesekali melompat-lompat disepanjang koridor menuju kantin seperti anak kecil.

"Ehh Neng Anas,kenapa disini?" tanya penjual langganan Anas.

"Ehh Mang Mamat,Anas mau makan dong masa mau tidur," canda Anas mendudukkan dirinya di kursi kantin.

"Haha iya Mang Mamat tahu,Neng Anas mau makan apa?" tanya Mang Mamat berbada-basi.

"Yang biasa aja Mang!" ucap Anas membuka aplikasi di ponselnya.

"Siap Neng," ucap Mang Mamat menyiapkan pesanan Anas seperti biasa,nasi goreng dan teh es manis.

"Mang Mamat tahun gak siapa di sekolah ini yang namanya Alaska?" tanya Anas mulai mencari tahu.Siapa tahu Mang Mamat tahu Alaska yang dimaksud Anas.

"Ohh Den Alaska," ucap Mang Mamat.

"Mang Mamat tahu," seru Anas memandang penuh harap Mang Mamat.

"Jelas dong,nama Alaska disekolah ini cuma ada satu.Nama panjangnya Alaska Pradipta,Kakak kelas Neng Anas," ucap Mang Mamat tersenyum bangga bisa membantu Anas.

"Wahh kelas apa Mang?" tanya Anas antusias.

"Wah kalo itu Mang Mamat kurang tahu Neng," ucap Mang Mamat.

"Yah,gak papa deh Mang.Biar Anas cari tahu sendiri kalo Alaska yang Anas cari,Alaska nya Mang Mamat.Kesannya biar romantis gitu," ucap Anas tersenyum lebar.