Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

What Happen Between Us?

Reniraya
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.1k
Views
Synopsis
Bilan dan Shaka sudah bersahabat sejak kecil. Karena keseringan bersama timbullah rasa suka oleh Bilan kepada Shaka. Namun ia tidak berani mengungkapkan perasaannya kepada Shaka. Takut persahabatan yang sudah terjalin akan rusak karena rasa suka darinya. Bilan tetap memendam perasaannya tanpa tahu mereka sama-sama suka.
VIEW MORE

Chapter 1 - Satu - Alasan Bilan menyukai Shaka

"Selamat Bilan, lagi-lagi kamu meraih nilai tertinggi dikelas. Anak-anak, beri tepuk tangan untuk Bilan." Bu Mira menyuruh murid dikelasnya bertepuk tangan saat seorang siswi berambut pendek maju ke depan. Bilan Aprilia namanya.

Bilan maju ke depan kelas, ia mengambil kertas ujiannya yang tertera angka seratus disana. Ia tersenyum tipis kepada Bu Mira lalu berbalik untuk kembali ke tempat duduk. Saat berjalan menuju tempat duduknya, ia sempat melihat beberapa siswi lain sedang berbisik sambil menatap kearahnya. Bilan hanya cuek dan tidak menghiraukannya. Ia memilih duduk tenang setelah memasukkan kertas ujian tadi kedalam tas.

Bilan berusaha fokus ke penjelasan Bu Mira mengenai peredaran darah manusia. Namun, ia merasakan sesuatu menusuk-nusuk bahu kanannya. Ia menoleh dan mendapati Shaka sedang tersenyum lebar.

Arshaka Dermawan, atau yang akrab dipanggil Shaka itu menjulurkan tangannya. Bilan merasa heran namun ikut menjulurkan tangannya. Shaka menjabat tangan Bilan lalu mengayunkannya keatas dan kebawah.

"Selamat ya, Bilan!"

"i-iya," jawab Bilan gugup. Jantungnya berdetak tidak karuan saat tangannya menyentuh tangan Shaka. Ia melepaskan pautan tangan mereka berdua saat Bu Mira menoleh kebelakang untuk memeriksa anak muridnya. Beberapa saat kemudian, beliau kembali sibuk dengan papan tulis.

"Makasih," jawab Bilan lagi.

Tidak ada jawaban lagi dari Shaka. Bilan menoleh dan mendapati Shaka sedang menulis sesuatu. Mungkin sedang mencatat, pikir Bilan. Kemudian ia teringat bahwa ia juga harus mencatat penjelasan dan semua yang ditulis Bu Mira di papan tulis.

Baru saja Bilan akan menulis sesuatu, sebuah kertas yang terlipat tiba-tiba mendarat dimejanya. Ia menoleh ke arah Shaka dan cowok itu sedang menopang dagunya sembari menatap Bilan.

"Buka terus baca," ucap Shaka.

Bilan bingung, kira-kira apa yang dituliskan Shaka. Ia membuka lipatan kertas itu hingga semua lipatan terbuka. Disana tertulis 'Jangan lupa malam ini' dengan emoji senyum disampingnya. Bilan memasang wajah kesal, padahal Shaka bisa saja mengatakannya langsung tapi ia malah menuliskan di kertas. Bikin repot saja.

Meskipun begitu, Bilan malah membalas pesan tadi lewat kertas juga. Ia menuliskan dibawah tulisan Shaka. 'Kenapa harus pakai kertas? Ngomong kan bisa' tulisnya. Ia lipat-lipat lalu dilemparkan ke atas meja Shaka.

Perasaan Bilan jadi aneh. Ia merasa deg-degan menunggu jawaban dari Shaka. Harap-harap cemas ia menunggu jawaban Shaka, tapi tidak ada kertas yang kunjung datang. Bilan menoleh kesamping, dilihatnya Shaka sedang menulis sesuatu sambil sesekali mendongak untuk menatap papan tulis.

Entah kenapa Bilan merasa kecewa. Namun segera ia tepis pikiran kecewanya. Ia tau ia bukan siapa-siapa bagi Shaka. Hanya sebatas sahabat, tidak lebih. Akhirnya Bilan menghabiskan jam pelajaran Bu Mira dengan mencatat sambil pikirannya melayang kemana-mana.

Waktu istirahat tiba. Saat Bilan ingin pergi ke kantin, sebuah kertas terlipat mendarat lagi di atas mejanya. Ia ingin mengambil kertas itu dan membacanya, tetapi tanganny dicegah oleh Shaka.

"Nanti aja bacanya. Ayo ke kantin, nanti lo laper." Shaka menarik Bilan keluar kelas. Tidak menggubris pandangan siswa-siswi yang melihat kedua tangan mereka yang saling bertautan.

Bilan hanya bisa menunduk. Sadar akan posisinya yang sedang berjalan bergandengan bersama dengan cowok terpopuler di sekolah. Saat ia mencoba melepaskan pegangan Shaka, cowok itu malah makin erat menggenggam. Bilan menyerah. Shaka itu sangat keras kepala dan keputusannya tidak bisa diganggu gugat.

"Duduk Bi," suruh Shaka. Sementara ia pergi menjelajahi kantin, entah membeli apa.

Bilan duduk dengan canggung dimeja yang diisi oleh cowok-cowok populer dan cewek mereka.

Miki, pacar Andi mendekati Bilan dan menatapnya lekat. Bilan merasa bingung karena ditatap seperti itu.

"Kenapa liatin Bilan?" tanya Jenny, pacarnya Rendy.

"Enggak, gue mau nanya sesuatu," jawab Miki. Ia berhenti menatap Bilan saat melihat dari ujung matanya, Shaka sudah kembali dengan dua mangkok bakso.

"Tolong beliin air minum Ren," ujar Shaka. Ia menyodorkan satu mangkok bakso ke arah Bilan sementara satu lagi diletakkan didepannya.

"Kalian yakin cuman sahabatan?" tanya Miki.

"Emangnya kenapa Mi?" tanya Jenny sebelum ia mengikuti pacarnya untuk membeli air minum.

"Kalian berdua tuh ya, kemana-mana berdua. Terus lengket banget kayak ada lemnya. Yakin cuman sahabatan?"

"Yakin kok," meskipun pengennya lebih dari itu, sambung Bilan didalam hati.

"Yakin," Shaka menjawab dengan mantap. Membuat hati Bilan sedikit sakit, meski kemudian ia sadar bahwa mereka berdua cuman sekadar sahabat dan tidak lebih.

Andi yang dari tadi diam, ikut buka suara. "Biarin aja mereka mau sahabatan atau apa. Memang pentingnya buat kamu apa?"

"Ihh, sayang kan aku cuman nanya." Miki memonyongkan bibirnya. Ia merajuk dengan pacarnya yang pendiam itu.

"Ada apa ini?" tanya Rendy dan Jenny. Ditangan mereka berdua penuh dengan air mineral. Mereka berdua meletakkan botol botol itu diatas meja lalu duduk kembali di tempat sebelumnnya.

"Banyak banget belinya? Shaka kan cuman nitip dua Ren?" tanya Miki. Tampaknya keadaan hati cewek itu sudah membaik. Inilah salah satu alasan mengapa Andi tahan berpacaran dengan Miki. Mood pacarnya itu meski cepat berubah, cepat juga membaik saat merajuk seperti sekarang ini.

"Ya kan yang mau minum bukan cuman Shaka sama Bilan. Kita juga mau minum. Lo juga kan?" Jenny menyerahkan satu botol kepada Miki yang diterima cewek itu dengan cengengesan.

Mereka berenam tidak mengobrol apa-apa lagi. Semua fokus dengan makanan dan minuman. Saat bel istirahat berakhir berbunyi, mereka segera kembali ke kelas masing-masing.

Bilan dan Shaka berjalan beriringan, tidak bergandengan seperti tadi. Namun, tetap memicu pandangan-pandangan tertuju otomatis ke arah mereka berdua.

"Lo setiap hari kayak gini?" Bilan memecah keheningan.

"Apa?" tanya Shaka tidak mengerti.

"Diliatin orang-orang kayak gini."

"Oh." Shaka menyisir poninya kebelakang membuat beberapa cewek menjerit histeris. Ia memasukkan kedua tangannya ke kantong celana. "Ya, biasa aja si. Gue sadar gue ganteng."

"Nyesel nanya." Bilan mempercepat langkahnya meninggalkan Shaka. Cowok itu terus mengikuti Bilan dari belakang sambil berteriak agar Bilan memperlambat langkahnya.

Terdengar suara orang berlari. Jantung Bilan entah kenapa menjadi tidak karuan. Ia membayangkan Shaka sedang berlari mengejarnya. Lalu setelah melewatinya, Shaka akan berbalik dan menatapnya lekat.

Bilan menyiapkan mentalnya. Ia tidak mau pingsan saat khayalannya yang tadi terjadi. Suara langkah Shaka semakin dekat, maka semakin kencang jantung Bilan berdegup.

Shaka melewatinya. Cowok itu berlari masuk ke dalam kelas, mendahului Bilan.

Cewek itu mengabsen kebun binatang yang ditujukan kepada Shaka. "Bilan, Bilan. Apa sih alasannya lo bisa suka sama cowok itu," gumamnya sangat pelan.

Bilan duduk di kursinya tanpa memandang Shaka sedikitpun. Ia merasa kesal. Namun, kekesalannya berkurang saat melihat kertas tadi masih ada di atas mejanya. Dibuka lipatan-lipatan itu oleh Bilan, lalu dibacanya kalimat yang tertulis di sana.

'Ya, biar lo lebih rajin aja nulisnya. Biar pulpen lu ada gunanya gitu. Gue ingetin lagi ya, jangan lupa waktu kumpul kita oke? Gue ada ide baru buat dilakuin sama-sama. Maaf gue balesnya lama. Tadi pulpen gue abis terus gue minjem dulu sama Alan. Pas gue mau nulis, eh Bu Mira nengok. Yaudah gue pura-pura nyatet. Jangan lupa cek laci bawah meja lo. Jangan ngambek lagi ya Bi'

Bilan memeriksa laci dibawah mejanya. Ia menyentuh sebuah kotak. Dikeluarkannya kotak itu keatas meja. Ternyata itu adalah susu kotak kesukaan Bilan. Wajahnya bersemu merah. "Ah, ini alasannya." Ia tersenyum sembari melirik Shaka yang sedang menutupi wajahnya dengan buku.