Baru saja duduk di bangkunya, Alden malah harus mendengar perdebatan Davin dan Juan.
"Nitha itu cantik banget, baik juga, pokoknya sempurna deh" Juan memuji muji ketua osisnya itu.
"Baik lo bilang? Eh, gue udah sering liat dia duduk sambil nontonin orang berantem, itu namanya baik?"
"Terus apa salahnya?"
"Ya salah lah, sebagai ketos dia harus meleraikan, bukannya menyaksikan dan menikmati sebagai tontonan"
"Ih, bilang aja lo sewot karna gak menang jadi ketua osis pas lawan dia"
"Eh enggak ya" elak Davin
"Lagian dia itu cewek paling beruntung tau gak"
"Kebetulan" sewot Davin
"Apa jangan jangan dia sahabat dewi fortuna ya?"
"Gak usah ngaco" Davin kesal dengan ocehan Juan yang tidak masuk akal
"Ih kenapa sih lo? Jangan bilang lo juga suka sama Nitha"
"Itu sih elo" Tukas Davin.
"Gue yakin banget kalau si Nitha gak bakalan bertahan lama" Davin berpendapat.
"Seyakin apa lo?" tanya Juan.
"Gue bisa bikin jabatan dia dicabut" ujar Davin yakin.
"Gak bakalan" sahut Juan "Gue berani taruhan, dia bakalan beruntung lagi kali ini" lanjutnya.
"Al, lo lebih milih siapa? Dia apa gue?" tanya Juan ke Alden.
"Gue gak ikutan" jawabnya singkat.
"Kalo elo Zi? Pilih siapa?"
"Sama, gue gak ikutan" jawab Zian.
"Yaudah, lo tinggal liat aja ntar"
***
Bel istirahat berbunyi sejak tadi, tapi Juan masih mencari keberadaan Nitha.
"Eh Git, lo liat Nitha gak?" tanya Juan ke teman sekelasnya bernama Gita.
"Kayaknya lagi diruangan osis deh" jawab Gita, dia juga salah satu anggota osis, dan dia baru saja dari ruang osis.
"Yaudah, Thanks ya" ucapnya lalu langsung menuju ke kelasnya, mengatakan kepada Davin kalau Nitha ada di ruang osis, dan mereka harus melancarkan aksi taruhan mereka.
"Demi jajan seminggu" gumamnya sambil tersenyum menuju kekelasnya.
Mereka bertaruh, siapa yang menang akan membayar jajan selama seminggu. Juan sangat yakin kalau Nitha akan beruntung lagi. Begitu juga dengan Davin, dia yakin kalau dia bisa membuat jabatan Nitha dicabut.
Juan menarik Davin menuju ruang osis, sampai di depan ruang osis mereka bingung mau ngapain.
"Gimana nih?" tanya Juan, dia bingung harus ngapain dulu.
"Mana gue tau" Davin juga bingung
"Yaudah Fen, gue mau ke kantin dulu ya.."
"...Ka, cepetan ntar keburu kantin penuh"
Juan dan Davin mendengar suara Nitha yang sedang berbicara dengan Fendi, si wakil ketua osis.
"Cepetan pikir, kita harus ngapain" ucap Juan berbisik.
Pintu ruang osis terbuka, memperlihatkan dua cewek yang sedang memperhatikan mereka.
Tanpa aba aba, Davin langsung melayangkan tinjunya ke perut Juan.
Riska terkejut melihat kejadian di depan mata, dengan panik dua meminta Fendi untuk meleraikannya.
"Fendi cepet tolongin, ada yang berantem nih" panik Riska.
Buru buru Nitha menarik lengan Riska keluar, lalu mengunci pintu sebelum Fendi keluar dan meleraikan dua orang di depannya.
"Eh, Tha bukain" pinta Fendi dari dalam.
"Sstt.." Nitha meminta Fendi untuk diam.
Karna keributan terjadi, sebagian siswa siswi SMA Garuda berkerumunan menyaksikan keributan tersebut.
"Eh bukannya itu Davin sama Juan?"
"Kok bisa berantem sih"
"Lah mereka kenapa? "
Banyak pertanyaan yang dilontarkan siswa siswi SMA Garuda karna heran. Bagaimana tidak? Dua orang yang dikenal sangat dekat itu tiba tiba saja beradu jotos. Entah apa penyebab nya. Yang lebih membingung kan, mereka tidak melihat keberadaan Alden, dan Zian.
Disisi lain, Alden yang dari tadi curiga Davin dan Juan bakal ngapain, sekarang terjawab sudah kecurigaannya.
"Eh Tha, pisahin dong mereka" pinta Riska
"Duh gimana nih, pukulan dari Davin sakit banget lagi" Juan membatin.
"Biarin, bentar lagi juga bakalan kelar" jawab Nitha santai
Davin sedikit tersenyum disela pertengkarannya saat mendengar jawaban Nitha, kemenangkan pertaruhan yang mereka buat berpeluan besar untuknya.
"Kapan? Nunggu si Juan bonyok atau nunggu Davin mati?"
"Ck, iya iya" decak Nitha kesal.
Alden melangkah mendekati keumunan, namun dia dikagetkan oleh suara kursi di banting, membuat dia menghentikan langkahnya.
Nitha membanting kursi yang didudukinya tadi di dekat Juan dan Davin. Sontak keduanya terkejut dan menghentikan aksi gilanya itu.
Davin terkejut mendengar suara bantingan kursi. Bukan hanya itu, kemenangan yang dia bayangkan barusan sudah sirna saat suara pak Hafi terdengar.
"Kamu memang bertanggung jawab atas jabatan kamu" ucap pak Hadi terdengar bangga.
"Maaf pak, saya terlalu takut jika nanti malah jadi ikutan di pukul sama mereka, jadi saya cuma bisa banting kursi biar mereka udahan"
"Iya gak papa Nitha, setelah ini panggil pak Adi buat benerin kursi ini ya" sahut pak Hadi lembut.
"Sialan, tuh cewek jago banget akting" Davin membatin setelah mendengar jawaban pak Hadi.
Dari jauh Alden hanya bisa menahan kesal melihat perbuatan bego kedua temannya.
Pandangan pak Hadi yang tadinya menatap bangga berubah menyeramkan saat menatap Juan dan Davin.
"Kalian berdua ikut saya" intrupsi pak Hadi ke Juan dan Davin.
Davin dan Juan mengikuti langkah pak Hadi dari belakang.
"Gimana? Gue menangkan?" tanya Juan dengan tersenyum bangga.
"Hm" jawab Davin cuek.
"Yes" seru Juan, dia begitu senang melihat Davin terkalahkan oleh dirinya.
"Eh, kalian berdua ngapain?" pak Hadi menatap bingung kearah Juan.
"Dibawa ke ruang Bk malah yas yes yas yes" heran pak Hadi.
Pak Hadi memasuki ruang BK, mengintrupsi Davin dan Juan untuk duduk.
Tangan nya mengambil lembaran kertas di dalam laci mejanya, lalu menandatangani kertas tersebut.
"Ini, kasih keorang tua kalian. Setelah tiga hari di skorsing, kalian bawa orang tua kalian ke sekolah" ucap pak Hadi.
"Lah pak, kita gak berantem beneran kok pak" Protes Juan karna dikasih surat skors.
"Gak beneran apanya? Muka kalian sampe bonyok gitu" pak Hadi menunjuk wajah Juan dan Davin.
"Sebelum pergi kalian ke uks dulu, obati luka kalian"
"Siapa yang ngobatin pak?" si Leni lagi ulangan sekarang" tanya Juan, Leni adalah petugas PMR yang bertugas hari itu.
"Lah kenapa emang nya?" tanya pak Hadi.
"Jangan di ganggu pak, kasian adek saya, ntar malah jelek nilai nya" protes Juan.
Leni adalah siswa kelas sepuluh, yang juga adik dari Juan.
"Yaudah nanti bapak bakal cari orang buat ngobatin luka kalian"
"Kalian tunggu aja di UKS"
Walaupun terkenal galak, tapi pak Hadi memiliki hati yang lembut, dia tidak akan membiarkan murid nya seperti ini.
Setelahnya Juan dan Davin menuju UKS.