Rendra menyebalkan!
Dasar pencuri yang amat menyebalkan!
Aku benar-benar muak pada Rendra. Tidak cukup telah merebut posisiku, sekarang cowok itu mau merebut kesabaranku juga? Memangnya dia pikir dia siapa? Makhluk sensasional?
Pokoknya aku tidak boleh terpancing. Jangan terpancing. Tidak boleh.
Tapi, amarahku telah terpancing!!
Lihatlah wajahku sekarang. Berubah merah padam. Aku merasakan pipiku sangat panas sekarang. Ah, mengerikan. Aku harus menjauhi Rendra jika tak mau pipiku menjadi gosong karena terus terbakar api amarah. Aku juga harus selalu menyiapkan satu tong air dingin untuk menyiram ketengilan perkataan Rendra.
Apakah ada yang setuju jika Rendra harus dilenyapkan di muka bumi ini? Jika kalian makhluk normal sepertiku, kalian akan menyetujuinya tanpa berfikir panjang.
Tunggu, perutku agak sakit.
Perutku sakit karena masih lapar. Roti isiku tertinggal di meja yang tadi diduduki si pencuri. Padahal aku sangat suka roti isi itu. Dasar si pencuri menyebalkan. Bel sebentar lagi berbunyi.
Jika aku ke kembali ke kantin, aku mungkin akan bertemu Rendra lagi juga akan terlambat memasuki kelas. Tapi, jika aku tidak ke kantin aku akan kelaparan selama jam pelajaran berlangsung.
Itu tidak boleh dibiarkan. Aku butuh Anna.
Tapi, omong-omong, gadis itu tidak terlihat sama sekali oleh panca inderaku. Entah kemana, ini bahkan sudah hampir bel. Biasanya dia akan kembali ke kelas sepuluh menit sebelum bel. Namun, ini sudah lima menit sebelum bel berdering, Anna belum datang. Jangan-jangan, Rendra mencegatnya dan mencuci otak Anna.
Rendra benar-benar orang yang kejam.
Aku pun beranjak dari kursiku menuju ke arah pintu keluar kelas. Namun, baru aku berada di depan pintu, Anna muncul dengan senyum manis khasnya.
"Mau kemana, Lul?" tanyanya dengan tangan yang menjingjing kresek berisi sesuatu yang aku yakini makanan.
"Mau nyari lo. Lo habis darimana, sih? Di kantin gue cariin gak ada. Lo diculik Rendra ya?" Aku bertanya pada Anna dengan wajah cemas.
Anna mengernyit sebelum tertawa terbahak-bahak. "Lo tuh overacting, Lul. Ya kali, Rendra mau culik gue. Apa untungnya coba? Bukannya tadi Rendra sama lo, kan? Lagian gue tuh abis dari perpus, balikin buku biologi yang kemaren gue pinjem," kata Anna dengan sisa tawanya.
Aku mendengus. "Kok lo bisa tahu Rendra tadi sama gue?"
Anna melirik ke dalam kelas, kemudian merangkulku mendekati bangku kami berdua. "Karena gue denger dari salah seorang siswi di kantin yang lagi ngomongin itu tadi pas gue beli makanan." Anna mengangkat kresek berisi makanan itu ke depanku. Benar, kan, dugaanku. Itu makanan.
"Mereka ngomong apa aja?" Sebenarnya aku tidak terlalu perduli. Tapi, ada kalanya untuk tahu juga, bukan?
"Katanya, lo sama Rendra adu mulut gara-gara Rendra suka sama lo." Anna menjawab dengan tenang sambil membuka salah satu makanan yang dibawanya.
Aku mengernyit ngeri membayangkan betapa seramnya jika Rendra menyukaiku. "Itu gak bener. Padahal tadi gue sama si pencuri itu gak ngomongin hal yang berbau itu. Kenapa bisa sampe bikin kesimpulan Rendra suka sama gue? Dasar aneh. Siapa tadi yang bilang begitu?"
Anna kembali tertawa. "Lo tuh bener-bener lucu kalau marah kayak gini. Lo tuh pinter, tapi gampang banget dijahilin. Siswi yang ngomongin lo gak bilang gitu, kok. Gue cuman ngarang."
"Dih, dasar Annabelle! Lo tuh hampir sama nyebelinnya kayak Rendra tahu gak?"
"Enggak." Anna mengedikkan bahu. Lalu kembali memakan kripik kentangnya. "Di dalem kresek ada roti isi. Lo belum makan siang kan?"
Aku yang tadinya sedang merengut kesal tiba-tiba tersenyum cerah mendengar Anna bertanya seperti itu padaku. Anna memang yang terbaik.
Aku kemudian mengambil roti isinya. Namun, setelah membukanya, aku tidak langsung memakannya. Aku melihat sebuah kertas kecil terselip di roti isi tersebut. Aku pun mengambil kertas kecil itu dan membacanya. Kalian tahu apa isi kertas kecil tersebut?Tiga belas angka yang berderet.
Astaga, ini sebuah nomor ponsel.