Zara sudah di posisinya, setia memberi energi pada Nexuz yang membutuhkan sinarnya. Panas terik Zara di Westmorth yang sedang musim panas terasa menyengat, cahanyanya masuk menembus ruang-ruang dalam setiap bangunan. Tak terkecuali apartemen sempit ini, yang dihuni oleh seorang pemuda yang kelelahan luar biasa membuatnya tak mengindahkan sinar Zara yang menyilaukan matanya melalui jendela geser yang ada di sisi kanan kamar bercat gelap itu.
Lex hanya memutar tubuhnya menutupi kepalanya dengan bantal agar tak terkena sinar Zara yang lewat melalui celah kecil yang terbuka pada gorden jendelanya lalu ia lanjutkan tidurnya lagi.
Tubuhnya masih lelah, perutnya masih mual. Persetan dengan orang-orang, dia akan tetap tidur disana, di kamarnya.
--o0o--
Vellas City Police Departement sedang sibuk pagi ini berkutat dengan kasus yang aneh, 3 mayat korban pembunuhan sudah ditemukan, tak ada petunjuk yang bisa mereka jadikan pegangan. Mereka menemui jalan buntu.
Yang berhasil mereka dapatkan adalah informasi bahwa pelaku pembunuhan ini kemungkinan besar adalah seorang laki-laki, ditinjau dari bentuk dan sudut luka, juga efek dari benturan atau luka yang dihasilkan, setelah dihitung dan di akumulasi setiap benturan atau luka menghasilkan efek dari tenaga yang besar, dan tidak mungkin seorang perempuan bisa melakukannya.
Profil pelaku mulai di susun, tapi tak jua menemukan titik terang, tak ada satupun kerabat atau teman-teman para korban yang pernah melihat siapa laki-laki yang terakhir bersama korban.
Catatan panggilan dari ponsel para korban pun nihil, dan kini mereka sedang mencoba menyusuri lokasi-lokasi yang pernah didatangi oleh para korban melalui riwayat GPS ponsel mereka.
Media mulai menyorot, dan para Atasan VCPD serta pemerintah menekan setiap unit yang bertanggung jawab menyelesaikan kasus ini, terutama Unit-8 yang di bawahi Mel, karena merekalah unit utama penanggung jawab. Mel harus bergerak cepat sebelum ada korban lagi.
Kepalanya pening akibat kurang tidur dan terlalu banyak kafein dalam tubuhnya. Ia berjalan gontai menuju laboratorium forensik untuk melihat kembali segala bukti yang telah terkumpul. Timnya sedang di lapangan mencari tau segala kemungkinan menyangkut para korban.
"Kau gila?! Kau berbohong pada Connor?! Aah...aku tak bisa berkata apa-apa. Kalau dia sampai tau, aku tak mau membayangkan apa yang akan terjadi padamu Rachel".
Suara Zee yang memekik kepada rekan se-divisinya terdengar sampai ke telinga Mel yang baru saja masuk, mereka sedang bicara sambil mengerjakan sesuatu di sana dan membelakangi Mel, tentu saja mereka tak sadar bahwa Mel mendengarnya.
"Aku takut sekali, tiba-tiba alasan itu keluar dari mulutku tanpa sadar. Nicolas brengsek! Gara-gara dia aku jadi harus berhadapan dengan masalah, tidak cukup baginya selingkuh di belakangku dan sekarang dia membuatku jadi harus berbohong. Damn it!" Umpat Rachel yang baru saja putus cinta. Dan menyalahkan semua pada mantannya itu.
"Hei! kau yang bodoh, untuk apa kau beralasan pada Connor, harusnya cukup minta maaf saja atas kecerobohanmu, dan juga tak usah menyalahkan kebodohanmu pada orang lain Scmith, kau juga sama gilanya dengan Nic, kau pikir aku tak tau kau membawa pulang pria dari club minggu lalu?"
Tukas Zee pedas pada rekannya itu, ia tahu betul bagaimana Mel membenci orang yang suka menyembunyikan fakta. Ditambah Rachel dikhianati pacarnya karena memang dia sama brengseknya.
"Haaaah...sebenarnya aku masih mencintai Nic Zee, kau tau kan waktu itu aku mabuk, aku bahkan tak ingat apapun keesokan paginya. Dan semoga saja kapten tak tau perihal aku berbohong padanya soal ibuku yang sakit, mulut bodoh...mulut bodoh" Sesal Rachel seraya menepuk mulutnya berulang kali seakan menyalahkan mulutnya atas tutur yang di lontarkannya.
"Ck...mulutmu tidak salah, mulut dan lidahmu hanya sebuah alat pengucap artikulasi suatu hal yang ingin di sampaikan otak mu." Balas Zee dengan ilmu logis, maklum mereka adalah orang-orang yang selalu berkutat dengan data dan validitas suatu hal menurut logika dan rasionalitas. Mengidentifikasi segala hal melalui kacamata sains.
Mel masih mematung di belakang mereka, tanpa suara. Otaknya mulai berpikir gila, ia teringat ucapan Lex semalam, soal Rachel yang berbohong. dan tebakannya kebetulan sekali sangat jitu, itu membuat Mel mulai sedikit mempercayai kata-kata Lex, entah karena ia sedang stress atau karena memang ia sudah termakan omongan laki-laki itu.
Kalau saja situasinya tak seperti ini, kalau saja dia tak pernah dengar ucapan Lex soal kebohongan Rachel, lalu dia kebetulan tahu tanpa sengaja seperti kejadian yang sekarang ini sedang berlangsung, ia pasti sudah murka pada Rachel dan berakhir dengan memindahkannya ke unit lain, jangan pernah bekerja dengan Mel jika pernah membohonginya apalagi saat mengerjakan kasus.
Tapi kali ini Mel terlalu lelah untuk menumpahkan amarahnya, otaknya hanya fokus pada kasus dan akalnya secara spontan mengesampingkan soal bawahannya itu.
Ide gila muncul di kepala Mel, buru-buru ia berbalik dan keluar menuju basement tempat dimana mobilnya terparkir. Zee dan Rachel menyadari kehadiran Mel setelah ia berjalan cepat keluar Lab, sukses membuat mereka ketar-ketir apakah Mel mendengar obrolan mereka sedari tadi. Dan jawabannya adalah yup girls! dia dengar!
Mel menjalankan mobilnya dengan cepat membelah jalan raya yang padat, menuju suatu tempat yang tak pernah ia bayangkan akan ia datangi.
--o0o--
Wanita berambut gelap dengan setelan warm tone berdiri di ambang sebuah pintu apartemen kumuh, matanya terus menatap nanar pada sebuah pintu bertuliskan angka 409 di daunnya. Ia menarik napas lalu menghembuskannya pelan.
"Apa yang sedang kulakukan? Aku benar-benar sudah gila" Gumamnya bermonolog.
Ia meragu, akal sehatnya masih terus berperang dengan nalurinya, akalnya bilang ini pekerjaan sia-sia, tak masuk akal namun nalurinya berkata lain, entah kenapa ia merasa tak ada salahnya untuk mencoba.
Tok tok tok
Akhirnya ia putuskan untuk tetap mengetuk pintu itu, memanggil si empunya rumah dibalik sana untuk segera menemuinya. Tapi tak ada jawaban.
Tok tok tok
Diulangnya lagi mengetuk. Tak juga terdengar apapun. Apa dia kabur? batinnya.
Tok tok tok tok tok tok tok tok tok tok tok tok tok tok
Semakin keras ia mengetuk, lebih seperti menggedor. Jika diteruskan sepertinya pintu itu akan jebol dalam 5 menit.
Lex merasa terusik dengan gedoran di pintu apartemennya, ia sangat kesal! Kenapa orang itu tak pergi saja padahal Lex sudah membiarkannya cukup lama.
Gedoran masih terdengar dan malah sepertinya makin keras.
"Shit! Siapa sih sialan! Pintuku bisa jebol, dasar gila!" Sungut Lex sembari beranjak dari kasurnya, dengan mata yang masih mengantuk dan rambut kusut, ia berjalan menuju pintu apartemennya.
Cklek..krieett... Pintu dibuka. Si penggedor menghentikan aksinya.
"Kau? Secepat ini? Apa lagi?" Gusar Lex pada tamu yang berdiri di depan pintunya sambil menutup mulut dan hidungnya dengan lengan yang ia silangkan di depan wajah. Menghalangi semerbak emosi yang dengan cepat berusaha menggelitik hidungnya.
"Aku ingin minta bantuanmu tuan Vernon" Ujar seseorang itu.