Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 28 - RAIN ADALAH GADIS YANG KUAT

Chapter 28 - RAIN ADALAH GADIS YANG KUAT

"Rai," panggil Samuel yang sedari tadi melihat ponsel dari sahabatnya itu terus menyala. "Ada telepon tuh dari tadi."

Laki-laki tersebut yang mendengarnya pun langsung menghela nafas lalu menoleh ke arah samping dengan sedikit menundukkan kepala untuk melihat ponselnya yang terus berdering.

"Siapa?" tanya Denis dengan kedua alis yang terangkat. "Perasaan dari tadi handphone lo bunyi terus."

Rai yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafas dengan satu tangannya yang saat ini mengambil ponselnya itu. Kemudian kedua matanya menatap dua orang yang berada di hadapannya dengan sabar.

"Tante Mitha," jawabnya dengan kedua sudut bibirnya yang terangkat. "Sebenernya dia udah telepon gue dari tadi, tapi gue bingung nggak tahu harus jawab apa."

"Bukannya lo bilang orang tuanya lagi di Rumah lo, ya?" tanya Denis dengan kening yang berkerut. "Terus Tante Mitha telepon lo lagi buat apa?"

"Iya, padahal gue udah bilang ke Mama kalau Rain lagi sama temennya, apa mungkin Tante Mitha nggak percaya sama apa yang gue omongin?"

Samuel yang mendengarnya pun langsung menganggukan kepala dengan kedua tangan yang melipat di dada. "Bisa jadi, sih. Mungkin Tante Mitha nggak percaya sama ucapan lo, karena ikatan batin yang kuat antara ibu dan anak."

"Bener tuh," timpal Denis yang saat ini mengangguk setuju. "Tante Mitha kayanya nggak percaya sama lo."

"Terus gue harus gimana sekarang?" tanya Rai dengan frustasi. "Gue bingung nggak tahu harus jawab apa ke Tante Mitha kalau seandainya gue jawab teleponnya."

Pada akhirnya Samuel dan Denis langsung saling memandang satu sama lain dengan pikiran yang juga sama-sama berkecamuk, begitu pula dengan Rai yang tidak bisa berpikir dengan jernih selain diam dengan khawatir.

Lama melamun memikirkan keputusan yang tepat, akhirnya Rai memutuskan untuk mengangkat teleponnya, sedangkan kedua laki-laki itu yang awalnya sedang saling menatap satu sama lain langsung tersadar dengan suara seseorang yang baru saja terdengar.

"Halo Tante," sapa Rai dengan satu tangannya yang mengepal karena merasa tegang. "Ada apa?"

"Rai, kamu dimana?" tanya Mitha. "Sebenarnya Rain dimana?"

Mendengar itu membuat Rai langsung menatap kedua temannya itu yang saat ini juga sedang memandangnya dengan khawatir, lalu laki-laki itu pun menghela nafas dan berkata, "Tante tenang aja, ya. Rain udah sama aku, kok."

"Coba mana, Tante pengen bicara sama Rain sekarang."

"Rain lagi nggak ada di sini, Tan."

Kening Mitha langsung berkerut setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh laki-laki itu.

"Terus dia dimana kalau nggak ada sama kamu?"

"Dia tadi izin pamit pergi ke Toilet," jawab Rai dengan perasaan yang sedang campur aduk.

"Udah lama dia ke Toilet nya?"

"Belum, kok, Tan. Rain izin ke Toilet sebelum Tante telepon."

Mitha yang mengetahui hal tersebut pada akhirnya memilih untuk pasrah saja. Meskipun masih ada rasa ketidakpercayaannya terhadap Rai karena belum mendengar suara putrinya sendiri.

"Tante," panggil Rai kepada wanita itu.

"Iya, kenapa Rai?" tanya Mitha dengan kedua alis yang terangkat.

"Aku minta izin bawa Rain ke acara temen boleh nggak?"

"Hm, pulangnya kapan dan jam berapa selesai acaranya?"

"Pulangnya malam ini, kok, Tan. Jam 22.00 acarnya selesai."

Terdengar suara helaan nafas dari seberang sana yang membuat Rai harap-harap cemas hingga akhirnya Mitha pun mengatakan sesuatu yang mampu membuat laki-laki itu langsung membelalakkan kedua matanya karena terkejut.

"Boleh, tapi tolong jaga Rain dengan benar, ya. Jangan tinggalin dia sendirian, pokoknya jangan sampai pisah sama kamu, oke?"

"Siap, Tante!" sahut Rai dengan semangatnya. "Terima kasih banyak, ya, Tan."

"Sama-sama, kalau gitu titip Rain, ya, Sayang."

Rai yang mendengarnya pun langsung tersenyum kecut. "I-iya, Tante. Aku pasti akan jagain Rain, Tante tenang aja."

Panggilan pun berakhir karena Mitha mengakhiri percakapannya tersebut ditelepon. Kini tinggalah Rai yang harus segera menemukan gadis tersebut yang entah berada di mana sekarang.

"Gimana Rai?" tanya Denis dengan kedua alis yang terangkat. "Aman?"

Laki-laki tersebut yang mendengarnya pun langsung mengangguk. "Aman, kok, Nis. Oh, iya, gimana jadinya sekarang? Temen Papa lo masih ada di Rumah lo, 'kan?"

"Gue juga kurang tahu, sih, tapi semoga aja dia masih ada di sini. Kalau gitu, ayo kita masuk sekarang!"

Pada akhirnya mereka pun langsung memasuki Rumah yang merupakan tempat tinggal Denis. Samuel dan Rai mengikuti laki-laki itu dari belakang dengan ponsel yang berada di tangannya masing-masing.

Hingga akhirnya mereka bertiga pun berhenti di sebuah ruangan khusus milik Denis. Begitu nyaman dan tenang berada di tempat ini.

"Kalian tunggu di sini dulu, ya. Gue mau cari Papa dulu, sekalian gue bilang sama dia."

Samuel dan Rai pun mengangguk setuju sehingga kini kedua laki-laki tersebut menunggu di ruang tamu dengan perasaan yang sulit untuk dijelaskan.

"Rai," panggil Samuel ketika melihat seseorang yang berada di sampingnya seperti sedang melamun. "Gue yakin, kok, kalau Rain pasti baik-baik aja, jadi lo tenang aja, ya. Habis ini kita pasti akan temuin dia."

"Iya, thank's El. Gue juga berharap kaya gitu, semoga aja."

Terdengar suara langkah kaki yang mendekat ke arah mereka sehingga kini kedua laki-laki tersebut masih belum menyadari adanya kehadiran seorang pria yang bersama Denis kini sudah berada di depannya.

"Rai, coba lo ceritain kronologisnya nanti biar Papa gue yang bicara sama temennya." Denis melihat Rai yang masih diam memandangnya pun kembali berkata, "Tenang aja, orangnya masih ada di sini, kok. Kalau gitu, gue ke belakang dulu, ya, mau nyiapin minuman."

Samuel yang mendengarnya pun langsung berdiri dari duduknya. "Nis, gue ikut, ya, pengen bantuin lo."

Mendengarnya membuat Denis langsung menganggukkan kepala dan berkata, "Ya udah, deh, ayo."

Berbeda dengan Rai yang masih merasa canggung karena kedua temannya yang pergi ke belakang sedangkan dirinya harus berhadapan dengan seorang pria yang tidak lain adalah Papa Denis sendiri.

"Sahabat kamu yang hilang itu namanya Rain, 'kan?"

Seorang pria memulai pembicaraan dengan Rai yang saat ini masih duduk di sofa menghadap ke arahnya.

"I-iya, Om. Namanya Rain, dia sahabat aku."

"Hm, oke. Kamu nanti akan Om kenalkan sama temen Om, dia pasti bisa temui Rain secepatnya."

Tentu saja, setelah mengetahui hal tersebut membuat Rai langsung tersenyum senang karena akhirnya laki-laki itu seperti mendapat sebuah harapan.

"Beneran, Om?!" tanyanya dengan kedua mata yang berbinar. Sedangkan pria itu yang melihatnya pun langsung tersenyum sembari menganggukkan kepala, "Iya, Om dan teman Om sebisa mungkin akan bantu kamu sampai Rain bisa ditemukan."

"Terima kasih banyak, Om, atas bantuannya. Sekali lagi terima kasih banyak," ujar Rai dengan perasaan senangnya itu. "Aku berharap semoga Rain baik-baik aja."

"Iya, Rai. Saya juga yakin, kok, kalau Rain adalah gadis yang kuat dan tegar."

Kini Rai hanya bisa mengucapkan doa di dalam hatinya dengan harapan-harapan yang mungkin bisa membantunya menghilangkan kekhawatirannya tersebut.

"Tunggu aku, Rain."