Perjalanan itu memakan waktu beberapa hari. Mereka harus menaiki pesawat menuju Tokyo, Jepang, sebelum melaju keselatan. Tentu saja mereka harus menunggu malam hari ketika tidak ada orang yang melihat untuk menyebarkan sayap mereka terbuka dan terbang menuju lautan.
Pertama kali Ares menggunakan kekuatannya untuk terbang, dia bersorak gembira. Perjalanan mereka bahkan harus tertunda beberapa jam untuk memungkinkannya terbiasa dan cukup bersenang-senang dengan manuver terbangnya.
Sayap Ares sangat cantik digunakan di atas lautan. Pantulan birunya beresonansi dengan perairan, seolah dia adalah penguasa mereka. Lilian dan Evan bahkan mulai curiga bahwa skillnya berhubungan dengan air. Dibandingkan dengan sayap mereka jelas milik Ares lebih megah dan mencolok. Sayap Lilian memanjang seperti capung. Dia memiliki dua pasang sayap yang berkerlap-kerlip. Riang dan lincah. Milik Evan bisa di tebak, hitam. Sayapnya seperti burung gagak. Penuh bulu lembut. Dia adalah gambaran malaikat jatuh. Cantik dan gelap.
"Apakah kau pikir, kau akan bertahan dalam penerbangan panjang?" Tanya Lilian.
"Adrenalinku melaju kencang, aku mungkin hidup untuk satu minggu kedepan." Ares tersenyum lebar.
"Oke, jangan menangis jika kau mati kelelahan. Karena tidak akan ada pemberhentian." Lilian menyeringai. Dia menyebarkan sayapnya dan melaju melewati semua orang. Itu adalah provokasi yang jelas untuk mengejar.
Sementara Evan terbang tanpa membuat suara, Ares membajak udara. Getaran sayap Lilian mungkin cepat, tapi Ares berhasil menyusulnya dalam sepersekian detik. Dia memperlakukan udara seperti berenang di air. Evan yang tidak berkata-kata, lebih tidak bisa berkata. Sejak awal dia tau kecepatan terbang bukan spesialisasinya. Jadi dia hanya mengikuti arus. Siapa yang tau seorang pemula bahkan akan menyalipnya dibelakang.
"Seberapa jauh tujuan kita?" Ares bertanya setelah menghabiskan beberapa jam saling mengejar.
"Tidak yakin. Tapi kau mungkin pernah mendengar tempat itu." Lilian mengangkat bahu.
"Ya?"
"The Devil's Sea."
Ares terdiam. Tentu saja dia tau nama itu. Meskipun tidak setenar Triangle Bermuda, Devil's Sea jelas saudara jauhnya. Beberapa kapal laut dan pesawat yang melintasi daerah itu telah hilang secara misterius.
"Itu adalah salah satu rumah kami. Banyak tempat-tempat semacam itu dengan rumor misteriusnya juga rumah-rumah kami yang lain. Mereka memiliki pertahanan yang berbeda untuk menjauhkan manusia."
Ares mulai memikirkan berapa banyak tempat yang dihindari manusia. Dan berapa banyak Tories yang meninggali tempat-tempat itu. Sepertinya dia harus menganggap lebih serius keberadaan Tories.
"Berapa banyak populasi Tories? Sepertinya ini bukan Ras kecil seperti yang kau sebutkan?"
Lilian tersenyum misterius. "Jika kau membayangkan keadaan dunia, kami seperti Negara kecil mereka jika menyatukan setiap rumah."
"Itu masih cukup orang!" Ares berseru. Awalnya dia berfikir Tories hanya minoritas. Segelincir kecil dari jutaan umat manusia. Jika itu telah menjadi sebuah negara yang meskipun kecil, kita masih harus memikirkan lagi personil mereka.
"Dengan kekuatan yang dimiliki Tories, kenapa tidak pernah terdengar kerusuhan yang di sebabkan oleh mereka?" Ares percaya meskipun ada Godfather yang berdiri di antara manusia dan Tories, masih akan ada beberapa Tories nakal yang tidak peduli dengan aturan. Kekuatan selalu mendatangkan ego. Tidak mungkin semua Tories akan begitu rendah diri.
"Ras kami pada dasarnya rendah hati dan cinta damai. Meskipun benar, akan ada beberapa Tories yang menyimpang. Mereka akan menyebabkan masalah dan malapetaka. Tapi manusia tidak akan tau. Godfather memastikan itu. Dia akan menghancurkan setiap anomali yang akan merusak keseimbangan yang diciptakan antara manusia dan kita. Kita tidak akan memengaruhi manusia dan manusia tidak akan memedulikan kita."
Semakin mereka berbicara, semakin Ares banyak belajar tentang eksistensinya. Tapi dia masih memiliki beberapa keraguan.
Misalnya nyanyian yang ada dipikirannya. Ares menahan diri untuk bertanya. Untuk beberapa alasan, dia merasa siapapun yang bernyanyi untuknya sedang meminta bantuan. Dan kekuatan itu tidak ada dalam tempatnya untuk berbagi dengan orang lain. Setidaknya sampai dia tau situasinya.
Hamparan biru laut yang membosankan mulai bergolak. Mereka merasakan medan yang berubah. Puting beliung yang sangat besar dan berjumlah puluhan muncul dikejauhan. Mereka bermanuver diantara setiap ular angin itu. Ares hampir tertangkap beberapa kali jika bukan Evan yang membayanginya dan siap menariknya setiap kali dia lengah.
Ini tentang pengalaman. Pintu masuk Devil Sea jelas tidak mudah. Tanpa tubuh kecil dan kecerdasan, jelas tidak mungkin. Pantas saja benda-benda yang dikirim manusia melewatinya tidak pernah berhasil. Mereka tidak memiliki kelincahan dan kerampingan yang diperlukan.
Dan ini masih yang pertama, setelah puting beliung, mereka masih memiliki hujan listrik, semburan es dan beberapa rintangan lainnya. Untuk melewatinya, Tories harus memiliki penerbangan dengan presisi yang cemerlang.
"Apakah kau masih oke?" Tanya Lilian.
Ares mencoba mengatur nafas sambil mengangguk. Dibandingkan perjalanan panjang dengan kecepatan tinggi, manuver beberapa menit mereka lebih melelahkan dan berbahaya. Jika bukan Evan yang membantunya beberapa kali, Ares tidak yakin akan selamat.
"Baiklah, selamat datang di Dragon City."
Ares mendongak melihat kota di depan matanya. Matanya membelalak lebar. Dia yakin dia telah memasuki dunia lain. Sebuah dongeng kuno tentang negeri para dewa.
Itu masih di atas lautan. Sebuah pohon yang sangat besar menjulang dari bawah laut hingga ke langit. Cabang dan dahannya membentuk rumah-rumah dan jalanan di udara seperti kota terampung. Berbagai warna membentuk kontras megah yang sangat diharapkan seniman manapun untuk mencari inspirasi.
Saat ini Ares berdiri di atas gerbang emas yang menjulang tinggi. Kata-kata Dragon City di tulis dalam ukiran kuno yang indah. Gerbang itu terbuka memperlihatkan patung malaikat dengan dengan empat pasang sayap pelangi.
Gambaran surga adalah bagaimana kota itu dibangun. Penuh kehidupan dan kedamaian. Berbagai pasang sayap terbang di udara dengan warna dan bentuk yang berbeda. Gelak tawa dapat terdengar dimana-mana. Ares bahkan menangkap lambaian tangan padanya yang hanya berdiri melongo di depan gerbang. Seolah mereka sedang membuat sambutan ramah mengundang.
"Aku ingin tau, jika semua rumah Tories keindah ini, kenapa masih ada Tories yang menyerah?" Tanya Ares linglung.
Evan tersenyum kecut, "beberapa orang tidak menyukai kehidupan yang lambat. Ini mungkin surga, tapi terkadang juga terasa seperti penjara. Kehidupan yang sama dan membosankan. Banyak Tories yang merindukan kehidupan lamanya."
Ares tidak begitu memahaminya. Tapi dia pikir jika kau bisa hidup 200 tahun memang akan membosankan jika tidak ada kejutan. Kehidupan di kota Tories terlalu damai.
"Ayo." Lilian menuntunnya melewati jalanan yang berkelok-kelok. Mereka berhenti setiap kali melewati sebuah rumah. Melambai dan menyapa. Dalam satu menit berita tentang Tories baru terdengar di penjuru kota. Sapaan tanda tanya berubah menjadi sambutan selamat datang. Semua orang benar-benar ramah. Pantas saja jika dunia manusia masih damai. Ares bahkan melihat beberapa skill yang digunakan para Tories. Mereka memamerkan skill sebagai seni di udara untuk bersenang-senang. Padahal Ares yakin jika mereka menggunakannya untuk kehancuran, setengah kota akan hilang. Itu membuatnya bertanya-tanya. Kekuatan macam apa yang akan dikembangkannya?