Dinginnya musim salju di Taiwan nyaris membekukan tulang Bara. Ia sudah lupa rasanya tinggal di negara dengan empat musim. Jika bisa, ia ingin sekali pulang ke Bandung, ke kasurnya yang lama. Namun, ia hanya bisa meringkuk di ranjang barunya yang dingin bagaikan di kulkas.
Sepanjang hari, Bara terus mengenakan baju musim dingin dan jaket tebal untuk menghangatkan tubuhnya. Selama ini, Bara cuti kuliah. Ia sedang tidak memikirkan tentang kuliah dulu karena ia masih berusaha untuk adaptasi di tempat yang baru.
Sangat berbeda dengan Via dan April yang begitu bersemangat pindah ke Taiwan. Mereka segera membuat pertemanan dengan komunitas siswa siswi Indonesia yang bersekolah di Taiwan. Mereka jauh lebih pandai berbicara dalam bahasa Mandarin daripada Bara.
Seandainya dulu Bara lebih rajin lagi untuk les bahasa Mandarin, mungkin sekarang ini ia tidak perlu kesulitan untuk berkomunikasi. Ibu tirinya, Mama Sofia, amat fasih berbicara bahasa Mandarin. Sama halnya dengan ayahnya Bara.