Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Invented

Shindy21
--
chs / week
--
NOT RATINGS
4.3k
Views
Synopsis
Berharap dengan rambut baru Tari bisa melupakan kesedihannya setelah putus cinta, dan dengan semester baru ini ia siap memulai lembaran yang baru. tapi Tari tidak menyangka ia ada berhadapan dengan Daviano, kapten Tim futsal sekaligus teman mantan gebetannya yang kini tengah berbahagia. Pengakuan Davi kepada semua orang, bahwa Tari adalah pacarnya, merubah hidup cewek itu yang tenang-tenang saja berubah jadi bencana. berbagai cara Tari menyangkal dan menolak dugaan dan tuduhan dari orang-orang, tapi tetap saja hasilnya nihil. Davi pun percuma cowok itu malah membenarkan prasangka orang-orang terhadap hubungan mereka berdua. Akankah Tari bisa menghadapi semuanya dan bertahan dengan pendiriannya atau sebaliknya Tari mulai membuka hatinya untuk Davi.

Table of contents

Latest Update2
024 years ago
VIEW MORE

Chapter 1 - 01.

Awal semester baru, Tari menarik nafas dalam-dalam sebelum ia melangkah masuk ke gerbang sekolah dan bertemu dengan orang-orang yang tak ingin ia temui.

"Aku yakin bisa ngelewatin hari ini. " ujarnya dengan senyum dipaksakan, cewek itu menggambil langkah pertamanya sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Ada yang beda dari sosok Tari pagi itu, rambut panjangnya kini hanya tinggal sebahu dengan jepit kupu-kupu di sana.

"Lo Tari kan? " suara itu menghentikan langkah Tari, cewek itu berdiri kaku. Sosok yang memanggil Tari mendekat, meningalkan teman-temannya.

"Bener lo Tari?" ujar cowok itu memperhatikan Tari dari atas sampai bawa, "Gue di buat pangling sama gaya rambut lo. " kata cowok itu.

Tari terpaksa menoleh, "pagi Kak Davi. " sapa Tari basa-basi, sebenarnya dari semua kakak kelas yang ia kenal, Tari berharap bukan Davi orang pertama yang ia temui tapi juga bukan Ari atau Vira sekaligus.

"Pagi pagi, lo potong rambut? " tanya Davi mengambil sehelai rambut Tari, cewek itu mengangguk. "Gue suka, lo cantik. " ucapan Davi membuat Tari kaget sekaligus bingung, cowok itu langsung pergi setelah mengatakan kata-kata aneh.

***

"Jadi kak Davi bilang gitu ke elo, Tar? " tanya Nadira yang duduk di depan meja Tari, kelas 2 ini keduanya di pisahkan oleh tembok kelas yang berarti Tari dan Nadira nggak sekelas lagi.

Mengangguk lemah, "OMG, jangan-jangan kalimat itu ada sangkut pautnya sama ucapannya waktu itu? " tebak Nadira sambil menyentuh dagunya.

"Aku nggak tahu. " jawab Tari.

"Fix, gue yakin itu bukan cuma pujian basa-basi masalah potongan rambut lo. " ujar Nadira, suara bell masuk membuat Nadira beranjak dari tempatnya, ia masih ingin mendengar dan menduga-duga kejadian tadi pagi tapi guru di kelas Tari sudah datang yang membuat Nadira harus benar-benar pergi.

"Ehmm... Bangku di sebelah lo kosongkan " tanya seorang cewek yang sepertinya terlambat masuk di hari pertama sekolah, Tari mengangguk.

"Iya kosong, " jawabnya menyingkirkan tasnya dari atas meja.

"Makasih ya, dan kenalin gue Feby. " mengulurkan tangannya, yang disambut baik oleh Tari.

"aku Mentari, kamu bisa panggil Tari. " kata Tari, Feby tersenyum.

"Nama lo bagus. "

"Makasih. "

"Tadi itu temen lo ya? " tanya Feby.

Mengangguk, "Iya, temen waktu kelas 1." jawabnya.

"Enak ya punya temen deket." kata Feby, Tari jadi bingung dengan perkataan teman sebangku nya itu.

"Maksudnya? "

"Bukan, bukan apa-apa. " jawab Feby, dari awal perasaan Tari udah aneh saat Feby masuk di kelas dan duduk di sampingnya, berasa semua tatapan mengarah ke mereka berdua.

***

Seperti biasa Tari bersama dengan Nadira ke Kantin kelas IPS, dan pastinya jauh dari jangkauan bertemu dengan Ari dan Vira. Sebenarnya Tari sedang menghindari kedua kakak kelas yang pernah dekat dengannya, dan pernah ia ganggu.

"Lo masih nyoba hindarin Kak Ari sama Kak Vira, Tar? " tanya Nadira menyeruput es kuwutnya.

Bingung harus menjawab apa, "Aku nggak tahu, ketemu sama mereka tu rasanya gimana gitu. " jawab Tari.

"I know, gue tahu kok perasaan lo gimana, apa lagi tahu sekarang Kak Ari dan Kak Vira udah jadian, pasti bikin lo sakit. " kata Nadira yang memang membenarkan perasaan Tari saat ini.

Tangan Tari menopang dagunya, sambil melihat ke pintu masuk kantin. Seorang cowok berjalan ke arah meja Tari dan Nadira yang tidak menyadari kedatangannya.

"Udah, ngelamun aja lo! " ucap Davi mengacak-acak rambut Tari, Nadira tersedak dengan kemunculan Davi.

Nadira menutup mulutnya rapat-rapat, dalam hati ia ingin menangis melihat Davi lagi setelah sekian lama. Apalagi jika mengingat tragedi memalukan antara dirinya dan Daniel tempo itu, tapi sepertinya Davi mengabaikan Nadira yang gelagapan sendiri.

"Siapa yang ngalamun... " Tari mendongak melihat Davi yang berdiri di sampingnya dengan senyuman khas cowok hitam manis itu, Davi lebih tinggi dari Tari, cewek itu hanya sebatas dada kurang sedikit jika berdiri sejajar. Bisa di katakan Tari lebih pendek, tingginya hanya 154cm terbanding terbalik dengan Davi yang tinggi badannya 177 selisih dua angka dengan Ari.

Tari bagaikan semut jika berada dekat Davi, cowok super tinggi yang Tari kenal, ia kira hanya Ari cowok paling tinggi yang Tari kenal ternyata masih ada Davi.

Davi menaikkan alisnya sebelah, "Oh ya? " "Pulang sekolah gue tunggu di depan gerbang. " tanpa mendengar jawaban dari Tari, Davi langsung pergi begitu saja.

"Apalagi ini? " tanya Nadira dengan tatapan tak percaya.

Hanya diam sambil melihat Davi pergi dengan gerombolan anak kelas 3 IPS, Tari sadar ia salah milih jurusan. Seharusnya ia ambil saja jurusan Bahasa agar nggak ketemu dengan mereka yang ia kenal.

***

Sebenarnya Tari tidak ingin menuruti permintaan tapi karena paksaan Nadira, membuatnya menghampiri Davi yang berkumpul dengan beberapa teman se-geng nya. Cowok itu terlihat asyik bergurau dengan salah seorang temannya, tapi perhatian Davi langsung teralihkan ke Tari yang berdiri kaku di dekatnya dengan jarak 2 meter.

"Gue duluan ya? " kata Davi menepuk bahu temannya yang ia ajak bicara dan melambaikan tangan ke teman-teman lainnya.

Sekarang Davi berdiri di depan Tari, cowok itu menarik tangan Tari tanpa banyak bicara. Dengan terpaksa dan kaget mengikuti Davi berjalan, langkah cowok itu terkesan santai seperti mengimbangi langkah kaki Tari. Pada akhirnya mereka sampai di parkiran depan sekolah, parkiran yang sering dijadikan tempat nongkrong atau tempat bolos sekolah. Fasilitas parkiran komplit, ada wifi dan warung apa lagi dekat perumahan.

"Kak... "

Kalimat Tari ke potong saat Davi memakaikan helm kepadanya, seumur-umur Tari baru pertama kali ada cowok yang pakain helm ke Tari.

"Nanti lo juga bakal tahu. " jawab Davi seakan bisa membaca pikiran Tari, entah bagaimana Tari jadi salah tingkah sendiri.

Cewek itu jadi bertingkah aneh tapi terkesan ikut, menggoyang-goyangkan badannya pelan.

"Naik, keburu sore. " kata Davi di atas motor nya, cowok itu menoleh ke belakang. Tari langsung duduk di boncengan belakang, "pegangan yang erat, bakal macet. " ucap Davi membuat Tari bingung, dalam hati apa hubungannya dengan pegangan yang erat?

Ternyata ucapan Davi tadi ada benarnya juga, cowok itu ugal-ugalan di jalan Raya saat keadaan macet karena jam pulang kerja. Di belakang Tari memeluk Davi erat sambil memanjatkan do'a, agar mereka berdua sampai tujuan. Cowok itu tersenyum tipis merespon pelukan Tari, ini juga baru pertama untuk Davi boncengin cewek kecuali adik perempuannya.

"Kak Davi pelan-pelan... " suara Tari tertiup angin, samar-samar terdengar oleh Davi.

Membuka kaca helm, "APA! LO TADI NGOMONG APA!? " teriak Davi yang masih mengendalikan motornya, Tari bersuara berulang kali tapi akhirnya menyerah.

***

Butuh satu jam setengah untuk sampai ditempat tujuan Davi, cowok itu melepas helmnya. Tari turun dari motor dengan kaki yang gemetar, cowok itu menahan tawa saat Tari berjalan sambil menyerahkan helm kepadanya.

"Kak, kakak mau jadi pembalapnya? " tanya Tari dengan nada kesal. "Atau pengen... " terputus saat melihat alis Davi naik, "tapi jangan ngajak-ngajak aku dong! " seru Tari kesal.

"Sorry! Sorry, coba lo liat ke depan sekarang. "

"Nggak mau, "

"Liat dulu, " tangan Davi memutar kepala Tari ke kiri dan mata cewek itu seketika melebar, melihat pemandangan yang ada di depan matanya.

Menutup mulutnya, berbalik sepenuhnya dan berjalan mendekat ke pinggir pagar pembatas, ia menoleh Davi yang sudah turun dari motor nya.

"Gimana lo suka? " tanya Davi mendekati Tari yang mengangguk senang.

"Iya, suka. "

"Jingga! " ucap Davi sambil menyentil kening Tari, awalnya cemberut tapi ekspresi Tari langsung berubah jadi senyum ketika melihat ke arah matahari terbenam.

Mereka berdua memilih duduk di bangku bambu sambil menikmati kopi panas dan gorengan, ada beberapa warung di dekat tempat Tari dan Davi kunjungi. Salah satu wisata yang sering di kunjungi orang-orang, sekaligus tempat nongkrong yang pas apa lagi dari atas mereka bisa melihat arena motogp tanpa perlu bayar.

"Kak Davi sering ke sini? " tanya Tari memecah keheningan.

Cowok itu menaruh cangkir kopinya, "kadang kalo lagi gabut. " jawab Davi.

"Bareng temen-temen? " tanya Tari lagi yang udah Davi tahu maksudnya.

"Nggak, gue sering ke sini sendirian. Yang lainnya sibuk sama urusan masing-masing. " jawab Davi.

***

Motor Davi berhenti di depan Kost Tari, semenjak Tari bertengkar dengan sepupunya, cewek itu memutuskan untuk tinggal sendirian di salah satu kost yang cukup dekat dengan sekolahan.

"Makasih ya, kak. " kata Tari berdiri di samping Davi, cowok itu turun dari motor nya dan mendekati Tari yang mundur.

"Kak Davi, mau ngapain? " tanya Tari gelagapan, tangan Davi terulur tatapan matanya seperti kosong.

"Helmnya nggak mau kamu kembaliin? " ucap Davi menyentuh helm yang di pakai Tari, Tari menyentuh kepalanya yang masih memakai helm milik Davi.

Menunjukkan giginya, "Eh iya, maaf kak. " jawab Tari melepas helm yang di pakai nya ke Davi, cowok itu geleng-geleng kepala.

"Udah sana masuk, " ujar Davi memutar tubuh Tari dan mendorong cewek itu segera masuk ke dalam.

Tari cuma meringis menoleh ke Davi, setelah Tari masuk ke dalam bersamaan dengan Davi pergi pulang.

***

Mentari

Makasih kak udah di ajak jalan-jalan.

Daviano

Iya, sama-sama tapi ini nggak gratis loh

Mentari

Maksudnya, aku harus bayar gitu.

Daviano

Hmmm... Bisa jadi

Mentari

Yaah, kalo gitu berapa yang harus Tari bayar?

Daviano

Lo bakal tahu nanti, belum kepikiran. 

Mentari

Nggak bisa kasih tahu sekarang?

Daviano

Nggak bisa, gue belum kepikiran mau minta apa.

Mentari

Ya udah deh kalo gitu, aku mau tidur dulu. good night,

kalo udah kepikiran apa kasih tahu aku.

Daviano

Iya, pasti gue kasih tahu lo.

oke, goodnight.

***

Di dalam kamar dengan pencahayaan minim Davi, berbaring menatap layar smartphone-nya. entah kenapa di kepalanya terlintas sesuatu yang menurutnya konyol, cowok itu menggeleng dan mematikan lampu meja.

"Semoga mimpi indah."

***