Chereads / Kau Yang Berasal Dari Alam Lain / Chapter 22 - Anda berharap seorang Mantri dapat mengayunkan pedang?

Chapter 22 - Anda berharap seorang Mantri dapat mengayunkan pedang?

Adi menurunkan kedua tangannya setelah peristiwa Gisell menjatuhkan diri kepelukan Pria lain. Kedua tangannya mengepal kuat. Tentu saja ini akibat dari Angga memasuki raga Adi yang telah mati.

Benarkah pemilik tubuh ini mati? tapi kenapa hatiku masih bisa dikendalikan oleh perasaan pribadinya terhadap Retno? batin Adi, menatap tidak berdaya pada dua anak manusia yang saling berpelukan tak jauh darinya.

"Putri, sudah lebih dari lima menit Anda mendarat ke pelukan hamba. Apakah Anda tidak... merasa pegal?" komentar Abiseka menatap penuh arti pada gadis yang baru... saja dibuatnya teramat sangat malu sekarang.

Gisell langsung menjauhkan diri dari dekapan Abiseka. Lalu ia berjalan ke arah Angga berada.

Masalahnya, setiap ia ingin mendekat untuk memeriksa luka Adi, si Angga malah selalu melangkah mundur menjauhinya.

"Apa lukamu tidak ingin ku obati?" tegas Retno menatap tajam kedua mata Adi.

"Luka ini akan saya urus sendiri"

"Aku menyimpan obat-obatan di dalam gua. Pergilah kesana, ambil obat itu dan obati dia" potong Abiseka.

"Lalu kau sendiri, mau kemana?" Gisell merasa Abiseka selalu saja punya cara memisahkan diri dari dirinya dan Angga.

"Aku hanya ingin melihat sekitar. Adakah orang lain yang mengikuti Tuan Adi saat datang ke wilayahku. Keamanan kalian adalah urusanku saat ini" tandas Abiseka lalu menghilang begitu saja.

Gua hutan terlarang.

Meski Angga berulang kali menolak, pada akhirnya Gisell berhasil juga menggiringnya tepat di depan gua.

"Jangan pergi kemana-mana oke, tunggu disini. Kalau kau pergi dari sini, kelak, saat kamu terluka lagi akan aku abaikan. Dan jangan berusaha masuk ke dalam gua ini tanpa izin dari Abiseka"

Bagaimana pun, ia tidak ingin Angga membuat tubuh Adi menjadi abu karena ketidak tahuannya dan, pada akhirnya masuk ke dalam gua tanpa permisi.

"Tadi Abi bukannya sudah mengizinkan kau mengobatiku?" sinis Adi bertambah kesal.

"Dia hanya menyuruhku mangambil obatnya dan segera mengobatimu. Bukan berarti kau boleh masuk sesuka hatimu"

"Apa yang kau sembunyikan dengannya di dalam sana?" Angga mulai curiga.

"Tidak ada"

"Asal kau tahu saja, makhluk hidup apa pun, kecuali aku dan pemilik gua ini, akan mati terpanggang sebelum sempat masuk ke dalam gua. Kau hanya akan jadi daging panggang begitu berada di mulut gua" Gisell menjelaskan sambil berjalan ke arah gua untuk mengambil obat-obatan milik Abiseka.

Mata Angga memperhatikan Gisell yang kini menghilang masuk ke dalam gua. Sejujurnya ia sangat tidak betah berada di dalam hutan terlarang. Rasanya ingin menarik Gisell keluar dari sana, dan melemparnya masuk Istana.

Gisell muncul tak lama kemudian membawa daun binahong yang sudah di tumbuk sehalus mungkin.

"Euuuh... benda apa yang mau kamu oleskan di lenganku?!" pekik Angga jijik setelah melihat benda hijau berlendir di dalam mangkuk di tangan Gisell.

"Diam! ini daun binahong. Akan mempercepat penyembuhan lukamu. Hanya daun ini yang aku kenal bisa menyembuhkan luka. Ada banyak bahan disana tapi... aku... tidak tahu kegunaannya" tandas Gisell sedikit membentak.

"....." mendadak Pria ini diam tanpa kata. Membiarkan Gisell terus mengobati lukanya sampai tuntas.

Keheningan terus tercipta bahkan setelah Gisell membalut luka yang dibaluri daun binahong dengan kain dan diikat kuat.

Bruk!!

Perhatian mereka tertuju pada apa yang mendadak jatuh tepat di hadapan keduanya.

"Mantri Dasa Prana?!" pekik Gisell terkejut melihat sang Mantri jatuh bergulingan di atas tanah.

"Kalian mengenalnya?" suara Abiseka yang tajam penuh tekanan, hampir membuat Gisell dan Angga menggigil.

"Aku melihatnya diantara hidup dan mati akibat serangan tiga harimau di sekitar hutan ini" tambah Abiseka sambil menunggu jawaban dari Adi dan Retno.

"Tuan Adi! untung kita bertemu disini!" seru sang Mantri menghambur ke arah Angga lalu memberi hormat.

"Yang Mulia Putri Reswani?! Anda juga disini?" akting terkejut Mantri Dasa Prana patut diacungi jempol kali ini.

"Kita sedang di hutan, tidak akan ada yang tahu aku kembaran Reswani. Jadi, panggil namaku" perintah Gisell kesal.

"Tadi sepertinya kau akan mengatakan sesuatu. Apa ada sesuatu yang genting?" Angga memotong pembicaraan. Menatap penuh tanda tanya si Mantri yang wajahnya terlihat pucat pasi.

"Saya sempat mendengar pembicaraan perompak yang menyerang kita tadi. Sepertinya mereka terlibat ke dalam usaha penculikan Putri Retno. Mereka masih terus mencari keberadaan Putri sampai sekarang"

"Sudah tahu siapa dalang penculikannya?" Angga menatap penuh harapan.

"Belum. Kami sibuk mencari keberadaan Anda"

"Kau!! prioritas utama adalah keselamatan Retno! kenapa kalian malah tidak bergerak mencari dalang penculikannya?!" teriak Angga marah besar. Sepertinya dia mulai menikmati perannya sebagai seorang Senopati.

"Bagaimana mereka bisa bergerak tanpa perintahmu? mereka jelas tidak akan menyalahi peraturan Istana" tandas Abiseka menatap murka pada Angga sekarang.

Beraninya dia membentak anak buah Abiseka yang setia! Tidak pernah ia meninggikan suara kepada seluruh bawahannya selama ini. Jelas sikap Angga melukai hati Abiseka.

"Apa kau sedang mengajariku bagaimana cara memimpin?" kekeh Angga dengan tatapan menghina.

"Memimpin ribuan bahkan ratusan manusia, jauh lebih sulit dari pada memimpin seluruh makhluk rimba di tempat ini. Jadi, jangan pernah berlagak dihadapanku" tambah Angga sinis bukan main.

"Senopati Adi. Jaga wibawamu. Dengarkan penjelasan Mantri Dasa Prana" potong Gisell sebelum Angga membuka kedoknya sebagai Adi palsu tanpa sadar.

"Bagaimana bisa saya memimpin pasukan? saya hanya seorang Mantri. Mana mungkin Anda berharap seorang Mantri dapat mengayunkan pedang?" balasan Mantri Dasa Prana membuat wajah Angga memucat.

"Dia hanyalah seorang Dokter bodoh! jangan membuat sosok Adi yang aku kagumi menjadi seperti seorang idiot terlebih lagi dimata Abiseka" bisik Gisell di telinga Angga.

"Senopati, saya di perintahkan anak buah Anda. Jika saya menemukan Anda, mohon segera datang ke Istana. Saya tidak bisa mengatakan mengapa, berhubung ada orang di luar Istana yang ikut mendengar" jawab Dasa Prana takut-takut sambil melirik curiga pada Abiseka.

"Retno ikutlah juga" Angga menggapai telapak tangan Gisell dengan cemas.

"Ini perintah darurat Senopati Adi. Kalau aku ikut denganmu keadaan akan semakin kacau. Orang-orang yang mengincarku bisa menjadi penghalang bagimu untuk segera datang ke Istana"

"Jangan keras kepala. Anak buahmu pasti mendapatkan titah Raja. Apa kamu berencana mengabaikan titah Yang Mulia? lagi pula ada Abiseka yang bisa melindungiku disini" tambah Gisell memperingatkan Angga.

"Justru itu yang aku cemaskan. Dia terlihat tidak dapat dipercaya Retno," geram Angga merasa tidak tenang harus meninggalkan Gisell sendiri berduaan saja dengan orang asing.

"Mohon cepat beri keputusan karena ini panggilan darurat" Dasa Prana berusaha keras memisahkan Adi palsu dari Gadis yang dicintai junjungannya.

"Abiseka sudah berjanji akan membawaku kembali setelah seminggu berlalu. Aku tidak pernah berniat menjadi tarzan di tempat ini Adi" Gisell mengerutkan kening kesal.

"Aku pergi" pamit Angga kecewa.

Dia baru saja memasuki dunia baru dan orang yang ia kenal hanyalah Gisell. Tapi mengingat di Istana ada Monica, alias Candrani, ia agak lega.

Gisell menghela nafas panjang setelah melihat sosok Adi dan Dasa Prana menghilang dari pandangan.

"Kau sedih berpisah dengan pujaan hatimu?"

"Tidak. Adi bukanlah dirinya lagi sekarang" ada nada duka di suara gadis ini.

Aku... bukan diriku lagi? apa dia sadar kalau tubuh keduaku sedang dikuasai jiwa yang lain? bagaimana bisa dia tahu? pikir Abiseka mengerutkan kening.