Tidak semua orang memiliki kisah kehidupan perjalanan rumah tangga yang sama.
Satu di antara satu juta kisah hidup manusia, pasti sangatlah berbeda.
Ini adalah kisah perjalanan rumah tangga yang dibangun dengan usaha keras oleh masing-masing individu.
Bukanlah cinta yang mudah datang lalu mudah pergi begitu saja hingga rasa bosan menyelimuti hati.
"Sialan," taaaakkkk... "Aku benci mereka."
Suara tutup kaleng terbuka. "Sial, najis suka dia lagi, kenapa semua orang meninggalkanku?, sial, bangs*t."
Seorang gadis yang mengenakan seragam pelayan restoran terlihat berdiri di depan seorang remaja laki-laki yang sedang duduk sembari melipat kedua kaki dan menyembunyikan wajah di kedua kakinya yang terlipat tersebut. Laki-laki itu terdengar memaki kesal.
"Anak SMP jangan pulang telat malam!" gadis itu mulai bergerak duduk di samping laki-laki yang terlihat sangat kacau tersebut, "ini ambil!, buat kamu." Dia memberikan sekaleng minuman dingin di tangannya ke depan laki-laki yang duduk menyandar diri di samping bangunan sebuah restoran.
Jarum jam telah menunjukan angka 2 malam. Krssssskkk ... dan suara pintu ruko yang terbuat dari plat besi berbunyi, sepertinya restoran tersebut telah tutup.
Kaleng yang diberi tidak juga diraih, segera gadis itu meraih tangan anak laki-laki yang terlihat menderita lalu meletakan kaleng tersebut ditangannya.
Taaaaaanggggg...
Kaleng dilempar ke atas lantai di samping gedung restoran tersebut, soda air yang berada di dalamnya mulai berceceran jatuh membasahi lantai.
Laki-laki itu mulai mengangkat kepala lalu menoleh ke arah gadis di sampingnya. "Kau," matanya memerah, dia terlihat sangat geram, sepertinya sangat merasa terganggu dengan kehadiran gadis kecil di sampingnya tersebut. "Kau juga pasti masih SMP, hm tapi malah bekerja malam-malam, jangan-jangan masih SMP sudah jual diri." Hina laki-laki tersebut, memandang marah ke mata yang terlihat lelah dengan lingkaran hitam berada di kelopak bawah mata tersebut.
"Huh," gadis itu mengalihkan pandangan ke bawah, ia terlihat menarik nafas berat lalu berusaha keras untuk tersenyum. "Aku tidak jual diri, belum berniat sih, tapi sepertinya tidak ada niat sama sekali. Hanya saja, aku butuh kerja untuk makan dan sekolah, restoran ini juga milik bibiku. " Gadis itu mulai berdiri setelah niat baiknya ditolak malam itu. "Aku masuk, ya?" dia mulai melangkah ke arah depan ruko, "ah benar," namun langkahnya terhenti kembali karena ia tidak juga mendengar suara dari laki-laki yang mengenakan seragam SMP tersebut lalu berbalik, "harusnya kau jangan pernah merasa memiliki agar kau tidak merasa ditinggalkan ataupun kehilangan. Bahkan ibu atau ayahmu sendiri, sebenarnya mereka bukan milikmu, mereka punya hidup mereka sendiri, mau mereka meninggalkanmu atau menetap bersamamu, itu urusan mereka. Kita hanya diciptakan menjadi bagian dari hidup mereka bukan berarti bisa menuntut banyak dari mereka meskipun hanya untuk bersama kita saja." Lanjut gadis tersebut dengan senyuman pahit yang tampak menghiasi bibirnya, namun sayang, laki-laki yang terlihat telah mengangkat kepala hanya bisa memandang punggung gadis yang telah menghilang dari pandangannya dan tidak dapat melihat raut kesedihan dari wajah gadis itu.
Laki-laki itu tidak juga bergerak dari tempatnya, hingga waktu cukup lama telah terlewati. Krsssskkk.. hingga suara pintu besi dari gedung tempat ia berada terdengar kembali, "Ayo." Suara gadis itu juga terdengar lagi, ia tampak berdiri sedikit jauh dari tempat laki-laki itu berada.
Laki-laki itu menoleh ke samping ketika mendengar ajakan gadis itu. "Apa maksudmu?"
"Kamu pasti kabur dari rumah, bukan?" gadis kecil mulai melangkah mendekat, "kalau aku tahu rumahmu, pasti aku sudah memberitahu orang tuamu tentang keberadaanmu di sini tapi karena aku tidak tahu, maka dari itu kamu bisa istirahat di kamarku saja."
"Kamu kira aku mau tidur bersamamu?" suara laki-laki itu terdengar membentak keras, karena marah.
"Hmm.." geleng gadis itu segera berjongkok tepat di depan laki-laki tersebut, "aku akan tidur di ruangan lain, karena di ruko ini hanya aku satu-satunya orang yang tinggal jadi tidak masalah bagimu untuk istirahat di tempat ini sampai hatimu tenang lalu kamu bisa pulang lagi ke rumahmu." Jelas gadis tersebut dengan mengembangkan senyuman getir yang tampak sangat sedih.
"Aku tidak ingin pulang."
"Aku iri sekali." Gumam gadis itu pelan dengan matanya yang mulai memerah.
"Apa?" Laki-laki yang tadinya menyembunyikan kepala kembali, saat itu telah mengangkatnya.
Di malam hari dengan kendaraan yang sangat jarang melewati dan juga awan yang tampak mendung, menutup bulan dan bintang serta gelapnya tempat yang hanya diterangi lampu di bagian depan bangunan, mereka berdua saling bertatap mata.
"Bibiku baru saja kembali ke rumahnya, hanya dialah satu-satunya orang yang masih membantuku namun tidak terlalu menyayangiku seperti dulu, aku ingin lari darinya agar dia tahu bahwa aku sangat ingin disayangi tapi aku tidak bisa lari, aku tidak tahu mau lari kemana, aku tidak punya keluarga dan aku takut mati maka dari itu aku memilih untuk tinggal di ruko ini saja daripada ikut pulang bersamanya karena itu aku iri padamu, kamu punya keberanian untuk lari dan tidak takut mati, hanya saja kamu seperti seorang pengecut." Lanjut jelas gadis itu menjawab pertanyaan sembari berdiri dan mengulurkan tangan, "kalau kamu seperti ini terus, kamu seperti seorang pengecut maka dari itu ayo ikut aku, aku akan memberimu makan lalu setelah hatimu lebih baik, kamu bisa pulang dan mengatakan semua isi hatimu kepada orang tua yang meninggalkanmu. Kalau itu aku, kalau aku punya keluarga, aku pasti akan melakukannya." Dia tersenyum tetapi air matanya terlihat jatuh membasahi pipi.
Hembusan angin malam menerpa, mereka berdua masih saling bertatap mata malam itu. " Tidak butuh," uluran tangan gadis itu ditepis, laki-laki itu mulai berdiri dan melangkah. "Kalau tidak mengizinkanku duduk di sini, bilang saja secara langsung. Kau terlalu banyak omong, membuatku muak mendengarkannya." Hina laki-laki itu kembali lalu matanya mulai terbelalak ketika gadis yang tadinya berdiri di belakang laki-laki tersebut tiba-tiba menarik tangannya.
"Sudah malam, lebih baik masuk dulu. Angin malam berbahaya, akhir-akhir ini aku dengar ada banyak geng motor anak-anak nakal yang beraksi, mereka bahkan sampai berani melukai orang, jadi tinggalah di sini dulu lalu pergi setelah matahari terbit nanti."
"Tidak mau, ya tidak mau." Tangan gadis itu berhasil ditepis dan terlepas, hampir saja gadis itu jatuh jika saja ia tidak berhasil menggenggam lengan laki-laki di belakangnya lalu berdiri dengan baik kembali.
"Setidaknya temani aku, aku.."
"Apa?"
"Sebenarnya aku takut tinggal sendirian karena ada hantu di dalam ruko ini." Gadis itu mulai menghadap ke arah laki-laki itu dan menangis menundukan kepala.
"Kau masih percaya hantu?" tak habis pikir, laki-laki yang tadinya marah mulai tersenyum lucu hari itu. "Jadi selama ini bagaimana kau bisa bertahan tinggal di sini sendirian?"
Tanyanya sedikit memperpelan nada bicara yang tadinya keras.
"Aku tidak pernah tidur malam, aku selalu belajar dan aku tidur di sekolah saat jam istirahat, lalu akan tidur kembali di ruang eksulku karena di sana ramai, tadi aku melihatmu dari sana." Gadis itu menunjukan sebuah jendela di atas mereka yang tampak sedang terbuka." Lalu merasa tenang karena ada kamu yang menemani tapi ketika aku menutup mata, tiba-tiba aku terbangun karena mendengar suara hantu dari kamar mandi jadi aku putuskan untuk menemuimu di sini hiks hiks,, hiks.." jelas gadis itu mulai menangis terisak-isak.
"Cengeng sekali, baiklah aku akan menemanimu malam ini, dan aku tidak ingin tidur denganmu." Jawab laki-laki tersebut mulai terlihat senyuman menghiasi bibirnya.
"Hmm.."Angguk gadis itu setuju.
********
"Kau sengaja, bukan?" wanita dewasa tersebut melepaskan tangannya dari genggaman tangan laki-laki yang duduk di hadapannya." Wanitamu, wanitamu, kau pikir dengan menyewa wanita bisa membuatku menyerah dan menceraikanmu, jangan konyol." Wanita itu mulai berbalik kembali lalu melangkah menuju pintu kamarnya, "tutup pintu sana!" perintahnya dengan nada keras lalu menutup pintu kamarnya dan keluar kembali dengan membawa handuk menuju ke kamar mandi di rumah mereka tersebut.
"Kamu yang membuka, kenapa aku yang harus menutup?" gumam laki-laki tersebut dengan senyuman manis yang mengembang di bibirnya lalu berdiri dan melangkah mendekati pintu yang terbuka kemudian ia menutupnya.