Chereads / I Forgot How To Smile / Chapter 4 - ALBERT

Chapter 4 - ALBERT

1 tahun kemudian

"Baiklah, bapak rasa hanya sekian saja pidato pada upacara hari ini yang bisa bapak sampaikan. dan sekali lagi bapak ucapkan selamat kepada para murid yang telah berhasil menjadi juara umum."

Setelah mendengar pidato dari kepala sekolah, para murid dan guru-guru pun langsung memberikan tepuk tangan yang meriah, termasuk aku yang dapat melihat sekaligus bangga karena Mantan muridku yang dulu pernah aku bimbing yaitu Rini, Albert dan juga Bagus yang berhasil menjadi juara umum 1,2 dan 3. Tak lama setelah itu akhirnya upacara hari itu pun selesai dan hari ini adalah pembagian kelas untuk masing-masing murid, namun tidak untuk para guru, karena pembagian wali kelas diberitahukan sehari setelahnya, aku berharap dapat menjadi wali kelas mereka lagi, apa lagi ini adalah tahun terakhir mereka.

Sementara itu semua guru pun di panggil kedalam ruang rapat oleh kepala sekolah.

"Baiklah, mari kita mulai rapat untuk menentukan wali kelas. Pertama-tama saya ingin mengucapkan selamat kepada pak Riki, karena ia berhasil membimbing semua mantan murid-muridnya menjadi juara umum tahun ini."

Aku yang mendengar kata-kata dari kepala sekolah itu pun terkejut sekaligus malu, karena semua guru sekarang melihat ke arah ku sambil memberikan tepuk tangan mereka. Memang sih juara umum tahun ini semua berasal dari murid-murid yang telah aku bimbing, tak terkecuali yang juara 2, dia adalah Albert, murid ku saat aku menangani di tahun keduaku menjadi wali kelas. Albert awalnya adalah anak yang sangat berandalan, ia jarang masuk, tidak memiliki sopan santun kepada guru-guru dan sering terlibat perkelahian dengan anak dari sekolah lain. Namun seiring berjalannya waktu aku berhasil merubah sikapnya dan bahkan bisa dibilang kami menjadi sangat dekat sampai sekarang.

Jujur saja ketika ia berhasil mendapatkan nilai tertinggi ke dua aku sangat bangga meskipun awalnya banyak guru-guru yang meragukannya, bahkan sampai memberinya tes ulang karena menyangka bahwa Albert berlaku curang ketika ujian. Dan hasilnya? tentu saja Albert telah menunjukan kapasitasnya dan menjawab keraguan para guru-guru.

Sebenarnya semua berawal ketika dulu aku menjadi wali kelas untuk kelas 11 IPA 4, dimana semakin besar angka yang berada dibelakang jurusan mereka, menandakan semakin banyak anak-anak yang berperingkat rendah berkumpul, biasanya guru-guru melabeli mereka sebagai "sampah" karena guru-guru yang lain yakin bahwa mereka semua tidak akan sukses, bagaimana mau sukses untuk memikirkan masa depan, seperti memperbaiki nilai ataupun memikirkan jenjang berikutnya pun mereka semua malas. Tidak adil bukan? ya aku pun merasa seperti itu, pengelompokkan itu selalu dimulai ketika murid-murid memasuki tahun kedua dan sudah memiliki jurusan yang mereka minati. Jujur saja aku ingin membuktikan bahwa tidak ada yang namanya murid sampah ataupun bodoh, yang ada mereka hanya belum menemukan pola belajar mereka.

Awalnya, aku sangat kesulitan untuk mengajar murid-murid kelas 11 IPA 4 ini, bagaimana tidak ketika aku mengajar pasti banyak yang sibuk dengan urusan mereka sendiri seperti mengobrol, tidur ataupun bermain-main dengan alat tulis mereka sendiri. Aku rasa aku mengerti kenapa para guru sangat tidak ingin mengajari mereka. Namun aku tak habis cara, akhirnya aku mencoba mendekati secara emosional kepada masing-masing murid, dan benar saja ternyata berhasil. Banyak dari mereka semua malas untuk belajar karena gaya belajar mereka yang terbilang tidak bisa diam atau lebih tepatnya gampang bosan, sehingga aku mengubah cara mengajarku yaitu dengan lebih banyak praktek dibanding memberikan teori.

Tidak butuh waktu lama aku pun berhasil menaikkan nilai akademik mereka, namun diantara semua murid-murid ku terdapat satu anak yang tidak pernah muncul, dan itu adalah Albert. Aku berusaha bertanya-tanya kepada semua muridku, namun mereka semua tidak ada yang tahu kecuali satu orang, yaitu adalah Rizki salah satu sahabatnya ketika dulu masih di kelas 10.

Menurut Rizki, Albert adalah anak yang pandai dan baik namun karena ada masalah keluarga yang menimpanya dulu, ia pun berubah menjadi anak yang susah diatur dan jarang datang kesekolah. Setelah mendengar hal itu aku pun meminta tolong kepada Rizki, kira-kira dimana tempat biasa ia untuk membolos.

Rizki yang mendengar itu pun langsung membawaku ke tempat biasanya Albert membolos, dan ternyata tempat itu tidaklah jauh dari sekolah, tepatnya 2 km dari sekolah terdapat sebuah warung kecil. Setibanya disana Aku pun dapat melihat Albert seorang diri yang sedang duduk di pinggir jalan sembari menghisap sebatang rokoknya dengan ditemani sebuah kopi hitam di gelas plastik, kami pun langsung menghampiri Albert.

"lah ngapain lu ki? oh sekarang lu udah jadi kaki tangan guru ya.. ngaduin gue lu sekarang?!" bentak Albert kepada Rizki yang berada disebelah ku.

"Tenanglah Albert, bapak yang memaksa Rizky untuk mengantar bapak kesini. kamu sekarang bisa balik ke sekolah ya ky." Jawabku sembari menyuruh Rizky untuk kembali kesekolah

"kenapa? bapak wali kelas saya sekarang? percuma aja saya gk akan mau balik ke sekolah itu lagi."

"Tenanglah, bapak tau kamu pasti minder karena ketinggalan pelajaran kan? percaya sama bapak, kamu gk usah minder dan bapak pun akan ngajarin kamu kok dari awal."

mendengar hal itu dariku Albert pun langsung mengambil kopi hitamnya dan langsung menyiram kopi itu ke arah baju ku.

"Bapak jangan sok tau ya!, Kenapa?! Bapak gak terima? nih pukul saya kalo berani!." Jawab Riki yang berada di depankku. Aku pun hanya terdiam dan berusaha menahan emosiku, menurutku tidak ada gunanya jika aku harus menuruti emosiku.

"Cih, udah saya duga, semua guru sama aja. beh (sebutan untuk penjaga warung), saya pergi dulu, tulis dulu aja besok saya bayar." Setelah mengatakan hal itu Albert pun langsung pergi dan menyalakan sepeda motor yang diparkir di pinggir jalan.

Tak lama bapak penjaga warung pun langsung datang kepadaku dan menawari ku sebuah tisu untuk mengelap sisa-sisa ampas kopi yang berada di bajuku, untungnya kopi itu tidak terlalu panas.

"ini pak, saya tau mungkin bapak menganggap nak Albert itu bandel, tapi sebenarnya dia anak yang baik kok pak. Dia sering bantu-bantu disini, dan kadang suka menegor anak-anak sekolah lain yang kadang hanya berbuat rusuh disini, yah walaupun terkadang mereka sempat berkelahi." Tangkasnya

Setelah mendengar itu aku pun masih terdiam, sembari menerima tisu yang diberikan dan memikirkan bagaimana cara untuk membujuk Albert mau bersekolah kembali.

Hari itu setelah aku mengucapkan terima kasih kepada penjaga warung itu, akupun langsung bersiap untuk kembali ke sekolah dan ingin berkonsultasi kepada kepala sekolah. Setibanya disekolah semua pandangan orang melirik kearahku, tak terkecuali bu Nina yang langsung menghampiriku,

"Yaampun ki, itu kenapa bajumu bisa kotor gitu?," tanyanya

"ahh gapapa kok Nin, aku tadi abis ketemu salah satu murid dan kayaknya aku salah ngomong pas ngebujuk dia hehe, yaudah aku mau ke ruang kepala sekolah dulu ya." Jawabku sembari pergi langsung kearah kantor kepala sekolah, oh ya, aku dan Nina sekarang sudah lebih dekat semenjak terakhir menjadi pengawas ujian sebelumnya, sekarang kami jadi lebih sering menghabiskan waktu bersama dan akupun tau kalo banyak guru-guru yang sebenarnya iri kepadaku namun aku hanya menghiraukan mereka saja.

Sesampainya diruang kepala sekolah, kepala sekolah pun langsung menanyakan apa yang terjadi dengan bajuku, dan aku pun langsung menceritakan semuanya, kali ini aku meminta izin kepada kepala sekolah untuk memberiku waktu, seperti halnya dulu ketika aku menangani kelas 10-1. Namun kali ini aku meminta waktu dan kesempatan untuk membujuk Albert agar mau kembali ke sekolah. Setelah mendengar itu kepala sekolah pun langsung memberiku izin, sepertinya ia sangat percaya kepadaku karena keberhasilanku merubah kelas 10-1 dulu, namun dengan syarat aku tidak melupakan kewajibanku sebagai pengajar.

Setelah meminta izin aku pun langsung keluar dari ruangan kepala sekolah, dan mendapat Nina yang sedang berdiri disamping pintu sambil memegang jaketnya.

"Ini ki, kamu pakai jaketku dulu aja, baju mu sini biar aku cuciin soalnya ilangin bekas kopi itu rada susah loh."

"makasih Nin, tapi gapapa bajunya biar aku yang cuci aja." Jawabku

"udah sini biar aku yang cuciin, gak baik tau kalo nolak niat baik orang."

Mendengar hal itu akupun akhirnya mengiyakan, dan melepas kemejaku dan menyisakan kaos v-neck yang aku pakai. Hari itu akupun mengajar murid-murid memakai jaket yang kupinjam dari Nina.

2 Hari berselang, Aku pun mendatangi lagi warung tempat Albert membolos, dan benar saja ada dia disana, melihatku yang datang mengampiri dia, Albert pun langsung memalingkan wajahnya. Kali ini Aku pun langsung duduk disebelahnya dan langsung memesan kopi hitam juga.

"percuma aja bapak mau ngomong apa, saya tetap gak akan mau kesekolah."

"emang siapa juga yang mau ngebujuk lu? gue disini mau cabut juga kok," jawabku

"lagian gue juga harus berterima kasih sama lu bert, karena kalo gk karena lu lempar tuh kopi ke gue, gue gak akan mungkin dapat rezeki tambahan," lanjutku

"ha? rezeki tambahan?"

"yooi, gue jadi bisa lebih deket sama Nina berkat lu hahaha."

Mendengar hal itu Albert pun hanya diam saja tidak meresponku lagi. Tak lama berselang tiba-tiba datang segerombolan anak-anak SMA kearah kami.

"WOI, LU KAN YANG UDAH MUKULIN ADEK GUE KEMAREN!." Kata salah satu anak yang menghampiri kami.

"biasa aja boss, kalo iya kenapa?gak suka? bilang ke adek lu jangan rusuh kalo mau nongkrong disini." Jawab Albert, sedangkan aku masih terdiam dan dapat melihat sekitar 20 orang yang sedang berdiri dibelakang anak itu, sepertinya ketika aku tidak datang kemaren terjadi perkelahian antara Albert dan anak-anak dari sekolah lain.

Setelah mendengar hal itu, anak itupun langsung menendang kopi yang ada di depan Albert dan langsung mengenai tepat ke bajuku, tak tanggung-tanggung anak itu pun langsung menarik kerah baju Albert. Entah mengapa aku merasa bahwa setiap kali aku ke warung ini selalu saja terkena siraman kopi.

Albert pun tidak langsung diam, ia langsung menepis tangan tersebut dan langsung melayangkan tinjunya tepat kearah muka anak itu, anak itu pun langsung terpental kebelakang. Sedangkan teman-temannya yang dibelakang sekarang mulai mendatangi dan melayangkan tinjunya kearah Albert. Aku yang berada disana pun hanya menonton keadaannya saja dan ingin melihat bagaimana Albert akan mengatasi mereka semua.

Tidak diduga-duga, ternyata Albert sangat pandai bela diri, jika aku lihat dari gerakannya sepertinya dia sangat ahli dalam bela diri pencak silat. Albert mampu menumbangkan satu demi satu anak-anak tersebut, namun kurasa, ini hanyalah waktu sampai Albert kehabisan tenaga.

10 menit berselang, Aku dapat melihat Albert mulai kehabisan nafasnya, sedangkan masih tersisa 13 orang anak yang belum tumbang. Melihat hal itu aku pun akhirnya mulai bertindak dan mulai mendatangi Albert.

"Bapak gak usah ikut campur, guru kayak bapak bisa apa kalo urusan berantem gini. Anak-anak ini gk bisa diomongin baik-baik." Kata Albert

"hmmm.. lucu juga ya kalo denger tuh kata-kata dari mulut lu bert, lagian lu jago pencak silat tp masih terlalu naif kalo berantem kayak gini, nih gue kasih tau caranya ngalahin kalo musuhnya ada bany-"

Belum selesai aku menyelesaikan kata-kataku tiba-tiba ada anak yang berlari kearah kami dan mulai melemparkan tinjunya, aku yang melihat itu pun langsung reflek menghindar dan langsung memukul kearah ulu hati anak tersebut, yang membuat anak itupun langsung tersungkur.

"see? kayak gitu kalo beran-"

tanpa sadar sebuah balok kayu langsung memukul kearah kepalaku dari belakang, dan membuatku langsung kehilangan keseimbanganku namun aku berhasil membuat diriku tidak tumbang. Albert yang melihat itu pun langsung memukul anak tersebut.

"kalo mau ngajarin orang tuh fokus, jangan cuman banyak gaya pak," kata Albert,

Aku yang mendengar itu pun masih terdiam dan berusaha untuk kembali fokus, aku dapat merasakan darah mengucur dari arah dahi ku ke arah dagu, namun aku belum merasakan sakit sama sekali, mungkin ini lah yang disebut dari efek adrenalin, sehingga aku belum merasakan luka yang ku derita.

Setelah 5 menit berselang, aku dan Albert pun berhasil menumbangkan anak-anak tersebut, dan membuat mereka langsung pergi dari tempat itu. Aku dan Albert pun mulai mengatur nafas kami kembali, setelah anak-anak itu pergi Aku pun langsung melayangkan tinjuku kearah pipi Albert, Albert langsung terheran dan langsung memasang kuda-kudanya lagi.

"hehe urusan kita belum kelar boss, bohong kalo gue bilang kemaren gue gak kesel. Ayo kita selesain urusan kita sekarang juga."

Albert yang mendengar itu pun tiba-tiba tersenyum dan mulai menyerang kearahku, aku dapat melihat gerakan tangan kananya menuju kearah pipi kiri ku, begitupun dengan aku. Kini wajah kami pun saling terkena pukulan. Sejujurnya aku hampir saja tumbang, terkena pukulannya, apa lagi kepala ku mulai terasa seperti sakit dan berputar-putar. Melihat hal itu, Albert pun langsung melayangkan pukulan dari tangan kanannya kembali dan tepat mengenai ulu hatiku, sehingga langsung membuatku sesak nafas. Untungnya aku dapat memegang tangan kanannya dan langsung menghantam kepalanya menggunakan kepalaku, sehingga membuat kami berdua tersungkur di jalanan.

Melihat kami berdua yang sudah tumbang, bapak penjaga warung itu pun langsung mengangkat badan kami ke arah pinggir jalan, tepatnya sebelah warungnya, ia pun langsung masuk kembali ke dalam warung dan mencari-cari obat untuk pertolongan pertama.

"hah, hah, hah, lumayan juga bapak bela dirinya ya.." kata Albert yang masih terlentang disebalahku

"Bapak tau, sebenernya saya gak benci sekolah, cuman saya kesel aja sama ayah saya, dia lebih mentingin istri barunya dibanding anaknya, gila kan? padahal ibu saya meninggal gak sampe setahun tp dia udh nikah lg aja, dan saya yakin kalo gk karena ibu saya donatur di sekolah pasti saya udah dikeluarin dari kapan tau, dan jujur aja setelah saya tau masuk ke kelas IPA 4, saya sebenarnya sangat kesal pak. Apa lg kelas itu di cap sebagai kelas sampah." Lanjut Albert,

Setelah mendengar hal itu aku pun langsung menjawab,

"Bapak tau hidup itu emang gak adil bert.. gini aja, kamu mau gak kasih pelajaran ke ayahmu dan juga guru-guru yang udah mengcap kalian semua sebagai sampah? bapak tau caranya."

"Pelajaran? maksudnya kayak balas dendam gtu? hahaha.. bapak nih lucu yaa, masa guru ngajarin balas dendam, hmmm, emang gimana caranya?." Jawab Albert yang mulai bangun dari posisi tidurnya itu.

"Dengan menjadi juara umum dan juga menjadi sukses nantinya, bukan hanya bikin malu para guru-guru itu, tapi lu juga bisa memberi tamparan ke ayah lu, sekaligus membuat ibu lu yang sudah meninggal bangga. gimana? tertarik?" Jawabku

"hmm.. pertanyaannya saya bisa percaya sama bapak apa nggak?."

Mendengar hal itu, aku pun hanya mengangguk sambil tersenyum kearahnya. ia pun langsung berjanji kalau mulai besok ia akan datang kesekolah. Tak lama, bapak penjaga warung pundatang dan membawakan obat luka dan sebotol air mineral kepada kami. Setelah itu aku pun langsung pamit untuk pergi kesekolah untuk mengambil barang-barangku, sepertinya hari ini aku akan izin ke kepala sekolah dan langsung pulang.

Melihatku yang jalannya sempoyongan, Albert pun langsung menawariku untuk mengantar menggunakan sepeda motornya dan aku pun menerima niat baiknya tersebut. Sesampainya disekolah, Albert pun membantuku berjalan kearah ruang kepala sekolah, sepanjang menuju ruang kepala sekolah semua murid dan guru melihat kearah kami yang sudah banyak luka-luka memar dan juga darah yang masih sedikit mengalir di kepalaku ini dan sesampainya disana aku menyuruh Albert untuk menunggu diluar sementara aku menghadap kepala sekolah.

Melihat kondisiku seperti ini kepala sekolah pun langsung meminta penjelasan apa yang sudah terjadi padaku. Ketika aku menejelaskan kejadiannya, kepala sekolah pun langsung memberiku ceramah, karena menurutnya aku tidak mencerminkan seorang guru. Namun yang membuatku kaget adalah kata-kata terakhirnya, ia mengucapkan terima kasih karena sudah mau peduli kepada murid-muridnya. Yah walaupun aku terkena skors 3 hari dengan Albert, namun menurutku itu semata-mata agar kami dapat beristirahat.

Setelah mendapat ceramah dari kepala sekolah, aku pun langsung keluar dari ruangannya, dan ketika aku keluar, tiba-tiba saja seorang siswi langsung memeluk tubuhku sambil menangis, dan dia adalah Rini. Jujur saja hal itu membuatku sedikit terkejut, apa lagi aku dapat melihat Nina yang sedang berdiri memegang barang-barangku sambil memasang muka cemberutnya.

Yaah, sepertinya aku harus menjelaskan lagi semua situasi ini dari awal. Namun yang membuatku bingung lg, aku tidak dapat melihat Albert, Aku pun mulai menanyakan dimana dia kepada Nina, dan Nina pun menjelaskan bahwa Albert yang memberitahunya bahwa aku ingin mengambil barang-barangku, dan tidak lama kemudian Bagus menghampiri Albert dan mengajaknya pergi dari ruang guru.

Yah mungkin Bagus adalah temannya Albert dan ingin berbicara kepanya. Aku pun langsung pamit sekaligus mengucapkan terima kasih kepada Nina dan menyuruh Rini untuk melepaskan pelukannya. Ketika aku keluar dari sekolah, aku mendapati Bagus sedang berkelahi dengan Albert. Aku yang melihat itu pun langsung membentak mereka berdua, dan menyuruh Bagus kembali kekelasnya, sedangkan Albert aku beritahu bahwa dia dan aku mendapat skors selama 3 hari. Untungnya Bagus langsung menuruti perintahku begitupun dengan Albert, dan setelah itu aku pun langsung meminta untuk diantar pulang oleh Albert. Dan setelah itu akhirnya Albert pun mulai kembali bersekolah dengan rajin.