"Mimpi ku terasa nyata"
"Ini kah yang aku inginkan"
"Apakah Aku nyata"
***
16 Maret 2019. Pukul 07.00 pagi hari, Khalid Apartemen, Nevinia
Terbangun dari mimpi yang begitu lama seakan mimpi itu adalah suatu kenyataan yang benar terjadi. Aku terbangun dengan membuka mata sangat perlahan dan bertanya kepada diriku sendiri "Apakah mimpi itu nyata". Aku berusaha untuk bangun dari sofa tempat aku tertidur dengan memegang sebuah kertas bertulis "Bunuh Lina Nerton 3 lubang". Sekarang pukul 07.00 pagi hari dimana aku harus bersiap-siap untuk kembali menginvestigasi mengenai kasus pembunuhan tadi malem yang masih belum terpecahkan. Aku masih memikirkan apa sebenernya motifasi pembunuh dan kertas yang aku temukan, aku memiliki dua bukti dalam kasus ini yang pertama adalah dimana si pelaku meninggalkan kertas tertulis "Bunuh Lina Nerton 3 lubang" dan yang kedua aku menemukan senjata yang di gunakan oleh pelaku yaitu RUGER GP101 yang dibuat perkiraan pada tahun 1990. Sangat lah aneh pembunuh menempatkan sang korban di depan pintu lobby dan berusaha menghilangkan barang bukti serta menarik korban dari lantai dua ke lantai dasar. Saat aku selesai membersihkan diri, aku mendengar suara dering telepon genggam milikku, dan saat aku melihatnya ternyata Laura yang menelepon, Laura meminta aku untuk bergegas menuju polres Nevinia sekarang juga, aku bergegas menggunkan pakaian dan langsung pergi ke polres membawa petunjuk yang aku punya, aku menuju polres menggunakan mobil yang di pinjamkan dari kantor.
Pukul 07.45 pagi hari. Polres Nivinia. Nivinia.
Saat aku sampai di depan pintu masuk polres Laura sudah menunggu di depan pintu dan Laura bertanya sambil berjalan masuk kedalam ruang autopsi. "Dari mana saja kau ?" Laura bertanya.
"Aku baru saja bangun dan akan bersiap-siap ke polres, lalu kau menelepon ku". Aku menjawab Laura dengan sangat santai dan mengantuk.
"Denger Khalid, aku semalem di telpon oleh chief katanya dia ingin kasus ini diselesaikan secepat mungkin". Laura berkata dengan nada cemas.
"Iya... Iya... Kita bereskan sekarang juga". Aku menjawabnya dengan sangat santai.
Setibanya aku sampai di ruang autopsi ternyata di dalam sudah ada Fred, dan Chief. Lucy.
"Aah... Khalid dan Laura aku sudah menunggu kalian". Chief. Lucy berkata dengan sangat santai dan menunggu kedatangan kami.
"Chief lama tak jumpa". Aku menjawab dengan sangat santai.
"Silahkan Fred untuk menjelaskan apa saja yang sudah kau temukan dari autopsi Nyonya Lina Nerton". Chief sambil menundukkan kepalanya kepada aku dan Laura berkata dengan sangat santai dan meminta kepada Fred untuk menjelaskan apa saja yang sudah di ketahui oleh Fred.
"Oke.. Mari kita mulai lagi". Fred sambil menepuk tangannya dan bersemangat.
"Dari luka yang di miliki korban adalah satu lubang di kepala dan dua lubang di bagian dada, dari bentuk peluru yang dapat menyamakan yang sudah aku ukur dengan luka tersebut adalah doble-action revolver, 6 peluru 375magnum di buat oleh Negara Rikam dan di perkenalkan di tahun 1985 sebagai generasi kedua ruger doble-action, ukuran peluru yaitu 10mm. pada paru-paru korban ada perubahan warna, paru-paru yang sehat memiliki warna merah muda sedangkan paru-paru yang pengidam rokok berwarna kecoklatan, bisa dilihat dari paru-paru korban adanya perubahan warna pada pinggiran paru-paru dan warnanya bisa dibilang lebih gelap hal ini membuktikan bahwa Nyonya Lina adalah perokok yang cukup berat. Sedangkan organ-organ lain yang dimiliki oleh korban tidak adanya gangguan yang lain, seperti terkena oleh racun ataupun penyakit lainnya. Sepupu ku juga peroko berat dan saat meninggal, wuaaah... bentuk paru-parunya hitam sekali, untungnya aku bukan perokok berat". Fred menjelaskan kembali kepada aku dan Laura apa yang sudah di temukan di dalam tubuh korban.
Fred menjawab sambil menceretikan kisah sepupunya lalu di sela oleh Chief. Lucy. "Terima kasih Fred atas pemberitahuanmu, tapi aku tidak memerlukan cerita mengenai sepupumu, yang sering memiliki banyak penyakit". Chief menjawab omongan Fred sambil menyuruh agar fokus terhadap investigasi.
"Iyaa, tapi bener Chief sodara aku tuh banyak sekali penyakitnya dan...". Saat Fred kembali menceritakan kisah sodaranya, obrolan Fred di celah oleh Chief.
"Sudah, cukup Fred, kita hanya memerlukan info mengenai korban". Chief berkata dengan tegas.
"Bbbaaik Chief". Fred menjawab dengan sedikit ketakutan.
"Baiklah Khalid, Laura aku kembalikan investigasi ini kepada kalian, selamat pagi". Chief berjalan keluar dari ruang autopsi.
"Terimakasih Chief". Laura menjawab omongan Chief.
Setelah Chief keluar dari ruangan autopsi, Fred berkata. "hmmm. Gak biasanya Chief terlihat seperti kesel seperti itu". Fred berkata sambil membuat muka yang lucu dengan bibir kebawah dan alis ke atas.
"Okey, Alis, apa yang harus ku temukan ?" Aku menjawab dan berusaha membuat situasi nyaman kembali.
"Hey namaku Fred Halis, ingat itu, F... R... E..". Fred menjawab omonganku dan aku menyela.
"Fred kumohon fokus". Aku menjawab dengan tegas.
"Baiklah yang ku ingin tanyakan adalah dimana letak senjata tersebut soalnya kemarin malam kalian lah yang begitu lama di gedung tersebut". Fred menjawab omongan ku dan kembali fokus.
"Aku dan Laura menemukannya di gedung sejarah tersebut pada lantai dua daerah persenjataan kuno, tetapi pada saat ingin di buka sudah di pasang kan dengan gembok yang baru, kami perlu untuk mengobrol kepada wakil pemilik gedung, yaitu Nika, ade dari nyinya Lina".
Aku menjawab pertanyaan Fred. "Baiklah, kalian tinggal menanyakan kepada Mila, dia yang menyatat lokasi ketiga tersangka tersebut". Fred menjawab dan mengarahkan tangannya kepada salah satu polisi yang bernama Mila.
"Terima kasih Fred, ouuh sebelum aku pergi, apakah kau bisa menganalisa tulisan ini." Aku memberikan kertas yang bertulis bunuh Lina Nerton tiga lubang.
"Tanyakan lah kepada pelukis, aku kan bukan pelukis !" Fred menjawab sambil membuang muka.
"Fred, ini bukti loh". Aku menjawabnya dengan muka serius.
"Okey... okey... iya, setelah aku benerkan kembali mayat Nyonya Lina akan ku coba cek okey, tapi tidak janji". Fred menjawab omonganku dengan agak merendah diri.
"Terima kasih Fred, seberes investigasi ini aku yang bayar makan". Aku menjawab dengan sangat senang.
"Iya iya, ku tunggu janji mu". Fred berkata sambil pasrah.
"Terima kasih Fred, hayo laura kita pergi". Aku menjawab perkataan Fred dan mengajak Laura untuk melanjutkan investigasi, tiba-tiba Fred berkata.
"Semua aja marah–marah hari ini, emang sekarang hari apa, hari emosional." Fred berkata berharap tidak di dengar oleh aku.
"Aku dengar itu !" Aku menjawab omongan Fred sambil berjalan keluar ruangan autopsi, lalu fred berkata.
"Sial !" Fred sambil memberikan wajah yang kesel.
Setelah kami menanyakan beberapa pentunjuk kepada Mila, dia menjelaskan lokasi tempat tinggal paratersangka. Yang pertama, Nika Nerton yang tinggal di Jl. Lagneng No.23 tinggal di rumah besar berwarna hijau kebiruan warna pager hitam memiliki taman yang, bersama dengan kakaknya Lina Nerton dengan nomor telepon rumahnya (022)669-990-12. Kedua Tom Lezzy, satpam yang menjaga museum tinggal dirumah susun Jl. Cisuti Ruba. No. 104 kamar 405. Dengan nomor telepon (022)667-405-2. Dan yang ketiga Kezzy Min tukang bebersih di museum tinggal dirumah susun Jl. Cisuti Ruba. No. 104 kamar 301. Dengan nomor telepon (022)667-301-1.
Kami mencoba untuk neghubungi nyonya Nika Nerton, untuk bisa bertemu dengan kami di Museum Oude Geschiedenis en Land. Seberesnya kami menghubungi nyonya Nika, ia dengan sangat semangat ingin bertemu dengan kami, akhirnya kita bergegas untuk pergi menuju Museum Oude Geschiedenis en Land. Setibanya kami di lokasi ternyata nyonya Nika sudah menunggu kami di depan pintu museum.
Pukul 08.10 pagi hari. Museum Oude Geschiedenis en Land. Nevinia.
"Akhirnya kalian datang, gimana, sudah ada petunjuknya ?" Nyonya Nika bertanya kepada kami dengan sangat panik.
"Kami melakukan sebisa mungkin untuk memecahkan misteri ini, dan kami memerlukan bantuan nyonya untuk membantu kami dalam investigasi kami". Laura menjawab nyonya Nika, dengan nada yang tenang.
"Tentu saja, akan saya bantu apapun itu, untuk mengetahui siapa yang membunuh kakak ku". Nyonya Nika menjawab dengan nada cemas dan sedih.
"Nyonya, kami perlu masuk dan melihat ruangan dimana adanya senjata kuno di letakkan, dan bila boleh, untuk mengambil satu senjata yang dapat menunjukkan kita ke si pelaku". Aku bertanya pada nyonya.
"Tentu boleh, mari saya antar kalian ke lantai dua, dimana lokasi senjata kuno di letakkan." Nonya Nika menjawab.
"terima kasih". Aku dan Laura menjawab.
Setelah masuk ke dalam museum, aku merasakan hal yang aneh terasa bahwa seperti ada orang yang sudah masuk kedalam museum sebelum kami. Kami menaiki tangga untuk ke ruangan senjata kuno yang berada di lantai dua, setibanya sampai di ruangan. Dengan rasa senang agar investigasi ini selesai dan menemukan siapa pelakunya, tiba-tiba tempat lemari kaca penyimpanan senjata kuno sudah di buka dengan paksa, kaca yang sudah hancur dan barang bukti sudah menghilang. Nyonya Nika, dengan sangat panik berteriak dan bilang bahwa ada yang merusak lemari kaca, dengan sangat cepat nyonya Nika menelepon kepada Tom dan Kezzy, mereka menjelaskan bahwa mereka tidak pergi ke museum. Nyonya Nika meminta mereka untuk mengambil gambar diri mereka sendiri dan mengirimkannya kepada nyonya Nika, dan menananyakan kepada mereka sebelum pukul 08.00 kalian dimana ? mereka menjelaskan kepada nyonya Nika, bahwa kami baru pulang dari kantor polisi sekitaran jam 7 pagi, tidak lama kami tiba di kantor polisi. Aku bertanya kepada Laura, Laura menjawab bahwa memang benar mereka baru selesai dari kantor polisi sekitaran jam 7 dan nyonya Nika jam 6 pagi.
Memiliki selang waktu yang cukup jauh dengan setibanya kita dimuseum yaitu pukul 08.10 pagi hari, nyonya Nika terus menelepon kepada mereka bahwa sudah ada yang merusak lemari kaca berisi senjata kuno dan mengambilnya, mereka menjelaskan bahwa kami tidak memiliki kunci cadangan, kunci akan selalu di kembalikan di ruang pekerja seperti yang nyonya Nika perintahkan kepada mereka. Nyonya Nika meminta Aku dan Laura untuk menemaninya memeriksa ruang pekerja dan memeriksa kunci gedung, sesaat akan menuju ruang pekerja, Laura meminta aku untuk menjaga ruangan senjata kuno dan tetap diam diruangan ini. Aku mengerti maksud Laura dan menjaga di ruangan ini, aku mencoba mencari petunjuk di sekitaran ruangan senjata kuno, saat aku memeriksa, kunci gembok yang menempel di lemari kaca di paksa untuk di buka karena ada goresan di sekitaran besi-besinya, bisa dibilang bahwa di paksa menggunakan obeng dengan ujung berbentuk minus, yang di pukul dengan palu untuk membuka lemari tersebut, tapi sayang nya gagal, mungkina karena waktu yang dimiliki oleh pelaku tidak lama dia berusaha untuk memecahkan lemari tersebut dan langsung mengambilnya.
Tak lama aku memeriksa rungan senjata, tiba-tiba ada yang memanggilku.
"Khaaaaliiiid... ". dengan suara yang lemah.
Aku mendengar suara itu yang berada di depan ruangan senjata kuno, aku mendekati ruangan tersebut, ruangan tersebut merupakan ruangan patung-patung pahlawan dari berbagai negara.
"Khaaaliiiid... ". Aku mendengar terus suara tersebut dengan nada yang lemah.
Aku akhirnya masuk kedalam ruangan tersebut, dan merasakan bahwa aku berada di tempat lain. Bukan berada di museum tetapi disuatu tempat yang memiliki sinar rembulan yang menyinari kolam besar dengan jembatan kecil diatasnya dan dedaunan yang berterbangan.
"Khaaaliiid... ". Aku terus mendengar suara itu, dengan nada yang lemah.
Aku mersakan bahwa aku mengetahui tempat ini, seperti tempat yang tidak asing, merasakan bahwa aku pernah datang ke tempat ini.
"Khaaaliddd... ". Aku mendengar suara tersebut seperti datang dari rumah yang berada didepan kolam.
Aku mendekati rumah tersebut, melihat kekanan dan kekiri tidak ada siapapun disekitaran tempat ini hanya ada diriku dan suara tersebut, setibanya aku berada di depan pintu yang memiliki jendela yang menembus ke dalam rumah, aku melihat melalui jendela tersebut ada seorang anak kecil yang sedang menangis dengan rambut panjang lurus menggunakan baju adat. Saat aku mencoba membuka pintu, pintu tersebut tidak bisa di buka, terus mencoba dengan sekuat tenaga, tetap saja pintu tersebut tidak dapat di buka.
"(hiks) (hiks) kau tidak akan bisa membuka nya (hiks) (hiks)". Anak kecil tersebut berkata dengan suara tangisan.
"(hiks) (hiks) tidak ada yang bisa membukanya, aku akan selalu sendirian (hiks) (hiks)". Anak kecil tersebut berkata sambil terus menangis.
"tenang saja aku akan mecoba mendobrak pintu ini". Aku berkata dengan sangat keras dan mencoba mendobrak pintu.
Tidak lama aku mencoba untuk mendobrak pintu, kobaran api muncul secara tiba-tiba dalam ruangan tersebut, aku merasa sangat panik dan saat aku memegang gagang pintu tangan ku melepuh, aku melihat gagang pintu itu sudah terkena api dengan sangat panas aku berusaha ntuk membukan nya tetapi tetap saja tidak ada hasilnya aku mendobrak dan memukul kaca pintu.
"keluar dari sana !!!" Aku berkata dengan sangat keras.
Tetap saja anak itu hanya diam tidak bergerak, sesaat kobaran api menutup pandanganku dan hanya bisa melihat dari jendela pintu, api yang terus menyebar, hingga aku tidak bisa melihat anak kecil tersebut, tiba-tiba tangan-tangan hangus bermunculan di jendela pintu tersebut, dengan teriakan seorang anak kecil yang terus berteriak dengan histeris dan kesakitan.
"tolooooong akuuu". Anak kecil itu berteriak dengan sangat keras.
"tolooooooong". Anak kecil itu terus berteriak.
"Aku dataang, bertahanlah !!!". Aku berteriak sambil tersu mendobrak pintu.
Aku terus berusaha membuka pintu terus dan terus, tiba-tiba semua hilang. Api yang berkobaran hilang secara tiba-tiba. Aku memeriksa melalui jendela pintu, aku melihat semua seperti tidak terjadi kebakaran, ruangan yang bersih, tiba-tiba pintu terbuka dengan sendirinya, dan aku melihat kekanan dan kekiri untuk mencari anak kecil tersebut tetapi tidak ada jejak apapun, aku menemukan sebuah tulisan dengan angka nol (0) yang berada di lokasi anak kecil tersebut duduk. Tiba –tiba kobaran api muncul dan anak kecil itu berdiri di depanku dengan rambut panjang lurus berponi yang menutupi matanya dengan baju adat dari negara aku.
"Kau tidak seharusnya berada di sini". Anak kecil itu berkata dengan nada yang lemah.
Anak kecil tersebut berteriak dengan sangat keras dan ruangan yang sedang aku masuki meledak dengan kobaran api yang sangat besar, aku terlempar dari ruangan tersebut dengan melihat anak kecil itu terbakar dan tangan-tangan hangus berusaha mengakap diriku, tangan gosong yang sangat panjang.
Aku kembali kedalam museum dengan perasaan aneh, aku berusaha memeriksa ruangan patung-patung pahlwan dan tidak dapat menemukan jalan menuju tempat anak kecil itu terbakar, aku memeriksa kertas yang aku temukan, saat aku berada dirumah tersebut, ternyata kertas tersebut tidak ada, saat aku berjalan menuju ruangan senjata kuno, aku merasa ada yang tertawa, tapi saat aku melihat kebalakang tidak ada siapapun disana.
Laura dan nyonya Nika kembali ke ruangan senjata kuno, Laura berkata bahwa tidak ada yang datang kemuseum selain kita bertiga. Laura sudah menelepon kantor polisi untuk menutup museum, dan menjaga museum selama 24 jam. Aku tidak merasa senang dengan apa yang kami temukan pada hari ini, tanpa senjata tersebut kita tidak dapat menemukan siapa pelaku sebenernya. Laura meminta aku untuk kembali ke porles untuk bertanya kepada Fred mengenai petunjuk yang kau berikan. Nyonya Nika kembali kerumah nya di jaga oleh penjaganya yang menunggu di mobilnya. Saat kami berdua akan kembali ke porles, aku di telpon oleh Nirandra teman lama yang menyelesaikan pendidikannya di bidang seni, aku diminta untuk datang ke pembukaan museum miliknya. Aku bertanya pada Laura untuk menemani aku pergi ke mueseum tersebut. Tetapi Laura menolak, dia berkata bahwa ada yang harus di bereskan di polres, Laura berangkat kemabli ke porles menggunakan mobil yang kami bawa (mobil porles), dan aku menggunakan kendaraan umum untuk pergi ke museum teman lamaku.
Pukul 11.00 pagi hari, Museum Aultart, Nevinia.
Aku tiba di lokasi museum yang akan segera dibuka, museum Aultart yang di bangun oleh temen dekatku yang bernama Nirandra Catura (28). Dia merupakan seorang ahli seni, yang baru saja pulang dari luar Negeri. Ketika aku memasuki ruangan lobby museum, sesorang memanggilku.
"Khaliiid... ". Aku mendengar seseorang memenggilku.
"Khalid, kemana aja kau ?" ternyata yang memanggil adalah Nirandra.
"Aku baru saja tiba, hmmm bau nya enak nih, bakal banyak makanan kan ?" aku menjawab pertanyaan Nirandra dan menanyakan makanan, karena aku sangat lapar jadi wajar saja aku menanyakan hal itu.
"hahaha.... tentu ini adalaha upacara pembukaan museum yang aku buat dengan teman arsitektur ku yang sudah lama kita rencanakan, bisa dibilang dia adalah calon istri ku". Nirandra berkata dengan sangat semangat dan gembira.
"Khalid aku tinggal dulu yah, masih banyak yang harus aku persiapkan". Sambil tergesah-gesah.
"Silahkan, semangat !!!" aku menjawab dengan memberikan semangat.
"terimaksih". Nirandra menjawab.
Saat Nirandra menjauh aku dapat mendengar ucapan Nirandra "ahh, dimana calon ku berada ?" Nirandra berkata sambil penuh cemas dan bingung.
Aku menikmati acara dan menikmati makanan yang dihindangkan di lobby museum tersebut. Makanan yang beragam variasi, sungguh menyenangkan bahwa makan siang ku gratis tanpa harus mengeluarkan biaya lagi, bisa saja saya makan di porles, tapi gak apa-apa mumpung memperpanjang pertemanan.
Pukul 11.30, Museum Aultart, Nevinia.
Upacara pembukaan museum dimulai, di pimpin oleh walikota Nivinia dan pengguntingan tali merah, Nirandra juga memberikan pidato dan akan menunjukkan mahakarya modernnya yang baru, sebuah pahatan kayu sepanjang 15 meter dan tinggi 10 meter, pahatan yang bejudul "nostalgia". Pada hitungan ketiga tirai dibelakang Nirandra akan di buka dan memperlihatkan kepada masyarakat karya baru dari Nirandra. Semua orang memulai perhitungan mundur, saat hitungan tiga muncul, dan tirai di tarik supaya bisa melihat karya Nirandra yang baru. Terlihat ada seorang wanita tertusuk oleh tombak salah satu pahlawan yang berada di lukisan tersebut, dan di tempeli kertas di kepalanya.
Pukul 11.45, Museum Aultart, Nevinia.
Kepolisian datang dan menjaga dengan ketat lokasi pembunuhan, aku menelepon Laura untuk datang ke lokasi, tetapi aku tidak dapat menghubungi Laura. Saat korban di turunkan dari tusukan tombak yang tertancap pada korban, Nirandra dengan sangat pasrah dan menangis mendekati mayat tersebut dan berkata bahwa mayat tersebut adalah calon istri Nirandra. Dengan wajah sedih dan menangis dengan histeris Nirandra di amankan oleh petugas kepolisian untuk di tenangkan.
"Khaliiiid, Tolong Khaliiid, biarkan aku bersama calon istriku. Tolong Khalid biar aku menemani mu dalam investigasi ini, kumohooon". Nirandra memohon kepada aku.
"Baiklah, aku mengerti, tapi saat aku menyelidiki aku minta kau untuk diam, bila kau melakukan hal yang tidak aku inginkan, aku akan meminta kau untuk keluar dari lokasi pembunuhan". Aku berkata dengan sangat serius.
"Baiklah khalid, aku mengerti". Nirandra menjawab omongan ku dengan nada lemas dan sedih.
Aku mulai memeriksa mayat yang di turunkan, Nirandra menjelaskan, korban tersebut bernama Laia Kala berusia 26 tahun, dia bekerja disuatu cafe bernama Doux. Korban tidak menggunakan baju yang ketat lebih tepat nya korban hanya menggunakan pakaian yang sederhana menggunakan jaket yang memiliki banyak saku, dalam saku tersebut tidak terisi apapun, hanya sebuah dompet dan identitas si korban, kaki kiri si korban memiliki bekas goresan, seperti sering menggunakan gelang di kaki yang cukup kasar, pada tangan kiri terdapat cicin pada jari manisnya, dan pada pergelangan tangannya ada warna kulit yang berbeda kemungkinan sering menggunakan jam tangan di pergelangan sebelah kiri.
Pada leher korban memeliki bekas ikatan tali dapat di bilang bekas ini sudah lama karena warna kulit yang terlihat sudah menunjukan warna agak kebiruan, aku melihat lubang yang terdapat oleh korban, lubang tersebut menerobas bagian dada, langsung menerobos jantung sang korban dapat dilihat dengan lukanya bahwa lubang tersebut mengenai jantung sang korban, aku juga menemukan suatu kertas bertulis "0" dalam bahasa Oreka, dari kondisi korban bisa di simpulkan bahwa jam kematian korban adalah tadi malem.
Kondisi ini sangat berdekatan dengan kematian nyonya Lina, yang terjadi kemarin malam, apa motif si pembunuh ? Aku menjelasakan situasi kepada Nirandra, Nirandra menjelaskan bahwa semalem Laia tidak bersamanya dan kondisi museum di tutup hanya Nirandra yang memiliki kunci terhadap museum ini. Aku berusaha mencari petunjuk yang terjadi, terdapat tempat untuk pejalan kaki di atas tirai, aku menaiki tangga dan memeriksa di bagian atas. Saat di atas dapat dilihat kondisi tombak cukup dekat dengan jalan pejalan kaki, dan aku pun bisa melihat panggung dibawah. Saat memeriksa aku berusaha mengeluarkan imajinasiku untuk situasi ini dalam kondisi ini.
Aku menduga bahwa korba di lilit oleh tali di bagian lehernya dengan sangat keras, dan korban berhenti bernafas saat di lilit tersebut, tapi mengapa musti ditaruh di tombak pada pahatan tersebut, pada lokasi tempat berjalan bisa juga dapat di mungkinkan bahwa si korban setelah di lilit tali, ia di berikan sebuah kertas yang di tempelkan dengan hekter di kepalanya, lalu ia di jatuhkan ke arah tombak seperti dia terjatuh.
Saat aku turun dari area tersebut aku mencoba menenangkan pikiranku dan berpikir. Apa motif si pembunuh menggunakan metode brutal ini mengapa ia sengaja menjatuhkan mayat Laia ke tombak tersebut dan mengapa musti Laia. Sesaat aku berjalan di taman luar lobby, aku mendengarkan suara tembakan "bang". Tiba-tiba tubuhku terasa aneh terasa dingin sekali, saat aku memegang pinggang sebelah kananku, aku melihat darah, darah yang terus keluar dari tubuh ku, saat aku melihat kebalakang ada sesorang yang menodongkan pistol, aku tidak dapat melihat siapa orang tersebut aku hanya dapat melihat senjata yang di pegang oleh orang tersebut, senjata RUGER GP101. Aku terjatuh dan berkata. "tolong" kepada orang tersebut dan orang tersebut hanya berkata "istirahat lah, detektif". Lalu orang tersebut berjalan meninggalkan diriku yang lemah dan tak berdaya, lalu aku tertidur dengan darah di tanganku dan lubang di pinggang kananku.