Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

TUAN TANAH

RaisaFadhilah_06
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.9k
Views
Synopsis
Kata orang menjadi anak tuan tanah itu aman dan nyaman serta uang pas di kantong, tapi tidak pada kenyataan nya.. Menagih uang sewa serasa menagih serangan jantung. Bagaimana mau menagih uang sewa kalau tatapan pemiliknya teramat menyeramkan? Pakai senyum piyik pulak, alamak!

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - UANG SEWA

" Ayo sana pergi, masa takut sama anak gadis, gimana sih, Dit?"

Lagi dan lagi bapak memaksaku untuk tetap menagih uang sewa gadis di depan sana, anaknya Mak Eni. Karena sudah 7 kali banyaknya aku bolak balik ke rumah hanya karena tidak nyaman dengan tatapan anaknya Mak Eni itu, mengerikan.

Kulangkahkan kakiku ke arah jalan yang sudah 1 tahun ini bolak balik aku tapaki, kusiapkan jantung agar tidak terlalu berdetak kencang seperti minggu kemarin.

Mula mula aku ketuk pintu rumah sederhana itu,

" Eh, Nak Radit ya?"

Aku hanya tersenyum, melihat ke segala arah dan untungnya tidak menemukan gadis yang menurutku mengerikan itu. Menunggu Mak Eni mengeluarkan uang dari saku celana nya yang sedikit kotor, sepertinya baru pulang dari sawah.

" Ini, sewa minggu kemarin juga sekalian.." ucapnya memberikan sejumlah uang padaku.

Aku dengan senyuman merekah menerima uang itu dan menuliskan nama Mak Eni ke dalam buku milik bapak. Mengucapkan terimakasih dan hendak beranjak pergi.

" Abang Radit~"

Aku mencelos, membalikkan tubuh. Astaga, demi remot TV yang dicomot, dia lagi.

Sudah kubilang, dia ini punya tatapan menyeramkan. rasanya sangat tidak betah berlama lama. Kenapa sih tidak pernah tersenyum saja?

" Buru buru, bang? Tunggu dulu, makan Rengginang hayuk.."

Kikuk, jijik, ngeri, dan tidak bisa berkata apa apa, itulah yang bisa kulakukan. Kuakui memang wajahku ini mirip Om Lee Min Ho, tapi tidak seperti ini juga dong fans nya.

" Sudah, jangan dipaksa dulu.. kasihan wajahnya sudah seperti kertas ulangan bekas,"

Kertas ulangan bekas? Remuk? Jelek sekali, tidak ada yang lebih baik apa? Baju bau dawni mungkin, harum harum lembut.

Dengan cepat aku langkahkan kakiku, secepatnya pergi dari sana, sudah tidak tahan lagi mau buang air besar.

Begini saja terus nasibku, kata orang jadi anak tuan tanah itu enak, aman, nyaman, uang pas di dompet pula. Tapi bagiku, ini mengerikan.

.

.

" Gimana sih si bapak, nggak ada kerjaan lain aja selain belai belai koran yang udah 2 tahun terbit,"

Mamak protes melihat bapak yang terus terusan sayang sama koran bekasnya, tidak tau beritanya masih ada terjadi atau tidak.

" Ya ini koran berharga loh, Mak.. Mamak ini macam nggak ngerti aja bapak suka koleksi barang bekas,"

Ya tapi nggak koran juga kali, Pak..

Siang terik hari ini menjadi waktu yang pas untuk makan yang segar segar, buah atau air kelapa muda misalnya,

" Pak, air kelapa muda enak kayaknya,"

" Yo wes panjat aja pohon kelapa nya Pak RT, lebihkan bapak yo.."

Sudah kuduga kalau responnya akan menjadi seperti itu, belum apa apa sudah membuat mood kurang baik saja, lebih baik lesehan di kamar kan.

" Eh, Dit? Nggak jadi panjat to?" Bapak sadar saat aku mulai menaiki tangga ke lantai dua.

" Engga jadi, Radit tiba tiba diundang insomnia tadi malam..mau tidur dulu,"

Bapak terkekeh, " Ckckck, insomnia bikin kondangan to? Yo wes siap siap, jangan tidur.."

" Bukan Pak.. insomnia itu susah tidur, jadinya sekarang ngantuk berat.."

Bapak hanya tertawa, ya mungkin bapak pikirannya lagi numpuk makanya sedikit linglung. Daripada harus melayani pertanyaan bapak selanjutnya, lebih baik aku ke kamar secepatnya, mau mandi dan istirahat.

.

.

SISTA POV.

" Sista, bantuin emak bentar sini.."

Aku yang tadinya sedang mengeringkan padi di halaman, dengan segera berlari ke arah dapur, disana ada emak tengah mencuci pakaian.

" Tolong kamu keringkan di luar, habis itu mari makan siang.."

Aku mengiyakan dan membawa kain yang siap dijemur itu keluar, menjemur pakaian di jemuran kain dari kawat yang panjangnya 2 meter itu. Dengan telaten aku menjemurkan pakaian itu sambil bersenandung ria.

Tidak sengaja wajah tuan tanah terlintas di benakku, uhh betapa tampannya dia tadi pagi. Wajah putih, tinggi, mancung, kekar, sudah seperti Sahur Khan saja.

Kain demi kain sudah aku jemur, sudah bergantung indah di kawat jemuran itu. Sekarang saatnya menikmati makan siang, SEMUR TAHU NOMOR SATU BUATAN EMAK!

" Makannya pelan pelan, kalau tersedak bisa mati konyol.."

Aku hanya mengiyakan sambil menyendok semur tahu ke atas nasi milikku, wanginya saja sudah semerbak, apalagi rasanya.

" Mak, emak tau tuan tanah itu rumahnya dimana?"

Emak tampak tersenyum, " Kamu suka kan sama dia? Makanya tiap dia kesini, kamu muncul terus.."

Aku hanya membalas dengan senyuman juga, toh keseluruhan yang dikatakan emak memang benar dan tidak ada yang bohong.

" Itu anaknya Pak Antoni, yang punya rumah besar di seberang sana, bukannya kamu pernah lewat sana?"

Aku menepuk dahiku, benar! Aku pernah lewat sana, jahil tekan bel pula. Ternyata rumah si tuan tanah tampan itu.

Jadi malu,

" Memang nya mau apa kamu tanya tanya? Mau PDKT?"

" Doakan ya, Mak.."

Emak hanya terkekeh, memang apanya yang lucu? Toh itu keseriusanku kok.

Tapi benar, lambat tapi pasti, aku akan dapatkan tuan tanah tampan itu.

Hai kakanda tuan tanah tampan, tunggu adinda ya...

.

.

Gadis mengerikan itu ya?

Menurutku tidak apa apa kalau memang dia menyukaiku, tapi setidaknya jangan terlalu mengejar secara terang terangan. Itu membuatku sangat tidak nyaman.

" Andai aku memutuskan untuk masuk kuliah, aku akan masuk Arsitektur saja, mau buat rumah dan dijual. Daripada harus menagih uang kemana mana menggantikan bapak,"

Ya, saking senangnya ingin menggantikan bapak menagih uang sewa yang katanya keliatan seperti orang kaya, ternyata kesalahan fatal.

Aku jadi begini, seperti orang menagih hutang, apalagi identik dengan memaksa. Bukan aku banget!

Jika kalian mengira aku ini orang yang suka pamer, sebenarnya tidak. Hanya saja bapak bilang kalau jadi tuan tanah, rezeki nya mengalir terus, siapa yang tidak tergiur?

Bodohnya aku memutuskan Hanya bermodal sebuah obsesi, sampai harus bertemu dengan gadis itu.

Ya, gadis aneh binti menyeramkan itu.

Kututup mataku, mencoba untuk tidur nyenyak dan melupakan semua kejadian kejadian yang tidak menyenangkan. Datang ke mimpi indah bersama ribuan khayalan yang mungkin tidak bisa terwujud dengan cepat. Ya, begitulah hidup. Kalau tidak mampu mewujudkan, ya berkhayal saja.

INGAT! BAHAGIA ITU SEDERHANA KOK.

Sedikit lagi, mataku sukses tertutup dan dunia gelap datang. Bersiap menghadapi kehidupan bunga tidur yang terkadang tidak seindah ekspetasi.

" ASSALAMU'ALAIKUM, ABANG! SISTA DATANG NIH.."

Mataku yang tadi ngantuknya luar biasa, kini terbuka lebar tanpa rasa kantuk lagi, aku langsung membuka pintu kamar dan berlari ke lantai bawah, menuruni tangga dengan sedikit buru buru.

" Eh!"

Tidak ada siapa siapa, hanya ada mamak dan bapak di ruang tamu, sedang berbicara. Aku hanya berdiri tak bergeming di ujung tangga.

" Loh, Dit? Engga jadi tidur toh?" bapak sadar mengetahui aku tengah termenung memandangi ruang tamu.

Aku segera menyadarkan diri dan berbalik ingin ke kamar kembali, sudah kubilang GADIS ITU MENGERIKAN!

Masa iya sampai terbayang olehku di siang panas begini?! Belum kenal lama padahal.

Apapun itu, aku benar benar harus menjauh darinya, harus.