Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Life In Reverse

Nafitris
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.5k
Views
Synopsis
Kim Yeon Jun menaruh hati pada seorang youtuber dari tanah kelahirannya yang notabene juga seorang atlet basket yang namanya cukup populer di kalangan remaja Seoul. Namanya Park Dae Hyun , entahlah apa yang merasuki gadis itu untuk menyukainya. Karena Dae Hyun, Yeon Jun mengubah penampilannya untuk menjadi 'laki-laki' yang justru semakin membuat keberadaannya terancam. Namun di balik semua itu, Yeon Jun bukan seorang fanatik. Ia hanya ingin menghilangkan traumanya dengan teman sesama gadis dan juga berniat untuk mengembalikan semangat Dae Hyun terhadap basket. Bayangan masa lalu yang kerap menghantuinya, semakin memperkuat niatnya untuk bersekolah dimana idolanya juga bersekolah di sana.

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1 : Bertemu

Tidak ada yang mempedulikan gadis yang berjalan tertatih-tatih di trotoar jalanan New York. Banyak kendaraan berlalu lalang, mencipratkan air ke pakaian gadis itu yang memang sebelumnya sudah kotor dan robek.

Langkah gadis itu terhenti. Ia menatap ke arah langit, membiarkan air matanya jatuh bersama air hujan.

Bersama dengan hujan, pikirannya melayang jauh ke kejadian yang terjadi di sekolahnya tadi siang.

"Hahaha, matilah kau jalang!"

"Ini yang kau dapatkan ketika kau mengganggu hubungan orang lain!"

"Cacat! Kau lebih baik mati daripada menjadi sampah dunia!"

"Kau tak pantas mendapatkan Robin, Cacat!"

Mereka terus memukuli, menjambak, dan menginjak wajahnya. Ia hanya bisa menangis, mungkin benar apa yang dikatakan mereka tentang dirinya yang cacat.

"Apa salahku?" lirihnya. Ia kembali menangis bersama hujan dan berlari menuju rumahnya.

***

Yeonjun menatap bingung mobil yang terparkir di depan rumahnya, ia mulai menerka-nerka siapa yang memarkirkan mobil sembarangan di sini?

Gadis itu mulai melangkah masuk ke rumahnya, mulutnya berkomat-kamit berharap tidak ada orang asing yang akan menculiknya. Bagaimana Yeonjun bisa berpikir seperti itu? Baiklah, ia mendapati mobil terparkir di depan rumahnya. Mungkin saja ada orang asing yang ada di sekitar sini, membawa karung, lalu mengangkutnya pergi ke tempat yang jauh.

Yeonjun cepat-cepat menepis pikirannya dan menutup pintu utama. Langkahnya terseret-seret, meninggalkan noda di lantai yang mungkin akan susah hilang jika mengering. Gadis itu langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tapi belum sampai ia membuka pintu kamar mandi, ada suara lain yang tidak asing di telinganya.

"Kau hujan-hujanan?"

Yeonjun tersentak. Ia menoleh ke belakang. Mendapati kakaknya memasang senyum manisnya.

"Lama tidak bertemu, adik kecil," ucap Austin, "astaga, ada apa dengan wajahmu?!"

Yeonjun menggaruk tengkuknya yang basah kikuk, "Bukan apa-apa, hanya luka kecil, Kak. Kenapa tiba-tiba kau datang ke rumahku?"

Walaupun Yeonjun sudah mengalihkan pembicaraan, tetap saja Austin terus merecokinya dengan berbagai pertanyaan dan mulai menyeretnya ke meja makan. Austin dengan cepat mengambil kotak P3K dan mulai mengobati luka yang terdapat di hampir sekujur tubuh Yeonjun.

"Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Austin untuk yang ke sekian kali. Yeonjun terkekeh, "Bukan urusanmu, Kak. A-aduh!"

Austin menekan bagian yang sakit membuat Yeonjun meringis perih, "Kau ini adikku, dasar bodoh! Cepat ceritakan atau aku akan membuat luka ini menjadi lebih buruk."

Yeonjun mengerucutkan bibirnya, "Jahat sekali! Sebenarnya, kau tak perlu melakukan semua ini, aku bisa melakukan semua ini sendirian. Kau tahu?"

Austin terdiam sejenak, "Aku ini kakakmu. Aku harus bisa menjagamu. Tolong, jangan membuatku menjadi kakak yang buruk."

"Begini, orang-orang di Nashville sepertinya tidak menyukaiku," Yeonjun menghela nafasnya, "mereka mengataiku 'gadis cacat'. Yah, walaupun yang mereka katakan itu memang benar."

"Kenapa kau tak menghubungiku langsung saat itu?" Austin berhenti mengompres lebam di kaki adiknya dan beralih menatap Yeonjun untuk menerima penjelasan.

"Aku tak ingin merepotkanmu, aku tahu kau sibuk dan aku tahu jika aku menghubungimu itu akan sangat mengganggu."

"Apa katamu?" Austin menatap lekat-lekat adiknya, "kenapa kau bisa sebodoh itu, Kim Yeon Jun?!"

***

Yeonjun tahu, Austin marah padanya.

Gadis itu merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil menanti notifikasi dari laptopnya. Ia memainkan ponselnya, membuka situs website, dan mulai membaca artikel.

"Baiklah," ucapnya pada dirinya sendiri, "aku akan pergi ke salon besok."

Setelah beberapa saat ia dilanda bosan, apa yang dinanti Yeonjun akhirnya tiba.

Itu email dari SMA Daegang. Sekolah asrama khusus laki-laki yang ada di Seoul. Yeonjun berencana untuk bersekolah di sana tanpa sepengetahuan Austin. Yeon Jun sudah terlalu muak dengan perlakuan teman-teman dari sekolah lamanya. Ia hanya dimanfaatkan saja, dan itu yang membuat Yeonjun kesal setengah mati.

"Damn!" desisnya saat mengetahui ia diterima di Daegang. Ia mulai mengotak-atik keyboard laptopnya untuk mengurus administrasinya.

"Yeonjun?" panggil Austin dari luar kamarnya, "ada yang bisa aku bantu?"

"Emmm, pesankan aku tiket pesawat ke Korea, Kak."

Austin menaikkan sebelah alisnya, "Korea? Kau mau pindah ke sana? Sendirian?"

"Ya!" pekik Yeonjun dari dalam kamarnya, "kau keberatan? Aku muak dengan segala sesuatu berbau NY!"

Austin menghela nafasnya, "Aku tak yakin kau bisa mengurus dirimu sendiri di sana, Yeonjun! Aku akan ikut denganmu untuk mengawasimu!"

"Aku bukan anak kecil lagi, aku ingin menjadi sepertimu! Kau tidak perlu ikut, karena banyak yang membutuhkanmu di sini!" timpal Yeonjun, "kumohon mengertilah!"

"Terserah apa katamu! Jika kau benar-benar ingin pindah, pastikan kau tidak terkena masalah di sana!"

***

Pagi-pagi sekali, sekitar jam enam, Yeon Jun sudah bangun. Gadis itu kini tengah menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Austin. Tak mau ambil pusing dengan menu sarapan, Yeonjun memilih untuk memasak ramen dengan potongan daging yang tersisa di kulkasnya.

"Yossh! Sudah matang!" Ia mengangkat panci berisi ramen dan membawanya ke meja makan. Ia mengusap keringat di pelipisnya, lalu melepas apron, dan melangkah ke kamar mandi untuk mengganti plester yang Austin tempel di dahinya.

Ia menatap bayangannya sendiri di cermin dan kembali teringat dengan perkataan teman-temannya. Yeonjun menggelengkan kepalanya frustasi, "Aku tidak cacat!" desisnya.

Yeonjun—gadis blasteran Amerika-Korea, memiliki rambut dengan warna perak yang begitu cerah sejak lahir. Ia sudah sudah terbiasa dilabeli 'anak cacat' dan 'anak terkutuk sejak ia masih kecil. Jadi ia tak begitu terkejut dengan perlakuan orang-orang di sekolah padanya.

Selesai mengganti plester, Yeonjun keluar dari kamar mandi dan melangkah ke meja makan untuk sarapan. Ia terkejut saat mendapati Austin tengah duduk sambil memakan ramennya.

"Yak! Kau mengagetkanku!" pekik Yeonjun. Sementara Austin, laki-laki itu tertawa tak peduli.

"Ramennya enak!" pujinya. Yeonjun berdecak, ia pun bergabung dengan Austin untuk sarapan.

"Kau yang memasak ini?" tanya Austin. Yeonjun mengangguk, ia mulai memakan ramennya.

Austin mengerjapkan matanya, "Harusnya aku lebih sering kesini untuk sarapan!"

"Ini hanya ramen, Austin. Berhentilah meledekku!" Yeonjun menodong-nodongkan sumpit ke wajah Austin. Laki-laki itu tertawa, "Siapa yang meledekmu?"

"Diamlah!" rajuk Yeonjun. Ia menghabiskan ramennya cepat-cepat sebelum Austin menggodanya kembali.

"Ya! Kau ini rakus sekali!" kata Austin sambil mengeluarkan kekehannya. Yeonjun menatap tajam Austin sambil terus mengunyah ramennya.

"Bukan urusanmu!" gerutunya setelah berhasil menghabiskan semangkuk ramen. Yeonjun mengelap sisa kuah ramen di sudut bibirnya, lalu melangkah pergi meninggalkan Austin yang belum selesai dengan sarapannya.

"Dasar," ucap Austin sambil terkekeh.

***

Yeonjun masih mengotak-atik keyboard laptopnya sampai tidak menyadari kehadiran Austin di kamarnya.

"Kau kelihatan sibuk sekali," ledek Austin, "aku sudah mengurus kepindahanmu. Kau akan berangkat ke Korea besok pagi. Kau sudah siap?"

Yeonjun menoleh, ia menatap malas pada Austin, "Ya. Aku sudah menyiapkan semuanya. Tenang saja."

"Kau yakin?" Austin menatapnya ragu. Yeonjun berbalik, "Tentu saja."

Ada jeda sejenak sebelum Yeonjun berteriak, "Kecuali satu hal!"

Austin menaikkan sebelah alisnya, "Apa itu?"

***

"Jadi ini yang belum kau siapkan?" Austin menghela nafasnya kasar, "tahu begini aku tidak akan mengantarmu."

Yeonjun tak mempedulikan ucapan Austin, ia berjalan lebih dulu dan kembali menoleh untuk melihat ekspresi kesal Austin.

"Lihat aku," goda Yeonjun sambil menaik-turunkan alisnya, "kau iri padaku yang tampan ini sekarang?"

Austin memutar kedua bola matanya kesal, "Cepat-cepatlah kau dewasa! Aku lelah dengan segala tingkahmu ini, Yeonjun!"

***

To be continued...