***
Nana terus dan terus-menerus meminum obat yang diberikan Riana secara tidak langsung. melalui makanan dan minumannya. Nana yang tidak tau apapun kalau dirinya lambat laun mulai teracuni dengan rasa aneh yang berbaur dalam makanan dan minumannya dan itu oleh orang yang selalu bersamanya. masuk ke dalam tubuhnya secara perlahan. bergabung dengan sel sel dan membuat Nana hancur perlahan di dalam dirinya sendiri. tanpa tau kalau pelaku itu selalu ada di sekitarnya. dan merupakan seseorang yang sangat ia percayai dan ia tidak curigai.
***
Yaitu Riana sendiri.
***
Awalnya tidak ada efek sama sekali. Riana menatap datar ke arah Nana saat ia meminum lagi obat itu dengan mudahnya. ia mengenggam segenggam obat yang sudah ia beli lagi. dan kali ini lebih banyak dari hari sebelumnya. rasa kebencian semakin memuncak setiap harinya. dan perlahan Riana merasa benar benar ingin meracuni sahabatnya sendiri. kali ini tanpa adanya keraguan sedikitpun. makanan dan minumannya. setiap Nana memakan obat itu yang berasal dari dirinya. rasanya Riana menjadi seperti kehilangan perasaannya perlahan-lahan. dan itu menjadi salah satu kebiasaan yang selalu ia lakukan.
***
"Wah Riana!, hei ap--" .are?. ada yang aneh. Nana merasa pikirannya terasa tiba tiba menjadi buyar. ia merasa pusing dan di sekitarnya terasa berputar putar tidak tentu arah. ia melihat ke arah depan . Riana. Riana ada.. banyak?. Nana mendekat dengan susah payah. rasanya sangat pusing. ia memegang kedua pundak Riana dan bersandar di dadanya. nafasnya terasa sangat cepat dan terburu buru. Nana merasa aneh. ia tidak pernah seperti ini sebelumnya.
Riana hanya memasang wajah datar. Hanya mengelus surai pirang Nana tanpa perasaan sedikitpun. lalu ia sedikit menunduk. berbisik pelan di telinga Nana. dan ia melirik ke arahnya dengan kedua mata menyipit berwarna hitam. tangannya yang satu memeluk dan mengurut perlahan punggung Nana. kasihan-nya. sahabatnya yang cantik. sahabatnya yang polos. tampak sedang kesakitan di depannya.
"kau tidak apa apa Nana?" tanya Riana. meksipun ia sudah tau jelas siapa yang menyebabkan itu. tidak lain adalah dirinya sendiri. dilihatnya Nana yang sedang kepayahan disana. obatnya akhirnya bekerja setelah sekian hari berlalu. Nana meremas baju Riana di depannya. ia takut. perasaan ini. Tanpa disadari kalau Riana melihat nya dengan tatapan kasihan dan kosong.
"Sa..sakit Riana...tolong...aku" bisik Nana pelan. ia tidak lagi bersemangat ataupun tersenyum manis. seluruh badan Nana tampak gemetaran. obat itu meruntuhkan segala imun dalam tubuh Nana secara perlahan-lahan.
"Tolong?. oh tentu saja Nana. kau akan ku-tolong. kita kan sahabat" bisik Riana dengan nada pelan di telinga Nana sambil terus menikmati adegan ini. Nana perlahan pingsan karena tidak tahan lagi. Riana hanya menatap datar lalu. ia gantian merangkul pundak Nana menuju ke UKS setelah berpamitan dengan guru. selama perjalanan Riana hanya melihat sosok Nana yang tampak lemas dengan tatapan kosong.
***
Riana melihat ke arah Nana yang tengah terbaring disana. ia duduk. menunggu Nana di sampingnya. ia melihat ke arah Nana yang tampak kepayahan. wajah Riana yang semulanya memang jarang berekspresi kini semakin jarang. wajah Nana yang kesakitan. yang ia inginkan selama ini. tapi ...apa ini benar?.
Riana merasa dalam hatinya terus berkecamuk berbagai hal yang terasa bercampur aduk. perlahan demi perlahan menghancurkan kepribadian Riana di dalamnya. ia memang menginginkan Nana agar ia juga ikut menderita bukan hanya dirinya. tapi dilain pihak hati nuraninya terus berteriak kalau hal yang dia lakukan salah. Riana meremas dadanya sendiri. rasanya sakit. semuanya terasa aneh dan begitu rumit. ia ingin menghentikan semua ini. tapi ia sudah sejauh ini. tapi, Nana adalah sahabatnya.
***
Bagaimana ini?.
***
Bagaimana ini?.
***
Riana terdiam dan terpaku saat seseorang masuk ke dalam UKS saat jam pelajaran berlangsung. ia terdiam saat orang yang ia kenal itu, datang dan melihat keadaan Nana di UKS. dengan wajah khawatir. ia mendatangi nya dan mengarahkan tangannya memeriksa suhu tubuh Nana dari dahinya. Nana bergeliat tidak nyaman disana. Riana diam, mendadak ia bungkam. kedua tangannya di eratkan meremas kasar roknya itu. kedua kakinya perlahan di satukan perlahan disaat rasa sakit itu mulai terasa kembali.
"Nana...dia sedikit demam" kata orang itu. ia memandang Nana dengan wajah khawatir yang belum pernah Riana lihat sebelumnya. lagi dan lagi.
'Hentikan'
"Hei Riana. apa Nana demam?" tanya haru. ia tersenyum memandang dengan canggung ke arah Riana. dia hanya melakukan itu untuk Nana. tatapan itu. Hanya demi Nana saja. rasanya sakit. seperti ada jarum yang menusuk secara sekaligus. Sakit sekali. berhenti menyiksaku dengan hal seperti itu.
'Hentikan...tatapan itu'
Riana terpaku. ia terdiam. mengigit bibirnya hingga terasa berdarah. tapi itu sama sekali tidak bisa mengobati rasa sakit saat melihat orang yang sudah lama ia sukai. menunjukkan perhatian nya kepada sahabatnya sendiri. Haru tampak bingung saat melihat Riana hanya diam disana. ia kembali perlahan menyibakkan poni Nana. memandangi nya dengan tatapan khawatir. melihat seluk beluk wajah Nana.
'Jangan...hanya Nana saja..aku..aku.. juga.. mencintaimu..'. Hanya Nana dan Nana seorang saja. padahal ia yang menjawab perasaan haru. ia yang mencintai haru duluan. Nana tidak pernah sekalipun mencintai mu!. kenapa kenapa hanya Nana saja?. Haru?!.
***
Padahal aku jatuh cinta padamu.
***
"Nana tidak apa apa. kau tidak perlu khawatir haha" seru Riana tertawa pelan. ia mendongak dan memasang sebuah senyum manis di wajahnya. Haru menatap lagi ke arah Nana dan menatap kearah Riana. ia mengangguk mengerti dan beranjak pergi dari sana. Setelah kepergian haru untuk seketika Riana langsung mengubah ekspresi nya. menjadi ekspresi kosong yang penuh dengan kesakitan. kedua air matanya perlahan mengeluarkan bening di sana tanpa di sadari oleh Riana. menatap ke arah depan, melihat dirinya lagi lagi terperangkap dalam lubang hitam tak berujung. rasanya sakit Nana. kau tidak tau kan?. rasanya sangat sakit.
***
kenapa aku harus merasakan ini?.
***