***
Kami pulang berdua menuju ke rumah. Nana masih memegang tangan kiri ku dan ia bersenandung seraya berjalan menuju ke perumahan kami. Riana diam selama perjalanan. kedua manik matanya menatap ke arah Nana yang berada di sampingnya. ia tampak bahagia dan.... sangat bahagia. tidak punya masalah sama sekali.
"Nana,..apa kau tidak masalah pulang duluan...haru bagaimana?" tanyaku. menunduk ke arah jalanan. melihat langkah kakinya yang perlahan melintasi jalanan yang sepi itu. ia masih mengingat bagaimana haru melihat dengan pandangan lain ke arah Nana. semua orang tau apalagi dirinya. haru sedang mendekati Nana. dan Nana adalah orang yang 'beruntung' akan hal itu. bisa disukai oleh anak populer. sedangkan dirinya-?, sama seperti anak biasanya. memandang dari jauh tanpa sekalipun akan dilirik oleh mereka. ia itu hanya orang yang hanya bisa berharap. untuk meringankan rasa sakit ini.
"Haru?. oh gak papa. lagipula Riana yang paling penting hehe!" seru Nana dengan ringan. Riana mendecih, paling penting. jadi menurut nya haru tidak penting-?. seenaknya saja. padahal 'hanya' Nana yang selalu diajak bicara oleh haru. dia gak sadar-?!. kenapa--?. dirinya yang paling penting. munafik sekali kamu nana-(!). kau pikir dirimu spesial Nana-?, padahal anak seganteng itu sudah mau berbicara denganmu. padahal selama ini.. ia hanya bisa melihat dari jauh. tidak pernah di ajak bicara olehnya. 'Menyebalkan'.
"..."
Nana melihat ke arah Riana dengan wajah bingung, polosnya ketika melihat Riana hanya diam saja. tidak bereaksi. dan menunduk melihat ke arah bawah. sebagian rambut nya menutupi wajahnya itu. kadang kadang sahabat nya ini aneh. setiap membicarakan hal hal tertentu. ia menjadi terdiam dan nana tidak tau apa yang selama ini Riana pikirkan. ia selalu seperti ini.
"Ada apa Riana?" tanya Nana khawatir. Riana terpaku. pikirannya sejenak terhenti. ia gantian menatap ke arah Nana yang menatapnya khawatir. Riana kembali memasang senyuman tipis, menyembunyikan semuanya, sama seperti 'biasanya'. dan ia kembali akan mengatakan hal yang sama untuk menyembunyikan semuanya. disini dirinya lah yang begitu munafik. sejak awal. sejak ia mulai mencintai haru.
"Tidak kok, aku senang kau memikirkan ku terlebih dahulu" seru Riana. Nana tersenyum lebar dan memeluk lengan kiri Riana di samping-nya antusias.
"Tentu saja kau kan sahabatku-!" kata Nana dengan lantang. Riana kembali menutup senyumannya. sahabat?. ya ia adalah sahabat Nana. Nana yang polos, Nana yang manis. dan Nana yang selalu bahagia. dan entah kenapa itu membuat Riana merasa sangat iri pada sosok Nana yang seperti itu. setiap ia melihat Nana seperti itu. ia merasa kalau Nana melakukan itu semua karena suatu alasan tertentu. dan...itu lambat laun membuat..."Riana sangat muak".
***
Nana membawa makanan dari balik kamarnya yang sangat besar itu. mendekati Riana, sahabat satu satunya yang sedang duduk di sana dengan beberapa buku pelajaran terbuka di atasnya. Riana meletakkan pena yang sedari tadi ia pegang itu. ketika Nana kembali dan meletakkan nampan makanan berupa kue manis di atasnya yang tampak sangat lezat. dan duduk bersimpuh di depan Riana.
"Makan dulu, keburu masih panas nih" seru Nana tersenyum ramah. ia meraih makanan buatannya itu dan menyantap nya seraya memegang kedua pipinya dan memuji masakannya sendiri saat merasakan betapa manisnya kuenya itu. Riana juga ikut mengambil makanan itu tanpa berkata apapun melahap kue buatan sahabatnya itu. ia melihat ke arah kue bolu di depannya itu. enak, lembut. Riana melihat ke arah depan, Nana yang bisa apa saja.
"Hei kau tidak masalah Nana kalau aku disini sampai agak malam?" tanya Riana sejenak. ia melihat ke arah Nana yang masih setia mengerjakan tugasnya tanpa mengeluh sedikitpun. pr-nya masih sangat banyak dan semuanya harus di kumpulkan besok. lebih baik ia mengerjakan semuanya sekarang, bersama sama dengan Nana. Nana lebih pintar daripada-nya dan ia tidak mau mengerjakan semuanya sendiri dan berakhir bergadang semalaman.
Nana berhenti menulis dan tersenyum lagi menatap Riana. "Tentu saja, lagipula orang tuaku pulang malam , jadi kalau ada Riana akan lebih menyenangkan".
"Orang tuamu selalu pulang malam ,kau tidak masalah Nana?" tanya Riana. Nana adalah orang yang lumayan kaya dan orang tuanya fokus terhadap hal itu. mungkin itulah yang membedakannya dan salah satu keunggulan Riana. orang tuanya tidak terlalu mementingkan pekerjaan dan selalu pulang kerumah saat ia pulang sekolah. rumahnya tidak pernah sepi, tidak seperti Nana yang memiliki rumah lumayan besar. tapi hanya selalu diisi oleh Nana sendirian.
Nana melihat ke arah bawah sedikit menyendu, lalu ia balik tersenyum manis lagi melihat ke arah Riana. seperti sama sekali tidak ada beban. "Yah!, itu tidak masalah kok. lagipula harus bagaimana lagi-?. mereka kan harus bekerja demi Nana juga, dan Nana tidak boleh terlalu bergantung pada mereka, lagipula kalau ada Riana disini. Rumah ini tidak akan terasa sepi sama sekali!" seru Nana tersenyum lebar dan meraih kedua tangan Riana di depannya, di genggam nya erat dengan hangat. membuat hati Riana menjadi ikut menghangat.
Riana terdiam. ia kemudian tersenyum tipis lagi...,"Yah terserahmu, lagipula orang tuaku sama sekali tidak masalah aku bermalam disini. karena kita sudah lama bersahabat kan?".
Nana membesarkan kedua matanya dan kedua rona merah manis menghiasi wajah cantiknya itu,.."Eh jadi?, kau akan menginap Nana?!" katanya berteriak, ia bahkan sampai sontak memajukan wajahnya ke depan wajah Riana dengan wajah berbinar polos dan sangat senang. kalau begini ia tidak akan bisa marah marah lagi padanya. berpikiran buruk pun tidak. Nana sangat polos.
Riana terkekeh melihat betapa kekanak-kanakannya Nana. "Iya, aku akan menginap malam ini, lagipula tugas ini harus diselesaikan besok". dan Nana langsung tersenyum lebar lagi. ia sepertinya sangat senang dirinya tinggal disini untuk malam ini. padahal hanya dirinya yang biasa-biasa ini saja bisa membuat Nana sampai se-senang ini. ia benar benar gadis cantik yang polos.
"Wah ini akan menjadi malam yang sangat menyenangkan!" seru Nana. ia tampak senang sekali. Riana tersenyum tipis dan melihat ke arah wajah Nana yang tampak begitu mempesona dan begitu bercahaya terang. rasanya semua masalah dan semua pikiran nya tadi lenyap seketika saat melihat wajah Nana yang senang seperti ini.
***
usai melakukan pekerjaan rumah itu. Riana kini berpakaian piyama milik Nana dan berbaring memeluk guling di kamar Nana yang sangat besar. ia sudah meminta izin kepada orang tuanya dan tentu saja diizinkan. ia sudah sering menginap di rumah Nana. Nana masuk ke dalam kamar. dengan pakaian manis berwarna pink dan rambut lurus basah. ia tampak menawan seperti Cinderella dalam cerita anak anak.
Nana dengan semangat duduk di sebelah Riana. duduk tengkurap dengan tangannya memeluk guling. Riana hanya tersenyum tipis melihat betapa cantik dan manisnya Nana saat ia tersenyum seperti ini. ia tampak seperti princess dalam dongeng. ia menatap ke arah Riana sahabatnya itu. berada di sisinya bahkan adalah suatu keberuntungan.
"neh, apa kau menyukai haru?" tanya Nana tiba tiba. Riana terpaku. kemudian ia menunduk lagi. lalu ia menatap ke arah Nana dengan sebuah senyum yang dipaksakan kepadanya.
"Haha, tidak kok. emang kenapa?". Riana menyembunyikan perasaannya. dalam dalam. ia tidak mau ada orang yang tau. bahkan saat sebelum ia memulai kisah cintanya. haru sudah menyukai orang lain. dan dirinya sama sekali tidak ada disana. dimanapun. dan yang paling menyakitkan itu adalah sahabatnya sendiri...Nana yang sekarang sedang bertanya kepadanya.
"Hm??. soalnya kalau Nana kira Riana suka sama haru. kan haru itu tipikal anak yang tampan". katanya sambil berwajah bingung dan menekan nekan pipinya sendiri dengan jari telunjuknya dengan gaya berpikir khasnya. ia sedikit memiringkan kepalanya ke arah kiri dengan polosnya.
'Sakit'
"Eh, emang kenapa kalau aku memang suka dengannya?" kata Riana. masih berusaha memasang senyuman.
"Kalau kayak gitu , Nana akan senang sekali. Nana akan berusaha sekuat tenaga untuk ikut dalam kebahagiaan kamu Riana. kalau Riana senang , Nana juga akan senang!" kata Nana sambil tersenyum lebar. Riana tau apa maksud sebenarnya dari itu. ia tidak bermaksud mengejek atau apapun. tetapi tetap saja sakit. mengetahui kalau kebahagiaan Riana adalah saat ia bersama haru. dan haru tidak mencintainya.
***
ia mencintai sahabatnya sendiri. dan ia hanyalah seorang karakter 'figuran' dalam kehidupan protagonis Nana.
***
'Sakit', kata itu terus terulang dalam hatinya. seperti ada sesuatu yang retak saat mendengar perkataan Nana yang seperti itu. Nana yang tidak tau apapun. perasaannya seperti dimainkan oleh Nana dan ia tidak boleh marah. karena Nana sebenarnya tidak salah apapun. dalam pihak ini ia yang bersalah karena telah menaruh perasaan pada seseorang yang tidak akan pernah ia dapatkan seumur hidupnya.
"Tidak kok, aku... tidak suka dengannya" padahal ia tidak ingin mengatakan itu. rasanya sakit saat harus mengatakan kebohongan ini. dadanya berdenyut saat mendengar kalimat itu dari Nana.
"Begitu kah?" Nana memajukan wajahnya dengan penasaran di depan wajah Riana. Wajah yang sangat cantik. Riana bisa melihat perbedaan langsung mereka ketika melihat seluk beluk wajah Nana yang sangat menawan.
"Tentu saja" jawab Riana. ia hanya tersenyum simpul. dan Nana menjauh , kemudian ia kembali mengoceh dengan berbagai hal. dan Riana hanya terdiam, kesedihan tampak jelas tersembunyi dibalik senyuman palsunya itu.
***