Chereads / Kelompok 3 / Chapter 8 - Pemicu

Chapter 8 - Pemicu

Jumat selepas pulang sekolah, adalah jadwal selanjutnya untuk kelompok tiga melanjutkan bab 1 sampai bab 3. Jadilah mereka berdelapan ini mengarang laporan untuk ketiga bab awal. Maksudnya, laporan pembuka mengenai tujuan mereka pergi ke Jawa Timur Park 1 dan Wisata Edukasi Susu Batu. Kata pak Rio juga, bab 1 itu universal. Bisa di cari di internet. Oleh karena itu, sekalian saja mereka mengerjakan bersama saat di sekolah menggunakan WiFi sekolah yang password nya hanya diketahui para anak OSIS, terlebih di kelas ini hanya ada Zainal dan Yoni sebagai pengurus OSIS. Jackpot untuk kelompok tiga.

Hari ini mereka lengkap berdelapan. Sebagai bagian manajemen yang baik. Yoni yang mengumpulkan data dan mengarahkan teman-temannya di bantu dengan Zainal sebagai ketua. Kelompok 3 terbilang cukup kompak. Jika di pikirkan, pada awalnya Yoni itu tak begitu dekat dengan teman sekelasnya ini. Namun, pada kenyataannya, Yoni dengan mudah mengatur mereka semua. Meski memang Zainal sebagai ketua sudah memiliki wewenang dan sangat berpengaruh dalam kelompok ini. Lagipula bukankah sebuah keharusan di antara rekan kelompok menurunkan ego masing-masing untuk bisa bekerja sama dengan baik?

Setelah semua anak keluar dari kelas, ini saatnya kelompok tiga berkumpul. Mereka semua langsung menghampiri Yoni yang kini tengah menyiapkan laptopnya untuk melanjutkan mengetik karangan bab 1 sampai bab 3. Pemuda berkulit putih pucat itu langsung menatap seluruh anggotanya sekalian mengabsen mereka di dalam kepalanya. Hanya tinggal Zainal dan Selena yang tidak ikutan bergabung, ah! Si Ica juga

"Zainal sama Selena mana? Jessica juga?" Yoni berdiri untuk mencari dua merpati yang sudah berbaikan sembari membiarkan Putri dan Winda yang mengerjakan. Ana dan Habibah mendekati Putri dan Winda meski sangat terlihat jika keduanya tak begitu paham tentang apa yang harus dilakukan. Yoni akhirnya melihat mereka setelah si Ica tiba-tiba lewat di sampingnya dan mendekati teman-temannya yang sedang mengetik di bangku Yoni.

"Bapak Zainal Alfaro Martadinata beserta ibu Wulandari Selena Gunadarma yang terhormat... Mari saya antar ke TEMPAT YANG TEPAT!" Katanya sok sopan dengan beberapa kata dengan nada yang di tekan, matanya yang sipit juga melotot, sehingga membuatnya terlihat sangat lucu. Zainal melirik Yoni, tangan yang sebelumnya dia gunakan untuk merangkul bahu Selena, kini dia tarik dan malah menarik Yoni duduk di sampingnya, berbagi bangku dengan si Zainal.

"Udahlah, santai saja... Kan tidak mungkin juga kalau mengetik langsung semua" Bilangnya kini malah sambil mengusap lengan Yoni, membuat pemuda berkulit putih pucat itu langsung menodongkan jarinya lalu menyentuh dahi Zainal dan mendorong kepala Zainal sampai menengadah ke atap sekolah.

"Jangan kaku-kaku banget dong!" Zainal berkata saat tangannya mulai menyentuh pergelangan tangan Yoni yang tengah mendorong kepalanya. Yoni menepis tangan Zainal dan langsung berdiri dengan mata yang masih saling tatap dengan Zainal. Tentu saja tatapan kurang suka atas apa yang ketua kelompok tiga dari kelas sosial tiga ini lakukan. Zainal malah tersenyum miring pada Yoni lalu kembali merentangkan lengannya untuk merangkul bahu Selena. Yoni jadi melirik sinis pada ekspresi Zainal yang mengisyaratkan bahwa dia mengejeknya. Seperti mulai mengetahui sifat aneh nan tak jelas ketua kelompoknya. Yoni langsung pergi menghampiri para cewek, teman sekolompoknya yang masih sibuk 'mengarang'. Yoni duduk di samping Ica, gadis yang tengah menopang dagunya itu tadi sempat tertangkap basah Yoni mencuri pandang ke arah Zainal.

Meski jelas sekali jika Jessica itu masih memiliki rasa kepada Zainal. Tapi, gadis tomboi itu selalu menyangkalnya. Di tempat duduk Yoni, Putri dan Winda masih konsisten dengan fokusnya. Pemuda yang kini mulai menumpuk lututnya dan mulai memperhatikan pekerjaan Putri dan Winda. Disampingnya Ica dan Ana yang dari tadi bermain aplikasi joget.

"Ah!!! Udah nih! Aku capek!" Putri berteriak sambil merenggangkan tubuhnya. Winda di sampingnya terlihat sudah bersiap untuk menggantikan Putri dalam hal mengetik.

"Oh! Yaudah! Gantian aja!" Yoni yang mendengarnya, langsung menurunkan lututnya dan bersiap-siap berpindah posisi

"Haus nih! Beli minum yuk!" Putri mengajak yang lain

"Minum?" Tanya Yoni. Maksudnya, hari sudah menjelang malam, kantin juga sudah tutup dari jam tiga sore tadi. Putri mengangguk sebagai jawaban. Putri melewati Yoni di ikuti Winda

"Di warung kopi yang sering kalian buat nongkrong itu?"

"Iya Yoni..." Putri mulai berjalan mendekati pintu yang jaraknya tepat berada di depan bangku Yoni. Yoni melihat dengan tatapan yang bingung ke arah Putri.

"Put, nitip dong!" Selena memanggil Putri yang hendak pergi bersama Winda dengan panik. Sampai Zainal yang duduk mengapitnya ikutan panik.

"Es kelapa muda sama cilok kalau ada. Zain, juga?"

"Oh... Ya! Aku mau juga kalau gitu, es kelapa muda. Kembaliannya buat cilok Selena" Zainal memberi uang dua puluh ribu pada Putri

"Gak ada ongkos kirim nih Nal?" Putri berbisik pada Zainal, Zainal langsung mendorong lengan Putri

"Tolong ya Putri! Udah sana pergi!"

"Ih! Pelit banget!"

Zainal langsung membekap mulut Putri sambil masih mendorongnya keluar kelas "Oh! Cup cup, SHUUT!!" Putri melirik pemuda itu dengan sinis lalu menurunkan tangan Zainal dari mulutnya

"Bencong emang lu! Hmph!" Putri langsung membuang wajahnya "Winda! Ayo!"

"Ada yang mau nitip lagi gak?" Winda bertanya untuk memastikan. Yoni yang masih setia duduk di posisi awal malah menatap Winda dengan ekspresi wajah yang lucu. Yoni tahu, jika warung kopi yang letaknya tak jauh dari sekolah itu sering jadi tempat nongkrong langganan para siswa sekolah ini, terlebih rasanya tempat itu akan menjadi penyelamat satu-satunya di kala para siswa kelas dua tengah sibuk mengerjakan skripsi seperti ini, kebiasaan tahunan. Namun, Yoni masih tak percaya dia bisa merasakan situasi yang cukup unik ini. "Gak ada ya?"

"Ikut dong" Yoni mengangkat tangannya "Boleh kan?"

"Oh..." Putri kembali menghampiri Yoni lalu menarik tangannya "Gitu aja pakai ngomong! Santai aja kali Yon!"

"Hehe... Karena aku belum ngetik juga sih..."

"Ah! Mana ada! Istirahat bentar aja boleh kan?!" Setelahnya tangan Putri sudah tak lagi menyentuh tangan Yoni. Pemuda itu terkekeh kikuk. Namun, dia tetap memastikan kembali mengenai mengenai kepergiannya untuk membeli minum ini kepada yang lain, sekalian mengingatkan Zainal.

"Iya Yon. Gantian aku, Habibah sama Ana yang ngerjain. Istirahatlah dulu" Ica berkata setelah dia benar-benar duduk di tempat semula Putri duduk, di ikuti Ana yang duduk di tempat Winda tadi. Yoni kembali melihat ke arah Zainal, membuatnya menghela nafasnya berat

"Pergilah dengan tenang tuan Yohanes" Bilang Zainal dengan tangan Zainal yang melambai seperti mengatakan jika Yoni harus segera pergi dari sana. Yoni mengelus dadanya, ketua kelompoknya memang seperti ini. Setelahnya Winda langsung menepuk bahu Yoni

"Ayo! Jangan malam-malam" Yoni mengangguk dan segera mengikuti Putri yang sudah keluar duluan. Yoni itu lucu sekali, mata sipitnya membola memperhatikan jalanan yang sebenarnya sering dilaluinya ketika pulang. Namun, gosip yang beberapa kali dia dengar tentang kejadian lain saat mengerjakan skripsi ini dari kakak kelas, saat ini tengah di rasakannya. Mereka sampai di warung kopi yang juga waktu lalu di buat mereka nongkrong saat Zainal menjadi anggota istimewa untuk di undang di rapat lalu. Putri dan Winda mulai memesan minuman atau makanan yang ada, sedangkan Yoni terlihat masih berpikir ingin beli apa.

"Belum pesan Yon?" Winda bertanya. Yoni menoleh ke arahnya dan menyengir kuda

"Mau makan juga ga Yon? Kita iuran" Tawar Putri. Yoni menatapnya dengan mata sipitnya kemudian mengangguk

"Boleh!"

"Oke! Kau mau beli apa lagi?" Yoni memberikan uang iuran pada Putri

"Es kelapa muda" Jawab Yoni, setelahnya dia ikutan pesan bersama Winda yang sedang mengambil pesanannya. Kembali ke kelas dengan kelompok tiga di sini. Awalnya tidak terjadi apapun, Habibah membantu Ica mengetik setelah sebelumnya Ana yang mengetik di bantu Ica

"Zain, mereka masih lama ya?" Selena berkata dengan cemberut sampai tatapan matanya tak lagi fokus pada ponselnya. Zainal yang sedang menyenderkan kepalanya di bahu Selena kini melirik gadis yang kembali bermain ponselnya.

"Utututu... Aku telepon Putri dulu yaa!!" Zainal duduk tegak dan langsung menelepon Putri. Nyatanya, nasi goreng yang Putri pesan tadi sedang di masak, sehingga sudah jelas jika mereka kembali agak lama.

"Aaaa Zainal... Selena udah haus banget nih!!" Bilangnya kemudian memeluk lengan Zainal. Pemuda itu tersenyum lebar tentu saja, sangat teramat senang dengan sentuhan yang diberikan Selena.

"Sel, gantian yuk! Dari kemarin kamu belum ngerjain sama sekali loh!" Habibah menoleh ke belakang, gadis itu berkata dengan agak pelan. Selena mematikan ponselnya dan sedikit menghela nafas

"Oh boleh! Ayo Ca gantian!" Selena tersenyum lebar dengan tangannya yang menepuk paha Zainal untuknya berganti tempat duduk dengan Ica. Ica menyambutnya baik, baik lagi jika Zainal menutup mulutnya

"Sel sini aja dulu" Zainal menarik lengan Selena dan gadis itu tak jadi pindah ke bangku depan. Ica langsung melotot tak percaya, Ana yang biasanya diam kini malah memekik pada Zainal

"Nal?! Hey?!!" Zainal tak menggubris Ana, pemuda satu-satunya disana itu menatap Selena dan mengusap lengan gadis itu

"Tunggu bentar lagi aja ya? Kau kan sedang menunggu minuman mu?"

"Sumpah!" Ica menggerutu, Zainal tak peduli daripada mereka bertengkar lebih baik mereka mengalah dulu pada Zainal. Hal itu membuat suasana di kelas yang sepi ini menjadi kaku. Tak lama kemudian, Yoni, Putri dan Winda datang dengan wajah yang berseri-seri dan beberapa kantong kresek pesanan mereka, terkejut ketika mendapati kelompok mereka yang terlihat canggung, hanya Habibah yang beberapa kali menyarankan sesuatu pada Ica yang sedang mengetik.