ANAYA POV
Disinilah aku, disekolah swasta dengan akreditas yang sangat baik. Setiap hari waktuku hanya habiskan dengan sekolah, belajar dirumah, dan membantu pekerjaan rumah mamaku. Pacaran? No, itu hanya membuang waktu berhargaku. Kelas 12 bukan waktunya main - main lagi.
Pagi itu setelah bel istirahat pertama berbunyi aku mencuri waktu untuk menamatkan novel baruku yang aku beli di salah satu toko buku sore tadi. aku sangat antusias dengan novel ini karena penulis menggambarkan fisik dan watak tokoh sangat detail. Terlebih tokoh prianya.
"Nay, lo dipanggil Bu Wina tuh, tadi bu Wina titip pesen sama gue," kata Lala teman sebangkuku yang sedang menyedot es dari dalam plastik.
"Lo jajan kok nggak ngajak gue?!" tanyaku kesal.
"Ya mana gue tahu kalo lo juga mau jajan!"
"Minta esnya, gue haus," ucapku dengan tampang memelas. Lala ini termasuk orang yang pelit kalau soal makanan.
"Nih!"
aku menyedot es milik Lala hingga habis setengahnya.
"Eh eh! udah dong, gue nggak kebagian!" Lala merebut es dari tanganku, "udah sana ke ruang Bu Wina, diomelin tahu rasa lo!"
"Sekarang, La?" tanyaku padanya.
"Enggak. Besok habis lebaran haji!" canda Lala.
"Ya udah, gue ke bu Wina dulu ya, bye!" kataku.
Aku berjalan menuju ruang Bu Wina.
Diruang Bu Wina
Tok..tok..tok..
"Masuk"
Aku memasuki ruangan Bu Wina, kepala sekolahku. Di ruangan itu juga ada siswa lain, aku tidak tahu nama siswa itu karena aku siswa yang cukup tertutup, yang jelas ia memiliki alis tebal dan mata elang yang tajam, sangat tampan. Ups, apa yang aku pikirkan.
"Permisi, Bu. Ibu manggil saya?" Tanyaku.
"Iya. Silakan duduk"
Aku duduk di sebelah siswa tampan itu. Ia hanya melirikku sekilas tanpa mau menyapaku.
'anjir, wangi banget!' batinku.
"Saya panggil kalian berdua ke ruangan saya karena suatu hal," kata bu Wina.
Aku dan siswa tampan di sebelahku kaget, kami sama sekali tidak melakukan kesalahan, kenapa kepala sekolah sampai berkata demikian?
"Ada apa, Bu?" tanyaku.
"Saya dengar dari wali kelas kalian berdua kalian cukup mumpuni dalam mata pelajaran matematika. Oleh sebab itu kalian akan kami kirim untuk mewakili sekolah kita dalam olimpiade matematika," jelas Bu Wina.
Aku dan siswa itu menghembuskan nafas lega.
"Tapi, Bu apa kami mampu? Masih banyak siswa yang lain, apalagi sebentar lagi kami akan ujian,"
"Tidak bisa, Anaya. Ini sudah menjadi keputusan saya dengan wali kelas kalian berdua. Kalian bisa belajar bersama untuk mempersiapkan diri. Setelah pulang sekolah kalian akan dibimbing oleh Pak Anwar, guru matematika kalian," jelas Bu Wina lagi.
"Maaf, Bu. Dalam waktu dekat saya juga ada turnamen basket untuk mewakili sekolah kita. Jadi saya tidak bisa mengikuti olimpiade ini," ucap siswa tampan di sebelahku.
"Turnamen basket masih sebulan lagi, olimpiade ini akan dilaksanakan dua minggu lagi, jadi kalian berdua masih ada waktu. Masalah turnamen basket saya bisa bicarakan dengan pelatih tim sekolah kita agar kamu diberi dispensasi."
"Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi" Jawabku.
"Saya juga permisi, Bu" kata siswa tampan tadi.
Kami keluar dari ruangan Bu Wina. Tiba - tiba datang tiga cewek centil mendekati siswa tampan tadi. Ah, mungkin itu pacarnya. Aku tetap berlalu menuju kelasku kembali.
Pelajaran pun dimulai. Aku mendengarkan apa yang dijelaskan guru. Menyenangkan rasanya. Banyak siswa siswi di era ini yang menjadikan sekolah hanya formalitas, aku malah menjadikannya ladang ilmu.
Bel tanda pelajaran telah berakhir berbunyi. Aku memasukkan buku dan alat tulisku ke dalam tas kesayanganku. Bersiap untuk belajar kembali dengan Pak Anwar serta siswa tampan diruang kepala sekolah tadi.
"Nay, gue nebeng lo, dong" kata Lala dengan muka memelasnya.
"Maaf, La. Aku ada les matematika di perpus. Tahu sendiri kan aku bakal ikut olimpiade dua minggu lagi" jawabku.
"Ah, iya gue lupa. Ya udah, gue pulang sama yayang Riyan aja, deh" jawabnya.
"Yakin mau pulang sama Riyan? Nggak takut diusir sama mommy kamu?" Candaku.
"Yeee, elo, nay. Itu dulu. Sekarang gue kan udah gede"
"Udah dulu ya, La. Aku ke perpus dulu, takut telat" kataku.
"iya deh,bu guru"
Aku datang ke perpus, ternyata siswa tampan tadi sudah di sana. Duduk sambil membaca, sesekali ia tampak mengernyitkan dahi. Ah, ada apa dengan aku ini. Aku menghampirinya.
"Hai, mmm.. Pak Anwar belum datang?" tanyaku.
"Belum" jawabnya singkat.
Aku mengikutinya membaca buku sampai pak Anwar datang. Ternyata Pak Anwar datang sedikit telat dikarenakan beliau sedang ada urusan. Aku mengikuti pelajaran tambahan hingga selesai. Cukup melelahkan.
Hingga saat waktunya pulang ternyata ban motorku bocor, cuaca mendung, sekolah pun sudah sepi.
"Kenapa, neng?" tanya satpam sekolah.
"Ban motor saya bocor pak" jawabku.
"Duh, gimana ya neng? Tambal ban sekitar sini jauh" kata pak satpam.
Tiba - tiba ada suara motor besar datang, ternyata siswa tampan tadi.
"Kenapa pak?" tanyanya pada pak satpam.
"Ban sepeda motor neng Naya bocor, den" jawab pak satpam.
"Ooh, kasih kunci motor lo ke pak Andi, gue anter pulang" perintah siswa tampan padaku.
"Terus nanti motor aku gimana?" tanyaku.
"Nanti gue yang urus, buruan keburu hujan"
"Eehh, i - iya. Pak titip motor saya ya"
"Iya neng" jawab pak satpam.
"Ntar ada orang suruhan saya yg ambil motor, pastiin itu beneran orang suruhan saya" perintah siswa tampan kepada pak satpam.
"Buruan naik" perintah siswa tampan padaku.
"I - iya iya" aku naik ke atas motornya.
Ia mengendarai motornya sangat kencang, aku jadi takut. Tiba - tiba..
"Pegangan kalo lo nggak mau jatuh" perintahnya.
"iya" jawabku singkat.
"Rumah lo mana?" tanyanya.
"Jalan Kenangan rumah nomor 24"
Akhirnya setelah aku hampir jantungan kami sampai dirumahku. Kami sampai pukul 5 sore. Ada beberapa ibu - ibu komplek yang sedang berkumpul.
"Eh, Neng Naya tumben dianter pacarnya? Udah berani pacaran ya sekarang?" sindir ibu - ibu itu.
"Maklum ya anak jaman sekarang, apa lagi kalo pengawasan orang tua kurang" Aku geram mendengar celotehan ibu - ibu ini. Kulihat siswa tampan tadi melihat dengan tatapan sebal.
"Mau mampir dulu?" tanyaku.
"Nggak, gue masih ada urusan" jawabnya.
"Oke, makasih ya, emmm.. Nama kamu siapa?" tanyaku karena dari awal memang tidak tahu namanya.
"Reyhan" jawabnya singkat. "Gue pulang" pamitnya.
"Eh, i - iya" jawabku gugup.
Reyhan langsung keluar dari pekarangan rumahku, melakukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Aku langsung masuk ke rumah dan melepas lelah. Yah, seperti inilah setiap hariku. Selain menjadi ibu rumah tangga Mama juga seorang PNS di salah satu instansi daerah. Aku kesepian.