Harja Kartadinata duduk dengan penuh wibawa di kursi kepala keluarga. Umurnya telah mencapai tiga per empat abad namun semangat hidupnya tak pernah padam. Selama lebih dari lima puluh tahun ia menjadi kepala keluarga dan mengendalikan roda kehidupan anggota keluarganya.
Dalam keluarga Kartadinata hanya mengakui seorang putra. Jika ada seorang putri yang lahir maka bayi itu akan diasingkan seumur hidupnya. Karena perempuan dalam keluarga Kartadinata hanya membawa petaka.
Dan selama Harja Kartadinata yang berkuasa, ia berusaha mencegah petaka yang akan mungkin datang...
Kartadinata tua itu menatap Rusli, remaja laki-laki yang masih lugu yang tak lain cucu satu-satunya dari klan Kartadinata. Masa depan pria muda itu sudah pasti. Rusli sudah diklaim sebagai Sang Pewaris, satu-satunya harapan untuk kejayaan dinasti kerajaan bisnisnya.
"Cucuku, kau masih menggemari bela diri?" Kartadinata tua bertanya dengan raut wajah kerasnya.
Dengan semangat Rusli menjawab, "tentu kek. Sebentar lagi aku akan mengikuti kejuaran bela diri antar sekolah."
"Bagus, sebagai penerusku kau harus tangguh dan kuat. Jangan mengikuti jejak ayah dan pamanmu yang lembek itu." Harja Kartadinata menunjuk dua putranya yang duduk di seberang kanan dan kirinya. "Mereka hanya produk gagal Kartadinata!"
Nursid Kartadinata meneguk kopinya, "Astaga ayah, jangan rusak sarapan pagiku."
Harja menggebrak meja. "Dasar anak durhaka! Seharusnya kau sudah beristri."
"Selama ayah menetapkan aturan yang salah, aku tak akan pernah menikah!" Tandasnya tak mau kalah namun dengan gaya acuhnya. Ia dengan santai menikmati sarapannya tak peduli omelan ayahnya.
Rusli lebih memilih menghindari pertengkaran antara ayah dan anak itu. Ia menghampiri papanya yang hampir enam belas tahun duduk di kursi roda. "Aku pamit dulu papa, hari ini ada latihan pagi. Pulangnya aku akan bawa oleh-oleh."
Tahir menggenggam tangan anaknya dengan tatapan penuh makna.
Rusli mencium tangan papanya kemudian pergi dengan menghela nafas panjang. Rumah yang penuh dengan pria, tak ada wanita. Bagi keluarganya wanita adalah alat untuk melahirkan generasi penerus.
Rusli meraih helm dan menaiki motornya. Ia memacu motor menuju tempat dimana setiap detiknya sangat berharga untuk dilewatkan. Tempat dimana ia merasakan cinta, persahabatan dan kasih sayang.
Senyumnya mengembang ketika berbelok terlihat papan besar tertempel pada bagian atas pintu gapura. Papan itu bertuliskan :
WELCOME TO
YAYASAN PENDIDIKAN AMANO
Rusli menurunkan kecepatannya memasuki kompleks yayasan pendidikan. Ia menyapa satpam dan mengambil karcis parkir, kemudian langsung menuju SMA AMANO.
Akhirnya ia sampai di surganya....
* * *
Yunia Jauhari menepuk punggung gadis yang berjalan didepannya. "Hai Syifa, tumben berangkat sendiri. Mana duplikatmu?"
Syifa Malik Ar-Rasyid menengok ke belakang, "hai Yun, Aku diantar papa. Sementara Syasya, dia sih berangkat bareng Ghaz."
"Tumben..."
"Biasanya sih kalo udah gitu pasti ada udang dibalik rempeyek. Entah kali ini dia mau apa. Aku sih agak ragu Syasya mendapatkan apa yang ia mau, secara Ghaz gitu loh. Aku aja males deket-deket dia."
Yunia tersenyum, "Gak heran dia dijulukin bajak laut dari B-3 "
"Ya, sangat cocok! Ngomong-ngomong B-3, kamu gak diantar Rusli 'Biksu' ?"
"Gak ah, aku males go public. Aku ga mau ada skandal apalagi sampe di bully fansnya Kak Rusli."
Syifa menatap Yunia, "aku agak heran deh sama hubunganmu dengan Kak Rusli. Kalian pacaran kan? Habis kayaknya kalau sudah saling tatapan gak bisa dilepaskan dan perasaan kalian dalam banget."
Yunia tersenyum dengan berbinar. "Hubungan kami abadi."
"Cieeeee..... rival-rivalmu bakal kerepotan nih. Kayaknya jodoh deh, habis wajah kalian mirip sih."
Tiiiiiiiiin!!!
Yunia dan Syifa dikejutkan suara klakson dari belakang. Sontak keduanya menengok kearah sumber berisik itu, lantas minggir memberi jalan agar si pemberi klakson itu lewat. Pengendara itu sempat melambaikan tangan sambil terus melajukan kendaraannya menuju tempat parkir.
"Akhirnya Kak Rusli datang. Kesana yuk." Yunia menarik tangan Syifa agar mengikutinya.
"Hai Kak Rusli."
Rusli segera melepas helmnya. "Tumben berangkat pagi."
"Yun kebagian piket pagi. Kak Rusli ada latihan pagi kan? Nih Yun buatkan bekal makan siang." Yunia mengulurkan sebuah kotak bekal pada Rusli. "Yun buatin spesial buat Kakak."
"Thanks." Mereka berpandangan lama.
Sementara Syifa seperti kambing congek menyaksikan percakapan mereka? No no no anggap saja seperti liat youtube live drama pagi .
Seorang pengendara sepeda motor melintas pelan memarkirkan motornya disamping motor Rusli. Si pengendara melepas helmnya dan menjotos bahu Rusli. "Hei Biksu, pagi-pagi sudah pacaran loe!"
Rusli tersenyum pada pria berdarah Pakistan Arabian itu. "Dan kau sendiri pagi-pagi sudah pelukan." Rusli sepintas melirik pada gadis yang membonceng temannya.
Ghaz tertawa masam kemudian melirik ke belakang." Sya, sudah sampai nih. Sampai kapan kau meluk begini?"
"Sampai kau ngasih jaket ini," rajuknya sambil mengencangkan pelukannya.
"Kubelikan yang baru saja ya? Jaket ini sudah kotor dan usang."
"Biarin. Pokoknya aku mau jaket ini."
Ghaz menghela nafas. Ia menatap duplikat Syafia Malik Ar-Rasyid. "Syi, bantu dong."
Syifa hanya angkat bahu. "Males ah." Kemudian menarik Yunia, "kita piket yuk entar ga keburu."
Yunia melambai pada Rusli sebelum pergi.
"Sya, ga ikut piket?" Tegur Ghaz dengan tajam.
"Aku? Piket? Ih gak ya!" Ujarnya acuh.
Ghaz melirik sahabatnya. "Hai Biksu, bisa bantu lepaskan cewek ini? Bila perlu tarik paksa."
Rusli sempat tersenyum namun segera diam mendapat lirikan tajam Syafia. "Maaf bro, gue males berurusan sama cewek ini."
"Sya, lepasin. Aku bisa telat latihan pagi."
"Jaketnya buatku dulu."
Ghaz mendengus dongkol.
Rusli menepuk punggung Ghaz. "Aku duluan. Sekalian kau tunggu Sayid, dia belum datang."
"Si Bandit itu tak pernah latihan pagi, biasanya juga datang siang."
Rusli melambaikan tangan menjauh. Sekilas ia sempat menengok ke belakang, menatap Ghaz dan Syafia. Walau hubungan keluarga yang rumit dengan kisah percintaan rumit juga, ia berharap tak ikut terlibat dan terjepit diantara keduanya.
ia hanya iri... Iri karena berasal dari keluarga hangat yang bertaburan kasih sayang.
Berbeda dengan dirinya. Jika ia berada diantara keluarganya yang terasa hanya dingin dan hampa... Tidak ada kehangatan, cinta dan kasih sayang keluarga.
Namun berkat hubungan persahabatannya dengan Ghaz, ia disambut baik keluarga Ar-Rasyid dan mengenal arti kehangatan keluarga... Terutama kasih sayang dari sosok ibu, yang ia bahkan lupa bagaimana rasanya dicintai oleh seorang ibu.
Rusli tiba-tiba mengepalkan tangannya. Ia masih bisa berjuang untuk mendapatkan kehangatan keluarga dimana ada perempuan di dalamnya. Ia harus optimis, tunggu sampai ia menjadi pewaris...
Tersenyum, Rusli melanjutkan langkahnya. Saat itu Rusli masih belum tahu bahwa rencana masa depannya akan melibatkan sebuah nama. Nama dari seseorang yang tak ia sangka akan mengubah masa depannya....
T B C
16 Desember 2016
©2007 by Shareefa Vae