Chereads / °Marigold° / Chapter 2 - °satu°

Chapter 2 - °satu°

"Al ?!"

Pemuda yang merasa dipanggil membalikkan arah menatap seseorang yang dengan lantang meneriakkan namanya ditengah-tengah keramaian dengan jengkel, membuat dirinya menjadi tontonan banyak orang.

"Apaan?"

Nathan, nama pemuda yang mendapat tatapan menusuk sang kawan hanya tersenyum bodoh mengabaikan, alih-alih malah dengan santai merangkul bahunya.

"Basket kuy."

"Tugas gue banyak."

"Bentar doang, anak-anak udah pada ngumpul."

Aland atau pemuda yang kerapnya dipanggil Al itu hanya pasrah saat digeret Nathan kearah lapangan basket kampus mereka.

Al adalah salah satu mahasiswa universitas Gunadarma, jurusan kedokteran semester 3. impiannya ingin menjadi dokter saraf bahkan sejak ia masih TK, selalu menumbalkan sang adik untuk menjadi pasien tetapnya, kadang datang kerumah sakit milik sang ayah hanya sekedar mencari angin.

Miris

Al melihat lapangan basket kampus yang sudah diisi banyak mahasiswa beda jurusan. menyambut kedatangan sang Pantolan mereka dengan antusias, siapa lagi kalau bukan dia dan Nathan.

Biarpun goblok, Nathan merupakan mahasiswa yang aktif di bidang olahraga, tajir, ditambah banyak memenangkan pertandingan, apalagi dengan muka yang dianugerahi kegantengan yang mana jelas membuatnya menjadi incaran banyak gadis. Namun sayang, otak minim miliknya membuat Al seketika merasa kasihan.

Sekali lagi, Miris.

Setengah jam sudah mereka ditengah lapangan, matahari terik diatas kepala membuat Al mengangkat tangan meminta waktu istirahat. setelah mendapat anggukan dari temannya yang lain, Al langsung duduk ditepi lapangan dengan napasnya yang memburu.

Keringat deras menuruni pelipis tapi tidak dapat mengurangi kadar gantengnya. Menurut Danil salah seorang temannya, Al adalah mahasiswa dengan paket komplit. Ganteng, tak kalah tajir dari Nathan, pinter, kajur pula, kurang apa coba? Tapi sayang, Al sama sekali tidak tertarik dengan popularitas yang ia terima. keinginannya hanya satu, lulus dengan cepat tanpa hambatan.

Tenggorokan Al seakan meminta pertolongan dan entah kenapa ia merasa akhir-akhir ini fisiknya melemah, mungkin akibat tugasnya yang kian menumpuk.

"Nat! gue beli minum bentar."

Kakinya melangkah meninggalkan lapangan yang masih dihuni banyak mahasiswa dan mahasiswi yang hanya sekedar melihat, setelah ia mendapat teriakan 'beliin gue juga' dari Nathan, Al sudah menghilang.

Lapangan basket yang mereka mainkan berada disebelah fakultas Ilmu komunikasi, yang mana kantin terdekat pastinya berada di fakultas tersebut.

Pemuda dengan netra abu itu berjalan santai kesalah satu stand minuman berlogo gajah, memesan minuman yang dikiranya dapat menghilangkan dahaga, sekaligus memesan titipan sang kawan. Sembari menunggu, Al hanya melihat akun sosmed, membuka notifikasi tanpa membalas isinya dan berusaha mengabaikan tatapan yang jelas-jelas tertuju padanya.

Al memang sedikit risih apabila diliat oleh banyak mata, sayangnya dia bukanlah pemuda narsis yang hobi tebar pesona seperti Nathan.

Brak!!!

Al terlonjak kaget reflek mengusap dadanya lantaran terkejut, nyaris saja benda persegi yang ia pegang mendarat mulus ketanah dan menciptakan sarang laba-laba dilayar cantiknya.

Manik abu miliknya menatap lurus kearah gebrakan meja tersebut. Terlihat beberapa gadis sedang mengerumuni salah seorang gadis yang terlihat sedang duduk sendiri. Gadis tersebut Al kenal. Bukan, maksudnya gadis tersebut memanglah terkenal, dengan julukan 'Queen Bitch' miliknya.

Seharusnya gadis tersebut bisa menjadi primadona kampus, jika saja ia tidak dijuluki 'Bitch'.

"Lo dengar gak?!"

"Gak usah sok budeg lo!"

Gadis yang sedang diteriaki tersebut hanya menatap datar kelima gadis sangar dihadapan, manik biru nya sama sekali tak terlihat takut.

Membuat Al sedikit kagum.

"Apa?"

Mendengar jawaban super berani tersebut membuat bukan hanya Al terperangah, melainkan seluruh penghuni kantinpun ikut terdiam. Dan tentunya ketua dari kelima gadis tersebut mendadak bisu.

Al masih menatap lurus ke arah nya, dan mata mereka bertubrukan.

Biru bertemu Abu.

Al terbius.

Manik itu terlihat sangat dingin.

Tak lama iris biru itu berpaling kembali menghadap gadis dihadapannya dan tanpa aba-aba ia berdiri.

Karena suasana mendadak panas, gadis itu berlalu pergi meninggalkan kantin, mengabaikan teriakan siketua geng yang lagi misuh-misuh ditempatnya, lantaran dikacangin. Al pun beranjak setelah membayar pesanannya, berusaha acuh dengan suara gaduh di kantin yang mulai bergosip ria.

"Lama banget lo."

Nathan merampas minuman dari genggaman Al dengan cepat, lalu duduk ditepi lapangan yang memang sudah sepi. Al pun ikut duduk sambil menikmati minumannya, menatap lurus pada lapangan kosong di hadapannya.

"Nat?"

"Hmm"

"Lu tau Queen Bitch gak?"

"uhuuk uhukkk!"

"anjir, jorok lo bangsat!"

Al berdiri guna membersihkan lengan dan celananya yang basah akibat semprotan dari pemuda disampingnya. Mengambil tisu basah ditas yang memang selalu ia bawa.

"Asli gue syok denger lu nanya si Anya."

"Anya?"

"Anya."

Nathan merampas tisu digenggaman Al dan membersihkan mulutnya yang sedikit belepotan air akibat kejadian tadi, hidungnya pun mendadak sakit. "Nama si Bitch"

"Kenapa lo nanya?" lanjutnya.

Tak mengindahkan pertanyaan Nathan, Al hanya mengangguk singkat dan malah hendak beranjak menuju parkiran, membuat dahi yang lebih tinggi berkerut bingung.

"Lo gak naksir dia kan, Al?"

Merasa tidak mendapatkan jawaban untuk yang kedua kali, Nathan sedikit kesal.

"Gue saranin gak usah deh berurusan sama dia, banyak gak benernya tuh cewe. banyak kok yang lebih cantik"

"Apa sih lo, ngaco!"

"Anjir, sakit Al." Pemuda tinggi tersebut mengusap-usap kepalanya yang perih, ternyata jitakan Al tidaklah main-main.

Al mengabaikan umpatan dan makian Nathan disampingnya, entah kenapa ia lebih tertarik mengingat si manik biru itu.

Bagaimana bisa ia dipanggil Bitch'?

Dan lagi, Namanya terlihat sangat enak dipanggil.

Anya kah?

Not bad.

~~~

Tangan rampingnya berusaha membuka pintu coklat itu dengan sangat pelan, berharap tidak mengeluarkan suara apapun. Jantungnya berdebar sangat kencang lantaran takut yang mendera.

Seharusnya ia tidak memaksakan diri untuk berkerja selarut ini. Ia menyesal mengiakan permintaan partner kerjanya untuk long shif, dengan iming-iming cuti dua hari.

Keringat dingin mulai mengucur menuruni pelipis. Kepala ia majukan kedepan hendak mengintip yang didalam, khawatir jika penghuninya masih terjaga.

Dengan langkah hati-hati, gadis itu menaiki tangga rumahnya. senyum sudah bertengger dengan manis tak kala ia telah sampai didepan kamar, dan seketika luntur setelah pintu gading tersebut terbuka, menampakkan wajah wanita cantik nyaris berkepala empat yang tengah duduk diatas kasur miliknya sambil menghisap benda silinder di jari.

Anya meneguk ludah dengan susah payah.

Asap rokok mengepul di langit-langit kamarnya, wanita itu tersenyum sangat manis. Mungkin jika orang lain yang melihat, mereka akan terpesona dengan senyuman tersebut, tapi tidak untuk si gadis.

Itu terlihat sangat menakutkan.

Jari ia remas kuat, guna menghilangkan rasa takut yang mendera. Bunyi ketukan Hells yang didengarnya mendekat, membuat debaran kian menggila.

Helaian rambutnya dielus singkat,

"Anya? mama khawatir sama kamu."

Fix Anya gemetar.

Gadis itu tau apa yang akan terjadi padanya.

#002