Zach, Darren, Rama, dan Fajri mereka baru saja keluar dari Ruangan ekskul anak-anak Paskib. Biasalah mereka pasti tidur di tempat itu, apalagi kalau bukan tidur. Tapi, kemungkinan hanya tiga orang saja tidak untuk Zach anak itu pasti sibuk dengan pekerjaannya sendiri.
Mereka kini berjalan menuju kantin sekolah mencari makan untuk mengisi perut mereka yang sudah terasa lapar. Zach ikut juga, entah kenapa dia juga ingin ikut kekantin padahal biasanya, ia tidak mau berjalan jauh ke kantin yang memang letaknya jauh dari ruangan Paskib mereka.
"Kenapa tuh Cewe Lo nampar Tiara" ujar Fajri saat melihat Luna yang menampar Tiara. Jarak mereka sedikit jauh jadi mereka tidak mendengar pembicaraan antara Luna dan Tiara.
Keempat pemuda itu menjadi sangat penasaran dan berjalan mendekat ke arah dimana Luna dan Tiara beserta teman-temannya yang menonton. Baru berjalan beberapa langkah saja keempat pemuda itu sedikit terkejut saat Tiara membalas tamparan Luna dua kali lipat lebih keras dari tamparan Luna. Zach yang melihat itu menatap tajam kearah dua orang yang saat ini kemungkinan sedang bertengkar.
"Gilak, maksud Tiara apa sih. Kenapa dia menampar Luna lebih keras" Darren merasa kesal dengan perbuatan Tiara.
"Udah, kita jangan ngobrol disini. Mending kita kesana lihat dan dengar sebenarnya apa yang terjadi" ujar Rama.
Zach berjalan mendekat terlebih dahulu, sebelum ia sampai disana. Dia berhenti ketika melihat Luna yang mencoba membalas tamparan Tiara. Namun perempuan itu gagal, Tiara terlebih dahulu menahan tangan Luna dan memegangnya kuat. Serta tiba-tiba Tiara hendak menampar Luna menggunakan tangan satunya yang tidak ia gunakan untuk memegang tangan Luna. Zach melihat itu dan dia segera berlari mendekat seperkian detik dia berhasil menahan tangan jahanam Tiara yang hendak menampar Luna.
Tiara terkejut dengan kedatangan Zach, nyalinya tiba-tiba menciut ketika ia melihat wajah Zach yang menahan emosi serta menatapnya tajam seakan ingin membunuh dirinya.
"Zac..Zach" ujar Tiara tergagap takut.
Zach hanya diam, masih menatap Tiara mematikan. Menghempaskan kasar tangan wanita itu, serta melepaskan tangan Tiara dari tangan Luna mencengkram tangan Tiara begitu keras lalu menghempaskannya juga.
"Zac..Zach,Lo..Lo salah paham" ujar Tiara semakin tergagap.
Lagi Zach hanya diam tidak menggubris, ia melihat sekilas kearah Luna yang masih menatap Tiara penuh kebencian. Walaupun begitu mata Luna berkaca-kaca bibirnya bergetar hebat menahan emosi dan rasa sakit yang berdenyut.
"Gue sudah bilang sama Lo, jangan sekali-kali nya lo gangguin cewek gue. Sekarang lo buat lagi" ujar Zach datar dengan sorot mata tajam menatap Tiara sambil mencekram kuat tangan perempuan itu hingga kesakitan.
Luna sudah malas berada di tempat ini sekarang. Dia langsung pergi tanpa berbicara apapun, meninggalkan Zach yang menatapnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
"Liat lo, gak bakal lolos dari gue" Ancam Anya sambil mengarahkan jari telunjuknya di muka Tiara. Anya langsung pergi menyusul Luna yang telah pergi duluan diikuti Dinda yang barusan menatap tajam Tiara.
Zach masih saja mencengkeram tangan Tiara kuat, walaupun gadis itu merintih kesakitan dan memohon ampun. Zach masih terus melakukan yang dia ingin sekarang. Sontak ketiga temanya yang memang mendekati Zach menyuruh laki-laki itu untuk melepaskan Tangan Tiara yang tampak memerah bahkan sedikit tergores mengeluarkan dari karena Zach menekan tangannya ke kulit Tiara.
"Zach, lepasin dia. Dia kesakitan" ujar Darren.
"Iya Zach, inget dia cewek" ujar Fajri juga.
"Argghh, sakit Zach. Gue-gue hanya belain lo" ujar Tiara sambil merintih kesakitan berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Zach.
"Dia udah selingkuhin lo, dia selingkuh sama Darren. Mereka berbuat aneh-aneh di ruang Paskib" terus saja belum kapok juga ternyata seorang Tiara. Ia masih bisa berbohong padahal tanganya di cengkram erat Zach.
"Heh, mulut Lo di jaga. Gak usah ngarang cerita deh. Sakitin aja nih anak Zach" Darren yang tadinya hanya bersikap biasa saja, kini tersulut emosi gara-gara perkataan Tiara.
"Mulut lo minta gue pukul memang, untung lo cewe kalau cowok udah gue bunuh lo" Darren masih emosi sungguh dia tidak mengira jika wanita didepannya ini memiliki mulut yang beracun. Darren seakan ingin melemparkan pukulan ke wajah Tiara tapi itu hanya di udara. Dia masih berfikir tak etis jika memukul perempuan.
"Udah Darre, kok jadi lo yang emosi banget" ujar Fajri sambil memegang bahu Darren yang tengah tersulut emosi.
Sementara Rama berusaha melepaskan tangan Zach dari Tiara.
"Zach, udah. Daripada Lo ngurusin cewek gak penting kayak gini mendingan Lo ngurusin cewe Lo yang terluka. Gue lihat sekilas tadi bibirnya berdarah " Zach langsung melihat kearah Rama. Benar juga tadi dia juga melihat bibir Luna berdarah.
Zach langsung melepaskan tangan Tiara dan berlari pergi meninggalkan ketiga temannya dan juga Tiara yang menangis.
Rama, Fajri dan Darren menatap Tiara jengah. Apalagi Darren dia merasa jijik di perempuan ular di depan mereka saat ini. Menangis dengan air mata buaya.
Mereka bertiga juga ikut pergi, tidak jadi makan di kantin. Nafsu makan mereka hilang melihat tingkah menjijikkan Tiara.
°°°°°
Luna kini berada di toilet wanita bersama dengan kedua temanya Anya dan Dinda.
"Ini gue beliin tisu tadi, usap darah lo dengan ini" Dinda mengambilkan selembar tisu untuk Luna membersihkan darah di ujung bibirnya. Bibirnya sedikit robek gara-gara tamparan Tiara tadi.
"Mau dia apa sih sebenernya, gedek gue liat muka dia. Kenapa Lo gak suruh bokap lo aja sih yang turun tangan" jujur Anya tidak tega melihat sahabatnya ini di perlakuan seperti tadi oleh Tiara.
"Gue, gak mau dia menderita " sahut Luna.
"Lo gak mau dia menderita. Tapi, dia jahat sama lo" Anya kesal dengan sahabtnya ini, kenapa bisa terlalu baik dengan iblis macam Tiara. Padahal jika Luna mau sudah hacur hidup seorang Tiara.
"Lo nangis aja kalau mau nangis, luapin semua emosi lo" ujar Dinda sambil memberikan tisu lagi pada Luna. Dinda berbicara seperti itu karena dia bisa melihat bahwa saat ini sahabatnya ini sedang menahan beban emosi matanya jelas terlihat berkaca-kaca menahan tangis yang tertahan.
Luna menggeleng, dan mencuci wajahnya agar terlihat fresh.
"Iya Lun, nangis aja. Cuman ada kita juga" ujar Anya.
Tetap saja Luna menggeleng, menolak saran kedua temannya. Luna membalas saran itu dengan tersenyum.
"Yaudah deh, jika itu mau lo" ujar Dinda.
"Hehehe, jangan cemberut gitu dong. Nanti gue bakal curhat sambil nangis deh pas kita kumpul" ujar Luna tersenyum kecil melihat sahabtnya itu cemberut.
"Lo lihat wajah Zach tadi nggak" tanya Anya pada kedua temanya. Dinda menggeleng sementara Luna tak merespon seperti malas untuk membahas mengenai Zach.
Entah kenapa dia masih merasa jengkel serta kesal dengan Zach gara-gara meninggalkanya waktu itu di pinggir jalan.
"Nggak" ujar Luna singkat akhirnya setelah diam sesaat.
"Gue tadi liat, dia kayak marah banget sama Tiara" Anya menceritakan apa yang dia lihat tadi dari wajah Zach.
"Masa sih" Tanya Dinda sedikit tak percaya. Begitu juga dengan Luna yang nampak tak percaya.
"Iya serius, yang gue lihat tadi dia kayak marah banget sama Tiara."
"Terus pas natap wajah Luna sekilas dia tampak khawatir banget" jelas Anya.
"Bohong lo" ujar Luna sambil menggulung-gulung tisu yang habis dia pakai untuk membersihkan lukanya.
"Gue serius" ujar Anya meyakinkan.
"Tapi, ya wajar sih kalau Zach begitu. Lo kan ceweknya. Jadi dia seakan gak terima kalau lo terluka" ujar Dinda menatap Luna.
Luna hanya tersenyum tidak menanggapi, pacar? Pacar bohongan iya? Zach saja tidak pernah menganggapnya pacar. Dianggap pacar cuman di depan orang yang di cintai Zach secara diam-diam.
"Ayolah, kita keluar. Gue udah selesai" Luna tidak terlalu menggubris ucapan-ucapan kedua temanya tentang ekspresi kekhawatiran Zach padanya tadi.
°°°°°
Mereka bertiga kini berjalan di koridor, sehabis dari toilet mereka akan kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Karena memang kini jam istirahat sebentar lagi selesai waktunya untuk jam pelajaran di mulai.
Di koridor itu Zach yang datang dari arah yang berlawanan tiba-tiba saja berdiri tepat di depan ketiga wanita itu menghadang langkah mereka. Lebih tepatnya menghadang langkah Luna.
"Gue mau bicara" ujar Zach sambil memperhatikan wajah Luna.
Anya dan Dinda memperhatikan Luna yang hanya diam tidak berbicara pada Zach.
"Lun" panggil Anya lirih.
"Gue gak mau" ujar Luna menatap wajah Zach.
"Sebentar " ujar Zach datar.
Zach menatap Luna berharap wanita itu mau berbicara sebentar dengannya. Namun tanpa diduga Luna melewati dirinya tanpa menatapnya sama sekali. Zach hanya menatap nanar Luna yang berjalan pergi melewati dirinya.
"Gue saranin sama Lo, nanti aja bicara sama dia. Dia sekarang butuh nenangin diri dulu " ujar Anya pada Zach sebelum pergi mengikuti Luna yang terlebih dulu pergi.
"Kita duluan ya Zach" ujar Dinda yang pergi juga dari hadapan Zach.
Zach hanya diam saja sambil menatap kepergian mereka bertiga. Lalu dia berjalan pergi menuju taman belakang sekolah entah kenapa dia lebih memilih untuk pergi ke taman belakang ketimbang pergi ke kelasnya padahal jam pelajaran selanjutnya sebentar lagi di mulai.
Baru berjalan beberapa langkah, Darren yang ternyata berjalan di belakang Zach tiba-tiba saja menepuk bahu temannya itu.
"Kemana? " tanya Darren saat Zach membalikkan tubuh kearahnya.
"Taman" jawab Zach singkat.
"Baguslah, gue pengen ngomong sama lo" ujar Darren sambil merangkul bahu Zach mengajak berjalan bersama.
"Lo gak marahkan sama gue" Darren kembali membuka suaranya.
Zach menatap Darren tak mengerti dengan ucapan temannya itu. Walaupun begitu dia tidak bersuara, ia tetap melanjutkan langkahnya menuju taman belakang sekolah begitu juga Darren yang ikut bersamanya entah apa yang ingin ia bicarakan pada Zach. Zach berjalan dalam diam, memikirkan mengenai sikapnya tadi. Kenapa dia bisa semarah tadi melihat Luna di perlakuan buruk oleh Tiara dan kenapa emosinya memuncak saat melihat segores luka di wajah Luna. Wajah Zach langsung mengeras seketika, mengusap wajahnya kasar. Membuat Darren yang berjalan disampingnya bingung melihat itu semua.
°°°
T. B. C