Rusdi menatap ke arah malam ibunya, yang masih tampak merah tanahnya. Di atas kuburan ibunya, penuh akan taburan kelopak bunga. Ibunya meninggal, karena kanker hati. Telah lama ibunya mengidap penyakit mematikan itu. Ibu nya diagnosis mengidap kanker hati, oleh dokter saat ia masih duduk di kelas empat SD. Waktu itu mereka Masih tinggal di Makkasar. Ayahnya seorang tentara., sering dipindahtugaskan. Kini Rusdi tinggal di Jogja bersama Bulik Renata yang merupakan adik dari ibunya. Ayahnya yang sekarang Masih bertugas di Makkasar, langsung terbang menggunakan pesawat menuju Jogja setelah mendapat kabar dari Rusdi, bahwa istrinya meninggal dunia.
"Sudahlah kamu jangan sedih lagi, mama mu sudah bahagia di sana, " ayah nya yang masih menggunakan seragam tentara, memeluk erat Rusdi dari samping, yang kedua matanya terus meneteskan air mata. Sementara ayahnya coba untuk tegar, walau Rusdi tahu ayahnya itu sedih bukan main. Kalau Rusdi perhatikan kedua mata ayahnya tampak sembab karena menahan air mata.
"Kita pulang sekarang," ajak ayahnya. Rusdi awal nya enggan. Ayah coba membujuk. Rusdi akhirnya mau pulang juga. Di atas mereka langit sore tampak cerah, berbanding terbalik dengan suasana hati mereka saat ini . Di pemakaman itu, hanya tinggal mereka berdua. Semua pelayat telah pulang ke rumah mereka masing- masing, sekitar Lima belas menit yang lalu.
Malamnya saat menatap bintang di langit, melalui jendela kamarnya di lantai dua, Rusdi menuliskan sebuah puisi tentang ibunya
Ibu kau matahari ku
Yang selalu menghangati hati ku
Kini engkau telah pergi
Aku kini rasakan sunyi
Tapi kata ayah, aku tak boleh sedih
Karena engkau telah bahagia di sana
Satu doa ku untuk mu ibu
Semoga IA
Memberikan tempat terbaik buat mu di sana
Puisi yang ia tulis di atas kertas folio, lalu ia ketik menggunakan laptop milk ayahnya. Laptop itu sendiri bukan laptop baru, melainkan laptop bekas. Ayahnya membeli laptop itu dari seorang temannya.
Ia kirim puisi itu ke Koran KR (Kedaulatan Rakyat). Satu minggu kemudian puisi itu dimuat di Koran KR. Ada rasa senang sekaligus banngga di hatinya, saat ia melihat puisinya dimuat di Koran KR. Akhirnya ia dapat mempersembahkan sesuatu untuk ibunya yang telah tiada, sebagai tanda cintanya kepada ibunya tersebut, walau itu selembar puisi.