Apakah mereka akan bertemu kembali?
Ya, Rey memang melihat Stella sedang menyebrang jalan. Rey lantas keluar dari Resto tempat dia makan sampai mengabaikan Frisca. Rey mencari ke beradaan Stella, namun sudah tidak ada. Ke palanya nengok ke sana ke sini tetap tidak menemukan ke beradaan Stella. Mungkin Tuhan belum mengijinkan mereka untuk bertemu kembali. Tuhan masih merencanakan sesuatu.
****
2 bulan kemudian. . .
Pagi-pagi sekali Stella bangun dari tidur nyenyaknya. Padahal jam masih menunjukan pukul lima lewat tigapuluh menit, masih pagi. Stella beranjak bangun dan merapikan tempat tidurnya. Kemudian ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah membersihkan diri, Stella keluar dari kamar. Melangkah menuju ke dapur ingin membantu Ibu Darmi istri Bapak Ruslan yang menolong Stella waktu pingsan dua bulan yang lalu.
Sekarang Stella sudah menjadi anak angkat Ibu Darmi dan bapak Ruslan. Kedua anak Bapak Ruslan pun sudah menganggap Stella seperti adik kandungnya sendiri.
"Pagi Ibu, lagi masak apa? Stella bantu ya Ibu?" Sapa Stella dan menanyakan masak apa untuk sarapan?
"Pagi Stella! Eh sudah bangun? Masih gelap loh, mending tidur lagi nak." Ujar Ibu Darmi yang sedang memotong bawang merah.
"Tidak apa-apa Ibu, ini sudah pagi kok, sini Stella bantu potong bawang merahnya." Saut Stella seraya meraih peso yang di pegang Ibu Darmi.
Setelah acara potong memotong bawang merahnya, Stella mencuci piring. Kemudian ia membereskan meja tempat mereka makan.
Stella meletakkan piring, sendok, gelas dan juga nasi goreng yang di goreng Ibu Darmi tadi. Setelah menyiapkan sarapan, Stella pamit ke kamar ingin bersiap-siap. Tapi tiba-tiba Stella merasakan mual, sedikit pusing dan lemas.
Kenapa dengan tubuh ku? Ada apa ini? Perutku sangat mual? Gumam Stella dalam hati!
Lantas ia cepat-cepat lari kekamar mandi dan . . . . .
Hweekkk hweekkk hwekkk . . . .
"Ya Allah ada apa ini?" Ujar Stella lirih
"Stella ada apa? Kamu baik-baik saja?" Tanya kak Ririn anak Ibu Darmi dan Bapak Ruslan yang nomer dua.
"Iya kak! Aku baik-baik saja, cuma ku nggak tau tiba-tiba aku mual." Ucap Stella dengan wajah yang pucat.
Lalu Kak Ririn menggandeng Stella untuk duduk. Kemudian Kak Ririn mengambil air putih hangat sama minyak kayu putih.
"Ini minum dulu air putih hangatnya, biar perutmu anget dan tidak mual." Titah Kak Ririn seraya menggosokkan minyak kayu putih ke perut Stella.
"Terima Kak, aku baik-baik saja kok."
"Kalau masih mual nggak usah berangkat kerja dulu ya?" Pinta kak Ririn.
Namun, Stella menolak, ia tetap ingin bekerja, Stella tidak mau diam dirumah, Stella tidak mau merepotkan keluarga Bapak Ruslan, Stella merasa tidak enak. Karena menurutnya dia numpang di rumah ini. Sudah dua bulan ini Stella bekerja, menabung dan sedikit membantu keluarga Bapak Ruskan dan Ibu Darmi. Cita-cita Stella ingin membeli Apartment sendiri.
"Stella tidak apa-apa Kak," ujar Stella sambil senyum.
"Ya sudah Kak Ririn mandi dulu ya, kamu juga mandi nanti kita sarapan bareng." Titah Kak Ririn sambil berlalu keluar dari kamar.
Stella cuma jawab dengan senyuman. 'Terima kasih Tuhan, engkau sudah memberi orang yang baik keluarga yang baik seperti bapak Ruslan dan juga anak-anaknya," Gumam Stella sambil mengusap air matanya.
Dia melamun memikirkan ke beradaan saudaranya yang entah ada dimana? Saudara dari Ayahnya maupun saudara dari Ibunya. Semenjak Ibunya meninggal, Stella hidup sebatang kara.
Flash back on
Ayah Stella meninggal disaat Stella berusia 12 tahun, Stella masih SMP kelas dua. Semenjak Ayahnya tiada, Stella dan Ibunya tinggal berdua di rumah yang kecil. Stella anak tunggal.
Menginjak masa SMA kelas tiga, Ibu Stella mulai sakit-sakitan. Sakit di bagian perut. Kata Dokter Ibunya kena penyakit 'Usus buntu', dan harus segera dioprasi. Stella bingung mau cari uang dimana? Ia masih sekolah, belum bekerja. Sedangkan Ibunya cuma jualan 'nasi pecel'.
Jadi uang hasil jualan nasi pecel tidak cukup untuk membayar biaya operasi Ibunya. Apa yang akan Stella lakukan? Ingin menjual barang tapi tidak memiliki apa-apa selain rumah. Stella tidak mungkin menjual rumahnya. Kini Stella berada di taman 'Rumah sakit Melia Cibubur. Stella merenung, menangis dan meratapi nasibnya.
Stella mengusap air matanya, lalu berdiri, ia tidak boleh lemah ia harus cari kerjaan demi ibunya. Pekerjaan apapun akan ia lakukan asalkan Halal.
"Suster tolong jaga Ibu saya ya sus? Saya mau keluar sebentar ada perlu!"
"Iya Mba," jawab suster dengan ramah.
"Terima kasih sus, kalo ada apa-apa kabari saya ya sus!?" ujar Stella kepada suster.
Kemudian Stella berlalu dari rumah sakit, Stella berjalan di trotoar sembari mencari kerjaan siapa tau ada lowongan. Stella pun melihat tulisan yang bertulis 'lagi membutuhkan lowongan untuk wanita bagian kasir Billiyard. Stella langsung tersenyum, ia lantas mengambil ponselnya yang bermerek Nokia jaman dulu.
Setelah menghubungi orang yang membutuhkan karyawan wanita bagian kasir billiyards. Ponsel Stella berbunyi kembali, itu telphone dari pihak rumah sakit tempat Ibu Stella di rawat.
"Hallo!"
"Ya Mbak Stella ada dimana?" Tanya suster Nelly.
"Aku lagi di jalan suster, kenapa sus? Ibu saya baik-baik saja kan?" Ujar Stella dengan cemas.
"Maaf Mba Stella, Ibu Anda sedang kritis, sebaiknya Anda cepat kembali kesini ya Mba." Uajar suster Nelly.
Mendengar omongan suster di sebrang sana, dengan menyebutkan kata 'Kritis'. Stella langsung menegang, air matanya langsung mengalir begitu saja di pipinya.
Nggak, nggak mungkin, Ibu pasti sembuh, Ibu pasti baik-baik saja, aku pasti salah dengar. Gumam Stella terisak.
"Hallo . . . Hallo Mba Stella masih disana Mba?!" Panggil suster Nelly.
"I.iya suster saya akan segera kembali," jawab Stella terbata sembari terisak.
Panggilan pun berakhir, Stella segera naik angkot menuju Rumah sakit Melia. Tak membutuhkan waktu yang lama, Stella pun sampai di rumah sakit tempat Ibunya di rawat. Lantas Stella lari menuju kamar inap Ibunya. Sesampai di kamar inap Ibunya, Stella melihat tiga Dokter dan empat suster yang sedang memeriksa Ibunya. Jantung Ibunya lemah, tekanan darahnya pun rendah.
Ketiga dokter masih memeriksa keadaan Ibunya. Stella bertanya kepada suster Nelly yang di percayai Stella. "Kenapa Ibu saya tiba-tiba kritis sus?" Tanya Stella ke Suster Nelly. Stella semakin terisak, sesenggukkan. Ia takut, ya Stella Ibunya meninggalkan dirinya.
Belum sempat suster Nelly menjawab pertanyaan Stella. Ketiga Dokter yang
memeriksa Ibunya keluar, di ikuti empat asistent di belakangnya.
"Maafkan kami Nona Stella, kami semua sudah berusaha semak simal mungkin untuk membantu menyembuhkan Ibu anda. Namun, Tuhan berkehendak lain. Kami semua mewakili pihak Rumah sakit untuk mengucapkan turut berduka atas meninggalnya ibu Rosi." Ungkap Dokter panjang lebar sembari menunduk memberikan penghormatan.
Stella yang mendengar ucapan dokter, dadanya seperti di tabrak es. Telinganya berdengung kencang, tubuhnya lemas, air matanya langsung bercucuran.
Bibirnya bergetar tidak bisa berucap apa-apa. Stellaa masuk kedalam ingin melihat Ibunya, dengan di bantu suster Nelly. Stella langsung berhambur memeluk Ibunya. Stella menangis histeris, berteriak, menggoncang-goncangkan bahu Ibunya supaya bangun. Namun, Ibunya tetap nggak bergerak.
"Ibu bangun, Ibu bangun hikzz hikzz. . . Jangan tinggalin Stella sendirian Ibu hikz . . . Hikz!" Teriak Stella yang masih menggoncang-goncangkan tubuh Ibunya.
Suster Nelly yang melihatnya pun ikut menitikkan air mata. Ikut bersedih lihat Stella berjuang demi Ibunya. Kini Ibunya sudah pergi, ninggalin Stella sendirian. Gimana nasib Stella nanti?
"Sabar ya Mba Stella! Kamu harus kuat, kasihan Ibu mu jika melihatmu seperti ini." Ujar Suster Nelly untuk menguatkan Stella, lalu memeluknya.
Flash back off
****
"Stella ayo sarapan bareng nak!" Panggil Ibu Darmi untuk mengajak sarapan bareng.
Lantas lamunan Stella buyar, Stella cepat-cepat menghapus air matanya, "I.iyaa Ibu." Lalu ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Kini mereka sedang sarapan bareng dengan menu 'Nasi goreng ala telor mata sapi'. Stella tersenyum dalam hati, bertemu keluarga yang sangat baik. Ia berucap syukur kepada Tuhan, karena masih ada orang yang menolongnya, masih ada orang yang peduli sama dirinya, menganggap sebagai anaknya.
Setelah selesai sarapan Stella pamit ingin berangkat bekerja. Anak tertua bapak Ruslan yang bernama Dana ingin mengantar, namun Stella menolaknya.
"Kamu sudah nggak mual lagi Stella?" Tanyak Kak Ririn kawatir.
"Tidak kak! Sudah baikan." Dusta Stella.
"Ya sudah kalau badannya merasa tidak enak ijin saja ya!" Ujar kak Ririn
Kemudian Stella berjalan menuju halte, duduk di halte menunggu bus datang.
Padahal ia masih merasa pusing, lemas, mual, tapi ia tahan. Stella nggak mau ngeropotin keluarga Ibu Darmi terus. Bus sudah datang, lalu Stella masuk kedalam.
Tidak membutuhkan waktu yang lama bus yang di naiki Stella sudah sampai. Stella turun berjalan menuju tempatnya bekerja. Baru sampai Wiki langsung menanyakan keadaan Stella, karena di lihatnya wajah Stella sangat pucat, bibirnya kering.
"Stella lo baik-baik saja kan? Lo sakit haaa! Wajahmu pucat sekali, sudah sarapan belum?" Tanya Wiki dengan kawatir.
"Aku baik-baik saja Wiki, ya aku sudah sarapan nasi goreng tadi."ujarnya
Namun, rasa mual rasa pening kembali lagi ke tubuhnya. Stella merasa sangat mual, lemas, pusing, gemetar, dan keringat dingin pun memenuhi keningnya.
Huuk huuk huweek hwekkk
Stella kembali mengeluarkan isi perutnya. Dan Wiki mengejarnya untuk mengurut lehernya.
"Stella lo baik-baik saja?" Kembali Wiki bertanya.
"Lo masuk angin mungkin, gue ijinin sama bos ya?"
Stella menggelengkan kepalanya, bahwa ia yakin dia akan baik-baik saja. Tapii . . .
Bruughh
"Astaga Stella . . . ! Teriak Wiki, "Ratna bantu gue angkat Stella dia pingsan!" Teriak Wiki pada Ratna untuk membantunya.
Stella sudah terbaring diatas ranjang klinik. Wiki bengong menatap Stella dengan sedih. 'Kenapa Stella nggak cerita? Kenapa Stella menutupinya? Padahal sudah dua bulan mereka berteman, apa ia masih tidak mempercainya? Kenapa Stella? Gumam Wiki, matanya berkaca-kaca.
Dengan setia Wiki menunggui Stella sembari memijit-mijit tangannya.
Stella mengerjapkan matanya, ia memandangi langit-langit kamar klinik.
"Aku ada dimana?" Gumamnya pelan, tapi masih di dengar oleh Wiki.
"Stella lo sudah sadar!"
"Aku kenapa Wiki?"
"Tadi lo pingsan, dan gue ijin sama bos untuk membawa lo ke Klinik ini."
"Owhh!"
"Stella! Apa lo sudah check tamu bulanan lo? Apa lo telat?"
Stella mengingat-ingatnya, ya tamu bulanannya memang telat.
"Iya aku telat dua minggu Wiki kenapa?" Jawab Stella dengan polos.
"Astaga Stella lo telat dua minggu, tapi lo tidak ke dokter apa beli test kehamilan gitu tidak?"
Deg
"Maksud mu apa Wik?" Tanya Stella masih tidak mengerti.
"Stella lo hamil sudah dua bulan, makanya lo mual muntah muka elo pucat apa elo tidak merasakan itu semua. Jika itu pertanda lo hamil?"
Apa? aku hamil?
Stella langsung mengingat kejadian dua bulan yang lalu.
'Aku hamil anak Reyneis!" Gumam Stella dalam hati, sembari meraba perutnya yang rata. Matanya berkaca-kaca, lalu bulir air bening itu menetes ke pipinya.
Aku hamil . . . tidak mungkin . . . . Hikzz ibu . . . .
BERSAMBUNG.