Chapter 4 - part 4

Aurora duduk di jendela memangku gitar sambil memejamkan mata menghadap kelangit, menikmati semilir angin yang menerpa wajah manisnya. sambil memetik gitar menyandungkan lagi "bunda"

Kubuka album biru

Penuh debu dan usang

Kupandangi semua gambar diri

Kecil bersih belum ternoda

Pikirku pun melayang

Dahulu penuh kasih

Teringat semua cerita orang

Tentang riwayatku

Kata mereka diriku selalu dimanja

Kata mereka diriku selalu ditimang

Nada-nada yang indah

Selalu terurai darinya

Tangisan nakal dari bibirku

Takkan jadi deritanya

Tangan halus dan suci

Telah mengangkat tubuh ini

Jiwa raga dan seluruh hidup

Rela dia berikan

Kata mereka diriku selalu dimanja

Kata mereka diriku selalu ditimang

Oh, bunda ada dan tiada

Dirimu 'kan selalu ada di dalam hatiku

Pikirku pun melayang

Dahulu penuh kasih

Teringat semua cerita orang

Tentang riwayatku

Kata mereka diriku selalu dimanja

Kata mereka diriku selalu ditimang

Oh, bunda ada dan tiada

Dirimu 'kan selalu ada di dalam hatiku

Sepanjang nyanyian yang keluar dari bibirnya dengan suara yang indah ia membayangkan betapa beruntungnya pengalaman si pembuat lagu, betapa manis setiap lirik dalam lagu itu. Aurora nangis tergugu dalam hati ia menjerit betapa beruntungnya kalian, memiliki kesempatan yang tidak semua orang dapatkan". setelah mengeluarkan segala keluh kesahnya lewat nyanyian aurora memutuskan untuk tidur kembali karna banyak hal yang menunggunya untuk di kerjakan.

***

Tepat pukul 4.30 pagi aurora bangun dari tempat tidurnya. setelah selesai merapikan tempat tidur ia turun kedapur untuk memasak. Memang dirumahnya ada pembantu bahkan satpam tapi sang mama akan murka bila melihat ia hidup tenang dan nyaman.

"pagi bi isyah" sapa aurora sambil membantu bi isyah memasak.

"eh' pagi juga non" balas bi isyah sambil tersenyum tulus. " hari ini masak apa nih ceritanya bi" tanya aurora semangat guna menghibur bi isyah yang sering sedih bila melihatnya.

"biasa non hari ini kita masak nasi goreng, ayam sambel sama tempe orek" semangat bi isyah. "wah wah nanti aku bawa bekal ya bi, ngiler aq banyanginnya" balas aurora sambil nyengir. selesai dari aktivitas memasak, aurora buru buru menyapu rumah dan ngepel lantai takut nyonya besar marah apabila rumah belom di pel pagi hari.

"non, gak usah ntar bibi aja yang kerjain non mandi aja takunya terlambat ke sekolah" pinta paruh baya tersebut. 'gak papa bik, sekalian olah raga pagi biar sehat dan penyakit gak ngumpul', jawab aurora memasang senyum andalannya. "terserah non deh, tapi jangan sampai telat loh' pasrah bi isyah sambil memperingati.

Sambil mengerjakan pekerjaan rumah dengan gelisah aurora melirik jam tangannya takut waktu gk keburu untuk pergi sekolah.

30 menit kemudian  selesai dengan tugasnya langsung bersiap siap untuk pergi sekolah.

Dengan terburu buru aurora turun dari tangga tanpa memperdulikan orang disekitarnya karna saat ini yang di kepalanya jangan sampai ia terlambat karna ada tugas untuk di kumpulkan.

Pukul 7.30 wib aurora tiba di sekolah dengan napas tersengal akibat maraton dadakan yang dibuat dirinya sendiri. Hoho poor you ara, what are you doing now' tanya aurora pada dirinya sendiri. "Heh! Kamu ngapain disitu?' tanya alvaro dengan muka datar mengintimidasi. Dengan gugup aurora menjawab 'eh alvaro, gak ngapa ngapain kok cuma liatin pagar doang' jawab lexy sambil nyengir dia bingung harus bersikap bagai mana di depan seorang alvaro yang penuh dengan kharisma.

Alvaro terus memperhatikan gerak gerik aurora yang keliatan gelisah tak sengaja manik mata mereka bertemu 5 detik, 'deg, jantung alvaro berdetak cepat tidak seperti biasanya dan ia mulai tidak nyaman dengan itu cause this the first and i like it.

Alvaro langsung memutuskan kontak mata dan mencoba untuk terlihat biasa aja setelah melihat reaksi aurora yang salah tingkah mengibaskan rambutnya dan merapikan pakaiannya.

"Kamu udah telat 30 menit, dan itu sudah melewati batas waktu telat yang di sekolah" ujar alvaro sambil melirik jam tangan.

"Maaf Al, kali ini aja kasih aku masuk ya, soalnya hari ini ada ulangan harian dan tugas yang di kumpulkan"kata aurora dengan wajah memohon. "Tidak bisa!! Karna bagaimana pun tidak ada pengecualian buat siswa siswi di sekolah ini dan kami bisa pulang sekarang besok kamu harus datang lebih awal supaya bisa masuk ke kelas" tegas Alvaro mencoba bersikap adil karna jujur saja dia tidak tega untuk membiarkan gadis itu pulang kembali dengan wajah pucat dan luka di beberapa bagian tubuhnya. Alvaro tersentak seakan teringat sesuatu, ia berjalan mendekati aurora bahkan sangat dekat hanya sisa beberapa senti meter saja. "Are you okey ara?' tanya Alvaro bahkan nafasnya yang beraroma mint dan parfumnya mengenai wajah aurora langsung membuatnya terkesiap dan menahan nafas gugup akibat jarak mereka yang begitu tipis. "Hey? Kamu okey?' tanya Al sekali lagi sambil mengelus pipi aurora yang memar. "Eh eh iya aku gak apa apa kok itu udah biasa, santai aja Al" jawab aurora gugup sambil memegang pipinya yang memerah.

" oh baiklah, kalau begitu kamu silahkan kembali kerumah kamu dan datang besok dengan tepat waktu" kata Al final. Sambil menunduk aurora mundur dan berbalik dengan perasaan kecewa pada dirinya sendiri.

Sampai dirumah pun aurora harus merasa sedikit kecewa lagi ,  melihat bagaimana perbedaan kasih sayang yang di berikan oleh orang tuanya terhadap dia. Sambil tersenyum aurora datang kepada ibunya dan mengambil tangannya untuk salam,"pagi ma, mama mau kemana sama papa sama semuanya, tunggu bentar ara siap siap dulu ma". Sambil emosi laurent menampar aurora dan menjambak rambutnya, "eh anak sialan, kamu memang ahli ya merusak mood saya yang lagi bahagia" ujar laurent sambil mendorong aurora dengan kasar dan tidak sengaja keningnya terkena sudut pintu rumah dan berdarah. Sambil meringis memegang dahinya aurora "maaf ma' ucapnya yang hanya di sambut tatapan datar oleh laurent beserta adik dan kakak nya serta papanya. "Hufffft, ini masih pagi masa, sial banget ada drama disini' kata vanya sang adik ceweknya. Dan mereka satu persatu meninggalkan dia sendiri yang masih terduduk di pintu sambil menunduk tidak ada air mata yang jatuh yang ada hanya senyuman manis yang terpatri di wajahnya, entah apa yang sedang di fikirkan sehingga dia tersenyum di situ. Sang kaka lexa saudara kembarnya yang melihat itu mendengus sambil berkata "uda halu hidupnya, gila".