Chereads / The Seven Wolves: The Collateral / Chapter 42 - Star of My Heart

Chapter 42 - Star of My Heart

Usai mengantarkan Dokter Alejandro keluar mansion, Earth kembali ke dalam dengan masih memikirkan kalimat yang diucapkan sebelumnya. Earth memang sedang memikirkan tentang James belakangan ini. Sikap James pada Delilah bukan lagi soal uang. Yang lebih mengejutkan, sewaktu di Miami, James meminta Earth untuk membeli sebuah apartemen mewah di New York. Ketika ditanyakan alasannya oleh Earth, James menjawab ia ingin tinggal di lingkungan yang aman untuk hidupnya. Memangnya di sini tak aman?- pikir Earth.

Belum sampai di kamar tamu tempat Delilah beristirahat, James sudah menghadang Earth.

"Dokter Alejandro sudah pulang diantarkan Grey," ujar Earth memberi laporan. James mengangguk. Ia tampak lebih tenang dari sebelumnya.

"Aku ingin bicara denganmu sebentar." Earth mengangguk lalu mengikuti James ke salah satu sudut kecil tempat santai untuk membaca koran tak jauh dari kamar Delilah.

"Earth, aku ingin kamu kembali ke Miami besok pagi. Aku sudah setuju menjadikanmu sebagai kepala keamanan Arjoona mulai saat ini," ujar James memulai pembicaraan. Earth mengangguk mengerti.

"Lalu bagaimana denganmu, Tuan?"

"Aku baik-baik saja. Grey akan menjagaku. Aku ingin kamu bersama Arjoona dan memastikan keselamatannya setiap saat terlebih dia sudah menjadi pemilik Kim Corp. Lagipula aku akan pindah ke New York, kita pasti akan bertemu lagi." Earth mengatupkan bibirnya dan sedikit menunduk.

"Sesungguhnya aku khawatir padamu. Tadi Dokter Alejandro mengatakan hal yang membuatku makin cemas padamu," ujar Earth setelah diam cukup lama.

"Apa?"

"Katanya, sekarang Tuan... memiliki kelemahan." James sedikit membuka mulut meskipun masih berekspresi dingin.

"Aku tidak lemah, Earth. Aku hanya lepas kendali tadi. Tapi... aku tak merasakan apapun pada gadis itu, jadi kamu tidak usah khawatir," jawab James namun tidak ada ketegasan pada nada bicaranya. Ia seperti ragu dan Earth bisa membacanya. Tapi, Earth tetap tersenyum dan mengangguk.

"Oh ya, jika Grey pulang, katakan untuk membawa Oliver ke rumah sakit. Kita butuh dia untuk bicara, aku yakin dia sedang memasang jebakan untukku."

"Jebakan apa, Tuan?" James menggeleng.

"Mark sudah mati, namun Oliver pasti tau sesuatu. Firasatku mengatakan ada yang salah,. Pencurian di kasino-ku itu bukan kebetulan." Earth diam memperhatikan James dan mengangguk pelan.

"Sebaiknya Tuan istirahat, ini sudah malam." James mengangguk.

"Aku akan menjaga Delilah..."

"Biar Lordes yang melakukannya."

"Tidak, aku baik-baik saja. Pergilah..." James berjalan kembali ke kamar Delilah dengan Earth masih berdiri di tempatnya memperhatikan punggung James menghilang masuk ke dalam kamar.

"Bagaimana jika jatuh cinta malah membuat nyawanya terancam? Apa yang harus aku lakukan untuk melindungimu, Tuan Harristian?" gumam Earth masih melihat ke arah yang sama. Tak lama ia dihampiri Grey yang tiba sehabis mengantarkan Dokter keluarga Belgenza.

"Aku perlu bicara denganmu, Earth!" ujar Grey spontan.

"Aku juga!".

James masuk ke kamar Delilah yang masih belum sadar pasca kejadian yang menghebohkan seisi mansion beberapa jam lalu. Ia masih berdiri menatap Delilah yang tak bergerak. Delilah dipakaikan sweater dan celana hot pants oleh Lordes. Sambil mendekat, James menjulurkan tangan dan meraba kening Delilah. Seperti yang diperingatkan oleh Jeff sebelumnya, demam Delilah mulai tinggi.

James melihat ke seluruh ruangan sebelum kemudian keluar dari kamar dan kembali dengan mangkuk berisi air dan handuk bersih. James membasahi handuk kecil itu lalu melipat dan meletakkannya di atas kening Delilah. James mengompres agar panas Delilah bisa turun karena jika tidak besok ia harus dibawa ke rumah sakit.

James duduk setengah berbaring sambil mengompres kening Delilah. Tak lupa ia menarik selimut agar Delilah tak mengigil kedinginan. James kemudian menghidupkan pemanas ruangan agar Delilah menjadi nyaman.

"Ibu... Ibu..." gumam Delilah sangat pelan. Ia mengigil dan mengingau. Tangannya kemudian meraba apa saja di dekatnya dan sweater James yang ditarik olehnya. James hanya membiarkannya saja dan masih terus mengompres Delilah selembut mungkin.

"Ibu... dingin... peluk aku, Ibu," ujar Delilah dengan suara seperti akan menangis. Ia mengigau dengan tubuh demam tinggi. Sebelah tangan James lalu meraba pipi Delilah dan mendekatkan wajahnya. Ia teringat akan kata-katanya beberapa saat lalu pada Earth.

'Sebenarnya apa yang aku rasakan padamu? Apa yang sudah kamu lakukan padaku, Candy?' tanya James dalam hatinya sambil terus memandang lekat wajah Delilah yang pucat. Delilah terus menarik sweater James sehingga tubuhnya semakin dekat. James kemudian memindahkan handuk untuk mengompres dan memeluk Delilah agar ia tak kedinginan.

"Dingin..."

"Tidurlah, aku akan memelukmu," bisik James lembut sambil memeluk Delilah dalam pelukannya.

"Ibu..."

"Apa kamu kehilangan Ibumu juga sepertiku?" Delilah bergumam tak jelas seakan ia menjawab pertanyaan James. James lalu melepaskan sedikit pelukannya dan menengadahkan kepala Delilah. Matanya sedikit terbuka tapi sepertinya ia tak sepenuhnya sadar yang sudah terjadi.

"Candy..."

"Hmmm..." James menundukkan sedikit wajahnya dan mencium bibir Delilah. Ia mengulum dengan lembut memberikan kehangatan yang tak pernah diberikannya pada wanita lain. Dan mungkin karena sakit dan tak sepenuhnya menyadari, Delilah ikut membalas ciuman lembut itu. James lalu tersenyum dan mencium ujung hidung Delilah usai melepaskan pagutan bibirnya.

"Aku akan membawamu kemanapun aku pergi, Candy," bisik James menempelkan hidungnya pada tulang pipi Delilah. Gadis itu sudah tertidur lagi dan James memeluknya sampai pagi.

Seperti permintaan Earth, Grey yang kini menggantikan posisinya, tak mau mengganggu James pagi-pagi. Ia memilih untuk menunggu Tuannya bangun dengan sendirinya, terlebih seisi mansion tau jika James sedang merawat Delilah.

Delilah membuka matanya perlahan dengan tubuh lemas dan tenggorokan kering. Demamnya sudah turun karena James memeluknya semalaman. Begitu ia bangun, Delilah mencoba bergerak dalam pelukan James dan itu membuatnya terbangun.

"Kamu sudah bangun?" tanya James dengan nada rendah dan lembut. Delilah memilih tak menjawab, ia diam saja tak memiliki tenaga untuk melawan James.

"Demammu sudah turun," sambung James lagi saat meraba kening Delilah dengan telapak tangannya.

"Tapi kamu masih pucat." Tangan James memegang pipi Delilah dan terus memandangnya.

"Aku haus..." ujar Delilah nyaris berbisik. James mengangguk lalu melepaskan pelukannya dan sedikit berbalik.

"Sebentar akan kuambilkan air." Ia berjalan ke salah satu meja di kamar itu dan menuangkan segelas air lalu membawanya pada Delilah. James membantu Delilah duduk untuk meminum airnya perlahan. Ia bahkan menyeka sisa air di sudut bibir Delilah dengan jarinya.

"Apa sudah lebih baik?" tanya James lagi.

"Kenapa kamu melakukan itu padaku?" tanya Delilah dengan wajah sedih. James tertegun melihat Delilah tengah berpikir yang mana yang ia maksudkan. Jadi ia masih diam saja memandang wajah gadis itu.

"Jika kamu ingin membunuhku lakukan saja segera. Kenapa melemparku seperti itu?" tambah Delilah lagi.

"Aku tidak ingin membunuhmu," jawab James dengan tenang.

"Kamu sudah membunuh Ayahku dan aku tak bisa membayar uangmu. Jadi ambil saja nyawaku." James sedikit berbalik dan meletakkan gelas yang dipakai Delilah ke atas sebuah meja kecil di dekat ranjang.

"Aku sudah bilang kalau bukan aku yang membunuh Ayahmu. Lagipula kamu kan bisa membayarnya dengan cara lain. Jika aku membunuhmu, aku takkan mendapatkan apapun," jawab James kembali pada sifatnya. Delilah kembali bersedih. Ia merasa, James sengaja menyelamatkannya agar bisa menyiksanya lagi.

"Apa yang kamu inginkan dariku, Tuan J?" James menaikkan ujung bibirnya tersenyum licik.

"Aku sudah pernah bilang kan. Kamu hanya perlu jadi bonekaku, kamu hanya perlu menyerahkan tubuhmu padaku. Aku akan menghapuskan utang-utangmu dan melepaskan Kakakmu, bagaimana?" airmata Delilah menetes mendengar kejamnya James memperlakukannya saat ini. Delilah tak lebih hanya sebagai alat tukar hutang dan kesenangan seorang pria gila bernama James Belgenza.

"Kamu benar-benar pria kejam, Tuan J!" Delilah menyumpahi James dengan sisa tenaganya. Kepalanya masih berputar dan tak sanggup melakukan lebih daripada itu untuk melawan James. James tersenyum tipis.

"Jika kamu bisa berkata seperti itu. Itu artinya kamu sudah mulai sembuh," balas James tersenyum lalu memegang kedua bahu Delilah dan mendorongnya kembali berbaring.

"Istirahatlah, nanti kita bertengkar lagi. Aku harus bekerja, hhmm!" ujar James dengan santai mencium kening Delilah dan berdiri dari ranjang. Delilah memandang heran dengan pipi merona di wajahnya yang pucat pada James yang keluar dengan santai dari kamar tersebut.