Chereads / Something in the past / Chapter 3 - Gagal bunuh diri

Chapter 3 - Gagal bunuh diri

" Pergilah!" kataku.

"Apa begini caramu menghadapi masalah?" sahutnya.

"Apa urusanmu?" Pria itu mendekati pembatas atap, lalu melihat ke bawah.

"Jika kau ingin mengakhiri hidupmu. Aku rasa gedung ini tidak cukup tinggi. Di sana, di gedung tinggi sana. Itu akan membunuhmu dengan sekali lompatan. Mau aku antar?" katanya, menunjuk gedung pencakar langit dengan jadi telunjuknya. Aku mendengus pendek, dan berkata, "Apa kau meledekku?". Pria itu hanya mengangkat bahunya.

Aku berubah pikiran, aku harus menghadapinya. Aku melangkah turun, tiba-tiba kakiku menginjak paku yang ada di pembatas itu.

"Aaa! Tolong aku!" teriakku. Aku terjatuh ke bawah. Bukan lantai gedung! Tetapi sebaliknya. Aku memegang pembatas dengan sekuat tenaga. Refleks, pria itu langsung menahan kedua tanganku.

"Bertahanlah, jangan panik, dan jangan lihat ke bawah," perintah. Aku tidak bisa mencerna perkataan itu dengan baik. Aku panik, dan mataku terus tergoda untuk melihat ke bawah. Kakiku kaku, tanganku gemetar.

"Siapa namamu?" tanyaku, dengan nada suara yang tinggi. Tangan kiri pria itu memegang lengan kananku, lalu dilanjut dengan tangan kanannya yang memegang lengan kiriku.

"Been! Namaku Been! Beenzino!" jawabnya dengan nada yang sama, agar aku bisa mendengarnya. Dia mengangkat lengan kiriku. Aku mengangkat kaki kiriku, lalu menempelkannya ke tembok pembatas. Bersamaan dengan Been yang menarik lengan kananku, aku menarik tubuhku ke atas.

Aku selamat. Spontan, aku memeluk Been. Pria itu tertawa, sambil mengusap rambut panjangku. Aku melepaskan dekapan itu. Aku menatapnya lamat-lamat.

"Terima kasih," ucapku. Sambil tersenyum, pria itu berkata, "Lain kali kalau mau bunuh diri, diskusikan dulu dengan lingkungan sekitar. Lihatlah, gedungnya sangat pendek. Itu tidak akan membunuhmu, malah akan membuatmu semakin menderita." Aku menunduk. Pria itu berjalan, meninggalkanku. Aku bisa melihat punggungnya dari belakang. Tubuh yang bagus.

Been membalikkan badannya. Menatapku lamat-lamat, lalu berkata "Apa kita bisa berteman?"

Mendengar perkataannya dahiku mengerut,