Chereads / Adore You / Chapter 54 - Chapter 54: Kembali bersama

Chapter 54 - Chapter 54: Kembali bersama

Audi sedang menunggu Kenzie di depan rumahnya. Mereka sudah merencanakan untuk berangkat ke sekolah bersama-sama. Tak lama kemudian, Kenzie muncul bersama sepeda motornya.

"Udah nunggu lama? Maaf ya, tadi ada sedikit masalah di rumah," ucap Kenzie.

Audi mengangguk. "Nggak kok. Gue juga baru banget siap."

"Yuk berangkat."

Perlahan motor Kenzie sudah menjauh dari rumah Audi. Setelah memastikan jika Kenzie dan Audi sudah menjauh, Alex langsung menyalakan sepeda motor dan menancapkan gas menuju sekolah.

Audi dan Kenzie berkendara dengan kecepatan rata-rata. Mereka ingin menikmati waktu bersama. Mereka juga ingin memperlambat waktu agar terus bisa bersama-sama.

"Kok lama banget sih sampai di sekolahnya?" tanya Audi dengan menatap Kenzie dari kaca spionnya.

Kenzie tertawa kecil. "Gue sengaja lama-lama supaya kita bisa terus bersama."

"Ih, gombal."

"Nggak gombal. Gue beneran kangen sama waktu kita yang dulu. Gue juga kangen sama semua surat yang lo kirim dulu, bahkan sampai sekarang masih gue simpen."

Audi mengerutkan dahinya. "Beneran masih lo simpen?"

Kenzie mengangguk. "Dari empat tahun yang lalu juga gue masih simpen semua."

"Buang aja ah, isinya juga cuma kata-kata alay."

"Nggak mau, biar nanti bisa jadi cerita untuk anak-anak kita nanti," ucap Kenzie.

Refleks Audi langsung memukul pundak Kenzie dengan pelan. "Sekolah dulu yang bener! Kuliah aja belum."

Kenzie tersenyum. "Siap laksanakan!"

***

Pukul setengah tujuh tepat mereka sudah sampai di sekolah. Lima belas menit lagi, gerbang sekolah akan ditutup. Kenzie mengantarkan Audi hingga sampai di depan kelasnya.

"Semangat ya belajarnya. Belajar yang pinter supaya bisa ngajarin anak-anak kita nanti," ucap Kenzie lalu tertawa.

Audi memelototi Kenzie. "Ih! Gombalnya gitu banget. Nggak malu kalau di dengar orang?"

"Ngapain malu?"

"Udah-udah, gue mau masuk kelas dulu."

"Gue nggak disemangatin nih?" tanya Kenzie.

Audi menghela nafasnya. "Iya, semangat belajar ya."

Kenzie tersenyum. "Oke, nanti pulang sekolah tunggu gue, ya."

Audi mengangguk lalu masuk ke dalam kelas.

Tak jauh dari posisi Audi tadi, Alex berdiri di belakang pintu kelas dan mendengar semua ucapan Audi dan Kenzie. Hati Alex merasa sangat panas. Namun karena Kenzie sumber bahagia Audi, dirinya bisa apa?

"Lo udah sampai daritadi?" tanya Audi yang terkejut melihat Alex di belakang pintu kelas.

"Iya, gue tadi mau buang sampah. Eh ternyata ada lo sama Kenzie di depan," jawab Alex.

"Terus kenapa nggak jadi buang sampah?"

Alex bingung harus menjawab apa. "Emm, nggak enak aja ada kalian disitu terus gue lewat bawa sampah."

"Oh...."

Pelajaran berlangsung sangat lama bagi Audi. Sedari tadi ia hanya memainkan bolpoin yang ada di tangannya. Penjelasan guru yang ada di depan kelas tidak bisa diterims oleh Audi. Pikirannya tertuju pada Kenzie.

"Jangan ngelamun, nanti lo ditunjuk gantiin Bu Siti di depan kelas, mau?" bisik Alex.

Audi menatap Alex sekilas lalu memperbaiki duduknya dan menatap lurus ke arah papan tulis.

***

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Audi sedang menunggu Kenzie yang sedang berlatih basket di lapangan. Audi memperhatikan Kenzie dengan sangat jeli. Bagi Audi, melihat Kenzie memainkan bola basket di tengah lapangan adalah hal yang paling terindah.

"Lo nggak pulang?" tanya Alex.

Audi menggeleng. "Lo duluan aja. Nanti gue balik sama Kenzie."

"Beneran?"

"Iyaaa, jangan khawatirin gue. Gue udah besar."

Mendengar jawaban Audi, Alex langsung diam dan mengalihkan pandangan. Ucapan Audi sukses membuat hatinya mencelos.

"Yaudah," jawab Alex lalu pergi.

Satu jam telah berlalu. Kini latihan basket sudah selesai. Kenzie berjalan ke arah Audi yang duduk di depan kelas. Dengan sigap, Audi langsung memberikan sebuah air mineral ke arah Kenzie.

"Udah lama nunggunya? Maaf jadi bikin lo nunggu kayak gini," ucap Kenzie.

"Halah, nggak apa-apa kok. Lagian gue juga suka kalau disuruh nungguin lo," jawab Audi.

Kenzie menatap Audi bingung. "Kenapa gitu? Lo suka sama basket?"

Audi menggeleng.

"Lah terus apaan?"

"Suka kalau lihat lo main basket di tengah lapangan. Apalagi lihat lo keringetan kayak gitu. Gantengnya semakin nambah."

Kenzie terkekeh mendengar ucapan Audi. "Udah mulai bisa gombal, ya?"

Audi menepuk pundak Kenzie pelan. "Nggak gombal. Udah ah, ayo pulang."

****

Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Audi segera turun ke lantai dasar rumahnya untuk makan malam. Di meja makan, sudah terlihat Sefan dan Lina.

"Lho kak? Mana Alex?" tanya Audi bingung.

Lina mengangkat kedua bahunya. "Kakak juga nggak tau. Daritadi dia nggak keluar kamar. Coba kamu samperin, gih."

Audi mengangguk lalu berjalan menuju kamar Alex. Di depan kamar Alex tidak terdengar apapun. Tangan Audi terangkat untuk mengetuk pintu itu, tetapi ia ragu. Tak lama kemudian, pintu kamar itu terbuka dan ada Alex di hadapannya sekarang.

"Lo ngapain disini?" tanya Alex.

Audi gelagapan. "Em, anu. Disuruh Kak Lina makan malam."

"Oke," jawab Alex cuek.

Selama makan malam, Alex bersikap acuh kepada Audi. Mereka sudah tidak saling bicara dan tidak sedekat dulu. Dahulu mereka sangat dekat, tetapi sekarang seperti ada tembok yang membatasi keduanya.

***

Hari demi hari telah terlewati. Alex dan Audi sudah jarang mengobrol seperti dulu. Bahkan mereka juga tidak sering bertemu walaupun tinggal di dalam rumah yang sama.

Audi menatap jam dinding, ternyata sudah jam sembilan pagi. Ia bergegas menuruni tangga dan mengambil sarapan. Di meja makan ada Alex disana.

"Lo marah sama gue?" tanya Audi dengan menatap Alex.

Alex menoleh ke arah Audi. "Marah? Kenapa?"

"Ya nggak tau. Gue ngerasa sikap lo berbeda sejak gue sama Kenzie dekat lagi."

"Nggak kok, gue tetap sama," jawab Alex.

Audi menatap mata Alex. "Nggak. Lo berubah, Lex. Bahkan lo jarang ngajak ngobrol gue dan nggak memberi perhatian kayak dulu lagi."

"Ya gimana, lo udah ada Kenzie dan seharusnya dia yang ngasih perhatian lebih sama lo. Gue juga nggak mau Kenzie salah sangka sama gue. Udahlah, jangan dibesar-besarin masalah kayak gini."

Ucapan Alex tadi berhasil mencabik-cabik hati Audi. Ia merasa hatinya tidak karuan. Audi hanya bisa menatap Alex yang berjalan menuju kamarnya lalu menghilang dibalik pintu.

Audi duduk di taman rumahnya. Ia melihat suasana sekitar yang hijau ditumbuhi pepohonan dan bunga.

"Kenapa sikap lo berubah? Apa lo nggak senang kalau gue bahagia? Apa lo mau gue sedih terus?" ucap Audi dengan dirinya sendiri.

Sementara dibalik pintu ruang tamu, Alex berdiri dan memasang telinga setajam mungkin. Ia bisa mendengar suara Audi seperti orang yang menahan tangisnya. Alex bingung harus menyikapi semua ini seperti apa.

"Sebenarnya lo tuh suka sama gue atau nggak, sih? Gue menjauh lo merasa kehilangan. Sebenarnya ini gimana sih?" gerutu Alex lalu berjalan meninggalkan ruang tamu.