Matahari pagi mulai menusuk masuk ke dalam kamar Audi, ia membuka selimut dengan malas. Badan Audi kembali merasakan demam, ia sedih karena pasti tidak diperbolehkan masuk sekolah hari ini.
Sefan membuka kamar Audi, ia melihat adiknya yang sedang duduk sembari memegangi kepalanya. Audi menatap Sefan yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Lo sakit lagi? Kita ke rumah sakit aja ya," ucap Sefan dengan khawatir.
"Nggak usah, kak. Gue mau sekolah ya? Please izinin gue sekolah," jawab Audi dengan memohon. Namun permohonannya gagal, Sefan menggelengkan kepala dan menandakan jika Audi harus tetap dirumah.
"Nggak boleh, lo istirahat aja," sahut Alex dari arah pintu.
"Gue kan kangen sama sekolah, masa nggak boleh ke sekolah sih? Nggak asyik banget."
"Jangan gitu, nanti kalau lo sakit kita semua khawatir. Gue nggak mau lo kenapa-napa," ucap Alex dengan tersenyum kecil.
"Iya, benar kata Alex. Udah kamu dirumah aja ya."
Hari mulai menjelang siang, Audi sangat bosan berada di rumah. Ia hanya melihat film lewat layar laptopnya, Audi tidak tahu harus beraktivitas apa lagi.
Sementara itu, Alex berada di sekolah yang sudah ramai dengan murid-murid. Alex berjalan menuju kelasnya, ia duduk di bangku dan merasa kesepian karena tidak ada Audi disini. Alex menatap ke arah Riza yang mendekat ke arah Alex.
"Temen lo mana? Kok nggak kelihatan? Udah habis ya umurnya?" tanya Riza dengan tersenyum simpul.
"Maksud lo apa ngomong kayak gitu? Nggak tahu sopan santun?" jawab Alex.
"Kan bener, udah bagus gue tanya kabar dia."
"Audi nggak butuh teman kayak lo! Sampah!" ucap Alex dengan keras lalu pergi meninggalkan Riza sendirian di dalam kelas.
Riza membalikkan tubuhnya menghadap pintu kelas, ia menatap Alex yang berjalan menjauh dari kelas. Tangan Riza mengepal dengan kuat, ia tidak terima dengan ucapan yang keluar dari mulut Alex tadi.
"Lo lihat aja nanti, Audi nggak bakal bisa bahagia selagi masih ada gue dan Aura," gumam Riza.
Bel istirahat berbunyi, Alex terus melihat ke arah Riza yang sedang tertawa bersama Aura. Ia masih tidak terima karena Audi dijelek-jelekkan oleh Riza. Alex ingin menjadi tameng Audi, ia ingin selalu melindungi Audi dari bahaya apapun.
"Ngapain lo lihatin kita? Nggak pernah lihat cewek cantik ya?" tanya Aura dengan menatap ke arah Alex tajam.
"Cewek cantik? Siapa?" jawab Alex.
"Ya kitalah, siapa lagi emangnya," jawab Riza ketus.
"Sorry to say, masih cantikan Audi daripada lo pada. Lagipula Audi berhati baik, nggak kayak lo berdua yang berhati busuk." Alex puas telah mengatakan ini, ia berdiri dan berjalan keluar dari kelas.
Kenzie mendekat ke arah Alex yang sedang duduk sendirian di kantin, ia ingin bertanya tentang keadaan Audi.
"Gimana keadaan Audi? Dia baik-baik aja, kan?" tanya Kenzie sembari menatap Alex.
"Ngapain lo tanya tentang Audi? Lo nggak puas udab bikin dia menderita?" jawab Alex dengan kesal.
"Gue tau, tapi gue masih sayang sama dia."
"Halah omong kosong, kalau lo sayang sama dia nggak seharusnya lo ninggalin dia dan nyakitin dia kayak gini," balas Alex.
"Gue ninggalin dia juga ada alasannya kok," bantah Kenzie.
"Apa?"
"Nggak bisa gue jelasin disini, yang pasti gue ngelakuin itu demi kebaikan Audi. Gue nggak ingin dia kenapa-napa," ucap Kenzie.
"Terserah lo," kata Alex lalu pergi meninggalkan kantin.
Jam menunjukkan pukul empat sore, Audi sedang duduk di taman rumahnya sembari menikmati segelas teh dan biskuit. Kondisi tubuh Audi sudah jauh lebih mendingan daripada tadi, ia tidak sabar menunggu hari esok karena kembali ke sekolah.
"Senyum-senyum aja," ucap Alex lalu duduk di sebelah Audi.
"Iya dong, gue kan udah sembuh. Jadi tandanya, gue besok boleh pergi ke sekolah," jawab Audi dengan antusias.
"Buru-buru banget sih mau sekolah lagi, emangnya ada apaan di sekolah?"
"Gue semangat karena bisa lihat Kenzie lagi, udah lama nggak ketemu sama dia. Jadi kangen," kata Audi dengan tersenyum lebar.
Alex terdiam, telinganya seolah memutar kembali ucapan yang baru saja keluar dari mulut Audi. Ia tersenyum kecil, andai saja Alex yang ada di posisi Kenzie.
"Kok ngelamun sih?" tanya Audi.
"Eh, nggak kok. Segitu cintanya lo sama Kenzie?"
"Iya, walaupun dia udah nyakitin gue tapi perasaan ini menolak untuk hilang. Gue juga nggak tau kenapa, tapi nggak apa gue bisa mencintai dia dari jauh," jawab Audi.
"Andai aja," ucap Alex tanpa sadar.
"Andai kenapa?"
"Nggak kok, tadi salah ngomong. Gue masuk dulu ya," ucap Alex lalu berjalan masuk ke dalam rumah. Ia tidak ingin membuat Audi merasa curiga atas sikapnya tadi.
****
Hari ini adalah hari yang sangat ditunggu oleh Audi, ia tidak sabar untuk segera sampai di sekolah. Audi juga tidak sabar untuk bertemu dengan Kenzie, ia sangat merindukan Kenzie.
Alex menatap Audi dari kaca spion, ia tampak sangat bahagia dan menikmati perjalananan pagi ini. Senyum di bibir Alex mengembang, ia senang karena Audi bahagia walau bukan karena dirinya.
"Yuk ke kelas," ucap Audi dengan semangat.
"Iya tunggu, gue mau nyimpen helm dulu," jawab Alex sembari meletakkan helm. "Semangat banget sih," sambung Alex.
"Iya dong, gue udah kangen sekolah."
Alex dan Audi berjalan berdampingan hingga sampai di depan kelas, mereka memasuki kelas yang masih sepi itu. Pandangan mata Audi tertuju pada Riza yang menatapnya tajam, Audi tidak tahu apa arti tatapan Riza itu. Tapi yang jelas, tatapan itu sangat mengganggu Audi.
"Kenapa lo natap gue kayak gitu?" tanya Audi dengan santai.
"Idih pede banget lo, siapa juga yang natap lo? Lagipula ngapain juga, cantik juga nggak," jawab Riza.
Audi terdiam, kata-kata itu berhasil menusuk tajam ke dalam hatinya. Ia tidak menyangka jika Riza bisa mengatakan hal seperti ini kepada Audi, apakah Riza sangat membenci Audi?
"Eh, Audi udah masuk lagi nih," sahut Aura yang tiba-tiba ada di depan kelasnya.
"Iya nih, semakin nggak sabar buat gue ngehancurin kehidupannya," ucap Riza lalu tersenyum licik.
"Apa maksud lo, Riz?" tanya Audi.
"Jangan pura-pura bodoh deh, gue udah nggak suka lagi sama lo. Benci malahan, jadi gue ingin lo pergi dari sekolah ini!" jawab Riza dengan menatap Audi tajam.
"Lo udah lupa sama persahabatan kita?"
"Iya, gue udah lupain semuanya. Gue benci sama lo!" bentak Riza lalu pergi.
Audi terduduk diam di bangkunya, bibirnya tak lagi bisa berkata. Ia sangat sakit hati dengan ucapan Riza, Audi tidak tahu alasan mengapa Riza sangat membenci dirinya? Apakah Audi telah melakukan kesalahan yang membuat Riza sakit hati?