Audi berdiam diri di kamarnya, ia sedang tidak ingin keluar. Audi menikmati akhir pekan di balkon kamarnya, ia sibuk melepas buket bunga dan menaruh bunga itu di dalam vas yang berisi air. Audi tidak ingin bunga itu mati, bunga itu terlalu cantik jika nantinya akan mengering.
Alex sedang melukis di taman rumah Audi, ia menatap ke arah balkon kamar Audi. Ia melihat Audi yang sedang asyik memindahkan bunga ke dalam vas, Alex mempunyai ide untuk melukis wajah Audi.
"Lo ngapain ngelukis disitu?" tanya Audi dengan menatap Alex.
"Biarin dong, ini kan tempat umum." Jawaban Alex itu sukses membuat Audi kesal, ia mengepalkan tangannya dan menatap Alex tajam. Audi ingin menghampiri Alex dan memukul pundaknya dengan keras.
"Lo lagi ngelukis apa?" tanya Audi sembari duduk di sebelah Alex.
"Ngelukis lo," jawab Alex.
"Hah? Ngapain ngelukis gue? Buat nakutin curut?"
"Nggaklah, gue cuma ingin aja. Memangnya nggak boleh?" tanya Alex dengan menatap Audi.
"Ya nggak apa sih," jawab Audi.
Audi asyik melihat Alex yang sangat profesional dalam melulis, sesekali senyumnya mengembang dengan sendirinya. Alex mulai merapikan lukisannya, dan jadilah lukisan indah berwajah Audi.
"Nih, lo pajang di kamar," ucap Alex lalu merapikan alat-alat lukisnya. Audi tersenyum dan melangkahkan kaki pergi menuju kamarnya sambil membawa lukisan itu.
Hari mulai malam, Audi mengerjakan tugas bahasa inggris yang harus dikumpulkan besok. Ia mengerjakan tugas itu dengan teliti, fokus Audi pecah ketika ponselnya berbunyi. Audi menatap layar ponselnya, ada panggilan masuk dari Kenzie tetapi Audi enggan untuk menjawabnya.
Kenzie menekan tombol panggil beberapa kali, ia menggebrakkan meja belajarnya. Kenzie kesal ketika panggilan itu tak kunjung terjawab, ia memilih untuk tidur dan melupakan kekesalannya.
****
Audi berangkat pukul enam pagi seperti biasanya, Alex berjalan disamping Audi untuk sampai di kelasnya. Di depan kelas, sudah terlihat Kenzie yang sedang menunggu seseorang. Kenzie tersenyum ketika Audi berjalan mendekat ke arahnya.
"Bisa ngomong sebentar?" tanya Kenzie dengan menatap Audi.
"Hm," jawab Audi singkat.
"Bunga yang kemarin udah lo terima?" ucap Kenzie. Audi mengangguk, dugaannya tidak salah. Bunga itu benar dari Kenzie.
"Itu bunga buat apa?" tanya Audi.
"Nggak apa, hitung-hitung permintaan maaf gue. Gue udah dimaafin kan?" tanya balik Kenzie. Audi hanya diam, ia tidak ingin menjawab pertanyaan Kenzie yang belum bisa ia putuskan.
Audi masuk ke dalam kelasnya tanpa menjawab pertanyaan Kenzie, ia belum bisa memutuskan untuk memaafkan Kenzie atau tidak. Audi masih kesal dengan perbuatan Kenzie yang seperti anak kecil, suka memukul sesuka hatinya.
Bel istirahat berbunyi, Audi tidak sengaja bersenggolan bahu dengan Aura. Ia memegangi pundaknya yang sakit, sementara Aura menatapnya tajam. Aura sangat tidak suka dengan Audi, karena Audi telah merebut perhatian Kenzie.
"Dasar lemah, gitu aja sakit," ucap Aura.
"Apaan sih? Nggak capek nyari ribut mulu sama gue? Kemarin lo kemana? Sengaja pulang kan? Biar nggak jalanin hukuman. Dasar pengecut," balas Audi dengan tersulut emosi.
"Gue nggak pulang kok," jawab Aura sensi.
"Bohong aja terus," ucap Audi. "Daripada gue ngurusin orang nggak jelas, mending gue ke kantin."
Suasana kantin sudah sangat ramai, banyak siswa maupun siswi yang menikmati jam istirahat dengan teman-teman. Audi duduk disamping Alex yang sedang memakan batagor, ia tidak memesan makanan apapun. Audi tidak sedang ingin makan, nafsu makannya hilang ketika mengingat tentang Aura.
Audi bingung ketika semua mata yang ada di kantin menatap dirinya, apakah ada yang salah dengan penampilan Audi?
"Eh Audi, benar lo ngejar-ngejar Kenzie dan ngerebut Kenzie dari Aura?" tanya salah satu seorang teman se-angkatan Audi.
"Nggak kok. Lo dapat info dari mana?" tanya Audi bingung sekaligus cemas.
"Dari Aura sendiri, dia tadi bilang di depan mading. Banyak anak-anak disana." Audi langsung berlari menuju mading, Alex mengikuti langkah kaki Audi.
Di depan mading sudah ramai dengan anak-anak SMA Vla, semua murid menatap Aura serius. Mereka sibuk mendengarkan ocehan Aura yang tidak benar, Audi berjalan mendekat ke arah mereka dan semua menjadi hening seketika.
"Lo ngapain? Nyebarin berita yang nggak benar? Mau lo apa sih, Ra?" tanya Audi dengan emosi yang sudah memuncak.
Aura tersenyum sinis. "Halah, jujur aja. Lo kan emang ngejar-ngejar Kenzie? Selama empat tahun ini, kan? Lo pikir gue nggak tahu?" tanya Aura sembari menatap Audi tajam. Audi membalas tatapan Aura, darimana dia bisa tahu jika Audi mencintai Kenzie selama empat tahun ini?
"Apa?"
"Kenapa? Lo nggak bisa jawab kan? Kalau lo diam, itu tandanya benar," ucap Aura dengan senyum kemenangan.
Audi tidak merespon, ia langsung menjauh dari tempat itu. Alex yang semula menatap Aura tajam, kini berlari mengikuti langkah kaki Audi. Ia tahu bagaimana perasaan Audi, pasti Audi merasa sangat malu dan terpukul. Rahasia yang dijaganya selama ini bisa terbongkar begitu saja.
"Kalau mau nangis, di pundak gue aja," ucap Alex.
"Makasih ya, lo selalu ada disaat gue butuh," jawab Audi lalu menyandarkan kepalanya ke pundak Alex. Air matanya jatuh dengan deras, ia malu dengan anak-anak SMA Vla.
Bel pulang sekolah berbunyi, Audi menunggu keadaan sekolah sepi. Ia tidak ingin ditanya oleh semua murid saat berjalan melewati kooridor, matanya sembab dan hitam. Alex tidak tega melihat Audi seperti ini, hatinya hancur.
Kenzie berjalan mendekat ke arah kelas Audi, ia ingin menanyakan tentang gosip yang beredar. Apakah benar Audi yang menulis semua surat yang selalu didapat Kenzie selama empat tahun terakhir ini?
"Audi, gue mau ngomong sebentar," ucap Kenzie dengan menatap Audi.
Audi hanya pasrah, ia berjalan keluar kelas. Audi siap jika Kenzie merasa jijik padanya. "Mau tanya apa?" ucap Audi menunduk.
"Gosip yang beredar itu benar?" tanya Kenzie.
"Lo percaya sama gosip gituan? Lagian itu yang bikin calon tunangan lo, Aura. Lo tahu kan dia nggak suka sama gue, jadi mungkin aja dia nyebarin fitnah," jawab Audi berbohong. Ia tahu berbohong itu dosa, tetapi keadaannya sangat mendesak.
"Gue nggak tahu harus percaya sama siapa. Tapi kalau dipikir lagi, mungkin Aura ada benarnya juga. Katanya lo suka sama gue empat tahun, dan selama empat tahun ini gue selalu dapat surat misterius. Gue juga nggak tahu pengirimnya siapa."
Audi hanya diam, ia tidak merespon ucapan Kenzie. Keringatnya bercucuran deras, lalu berjalan masuk ke dalam kelas dan mengajak Alex pergi. Kenzie menatap punggung Audi yang menjauh dari pandangannya, ia tidak tahu siapa yang benar disini.
"Tingkah laku lo membuat gue curiga, Audi. Jika benar itu lo, kenapa nggak jujur aja sama gue?" ucap Kenzie lalu pergi.