Audi sedang di periksa oleh dokter, kaki Sefan seolah tak berhenti bergerak. Sefan takut akan keadaan adiknya itu, ia mengirim pesan singkat kepada kedua orang tuanya.
Kenzie melajukan motornya menuju rumah sakit terdekat dari sekolah, ia berharap semoga Audi dalam keadaan baik-baik saja. Kenzie memarkirkan motornya dan berlari menuju resepsionis, tetapi nama Audi tidak ada.
"Masa nggak ada sih, mbak? Coba cari lagi deh," ucap Kenzie sambil mengusap keringatnya yang menetes.
"Oh, atas nama Claudia ada mas. Sedang ditangani dokter di ruang UGD," jawab resepsionis dengan ramah. Kenzie langsung berlari mencari ruang UGD, di sana terlihat Sefan yang sedang gelisah.
"Bang, gimana keadaan Audi? Apa dia baik-baik aja?" tanya Kenzie dengan khawatir.
"Gue nggak tau, lagi di periksa sama dokter," jawab Sefan sembari memegangi dahinya yang terasa pusing.
Kenzie duduk dengan berharap cemas, ia tidak henti memanjatkan doa untuk Audi. Sefan mencoba menenangkan mamanya, ia tidak ingin mamanya larut dalam kesedihan. Setelah menunggu selama tiga puluh menit, akhirnya dokter keluar dari ruang UGD.
Sefan dan kedua orang tuanya menemui dokter, Kenzie memandangi Audi dari jendela kamar. Audi masih tidak sadarkan diri, Kenzie menunggu kabar dari Sefan. Tak lama kemudian, Sefan dan kedua orang tuanya keluar dari ruangan dokter.
"Gimana keadaan Audi kak?" tanya Kenzie dengan menatap Sefan.
"Dia nggak apa-apa, cuma kena tifus aja," jawab Sefan yang membuat Kenzie bisa bernafas lega, ia bersyukur karena keadaan Audi tidak terlalu parah.
Kenzie menatap Audi dari pintu kamar rumah sakit, ia belum berani menjenguk Audi. Kenzie takut jika Audi bertemu dengannya malah membuat Audi semakin sakit, ia hanya menitip sebuah surat berwarna putih kepada Sefan lalu bergegas pergi dari rumah sakit.
Audi membuka matanya secara perlahan, ia merasakan pusing di kepalanya. Sefan membantu adiknya untuk duduk, lalu memberikan segelas air putih kepada Audi. Sefan tidak tega melihat adiknya seperti ini, ia tahu jika Kenzie adalah penyebab utamanya.
"Lo udah mendingan?" tanya Sefan dengan menatap Audi, lalu Audi mengangguk.
"Maaf ya, Audi udah ngebuat kalian repot," ucap Audi lalu menatap kedua orang tuanya dan kakaknya secara bergantian.
"Nggak apa-apa sayang, kamu istirahat ya," jawab mama Audi dengan mengusap rambut lebat milik Audi.
Sefan membuka dompetnya, ia mengeluarkan surat putih yang dititipkan Kenzie untuk Audi. Awalnya, Sefan tidak ingin memberikan surat itu namun ini adalah amanah yang harus disampaikan. Audi menatap Sefan aneh, lalu menerima surat itu.
"Ini dari siapa, kak?" tanya Audi kebingungan.
"Dari Kenzie, coba lo buka dan baca," jawab Sefan lalu membuka perekat yang ada di surat itu.
Audi membuka surat itu, di dalamnya berisi surat dan sebuah gelang berwarna merah muda. Ia membaca surat itu dari awal sampai akhir, isi surat itu adalah Kenzie mengutarakan permintaan maafnya kepada Audi lalu berjanji pada Audi akan menyampaikan suatu hal yang lalu.
Audi memasangkan gelang itu ke tangannya, gelangnya bagus dan lucu. Audi berharap Kenzie akan mengutarakan perasaan padanya, kemudian ia mengirim pesan singkat kepada Kenzie.
Ponsel Kenzie bergetar tanda pesan masuk, ia segera membuka dan ternyata itu adalah pesan dari Audi. Kenzie sangat senang karena Audi memperbolehkan Kenzie menjenguknya, ia mengambil sebuah tas kecil dan berangkat menuju rumah sakit.
"Isi suratnya apaan?" tanya Sefan lalu mendekat ke arah Audi.
"Kepo deh," jawab Audi mengejek kakaknya itu.
"Gitu ya? Untung aja tadi lo langsung gue bawa kesini, kalau nggak mungkin lo," ucapan Sefan terpotong oleh ucapan mamanya, lalu Sefan menatap Audi kesal.
"Audi, kamu makan dulu ya?" kata papa Audi dengan memberikan makanan ala rumah sakit.
"Nggak mau ah, nggak ada rasanya," jawab Audi.
"Ayo dong, kalau nggak makan kapan lo mau sembuh? Cepetan makan," ucap Sefan dengan menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulut adiknya, lalu dengan terpaksa Audi membuka mulutnya dan menelan makanan itu.
Audi menonton televisi yang ada di kamar inap-nya, ia menunggu Kenzie datang menjenguknya. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi Kenzie belum datang juga. Tak lama kemudian, ada yang mengetuk pintu kamar Audi, ia berharap itu adalah Kenzie.
Kenzie memasuki kamar Audi dan membawa sekotak buah-buahan segar, Sefan menatap Kenzie tajam seolah isyarat agar tidak membuat kondisi Audi semakin drop.
"Lama banget sih," protes Audi dengan memanyunkan bibirnya, lalu Kenzie tertawa kecil melihat ekspresi Audi yang kesal.
"Maaf, tadi gue beli buah dulu. Lo udah baikan?" tanya Kenzie lalu duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang Audi.
"Iya, udah nggak apa-apa kok," jawab Audi tersenyum.
Sefan dan kedua orang tua Audi menitipkan Audi kepada Kenzie karena ingin pulang, mereka mengambil baju dan stok makanan. Kenzie mengangguk setuju, kini tinggal dirinya dan Audi saja yang ada dalam ruangan ini.
Kenzie ingin mengungkapkan sesuatu kepada Audi, tetapi dirinya masih bimbang antara mengungkapkan atau tidak. Audi menunggu momen Kenzie menyatakan perasaan padanya, ia melihat Kenzie sangat gugup.
"Gue boleh ngomong sesuatu?" tanya Kenzie dengan detak jantung yang berpacu lebih cepat dari biasanya.
"Apa?" jawab Audi deg-degan.
"Gue suka sama lo, apakah lo mau jadi pacar gue?" tanya Kenzie lalu memegang kedua tangan Audi, akhirnya kata-kata itu terucap juga. Kini dirinya bisa bernafas lega.
Audi mematung di tempat, tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Audi menatap Kenzie sekilas, lalu menganggukkan kepalanya. Kenzie tersenyum lebar dan memeluk Audi dengan erat, Audi membalas pelukan Kenzie dengan tersenyum.
"Makasih ya," ucap Kenzie.
Kenzie menunggu Audi di rumah sakit sampai larut malam, Audi memejamkan matanya dan terlelap tidur. Garis melengkung tercipta di bibir Kenzie, lalu Kenzie menutup pintu kamar Audi dan beranjak pergi.
Sefan bertemu Kenzie di lobby rumah sakit, ia ingin mengobrol sesuatu dengan Kenzie. Sefan menarik tangan Kenzie ke tempat duduk, dan memulai pembicaraan dengan Kenzie.
"Kenapa, bang?" tanya Kenzie dengan menatap Sefan.
"Gue titip Audi sama lo, ya? Dia suka banget sama lo, jangan sakitin dia. Kalau lo sakitin Audi, lo bakal habis di tangan gue," ucap Sefan lalu kepala Kenzie mengangguk pelan.
"Tenang aja bang, gue balik dulu ya. Tadi Audi udah tidur," pamit Kenzie dengan menepuk pundak Sefan.
Sefan hanya menatap punggung Kenzie yang mulai menjauh, ia berharap semoga Sefan benar-benar akan menjaga adiknya. Ia tidak ingin jika adiknya hanya dipermainkan oleh lelaki seperti Kenzie.
Sefan masuk ke dalam kamar Audi, ia tersenyum ketika melihat adik tersayangnya tertidur pulas. Sefan mengusap rambut hitam lebat milik Audi, "Gue sayang banget sama lo," ucap Sefan lalu berjalan menuju sofa dan merebahkan badannya.