Masih inget gue?manusia yang lahir secara otodidak tanpa bantuan suster maupun perawat. Umur gue udah kepala dua, dan saat ini gue kerja di salah satu BUMN di kota Probolinggo. Selain kerja sebagai pegawai BUMN, gue juga kerja sebagai penulis konten. Mungkin cukup perkenalan nya.
Kota Probolinggo, gue sama sekali gak berharap hadir di kota satu ini. Bahkan ketika gue dapat penempatan di Probolinggo, gue sama sekali gak merasakan kesenanangan, air mata gue menetes layaknya kopi yang diseduh dengan lahar panas.
"Sabar Kun, semua pasti ada hikmahnya."
Semua omongan penenang layaknya obat bius sunat. Ya, hanya bersifat sementara, sedangkan saat biusnya habis, tentu saja, rasa sakitnya akan kambuh kembali. Mungkin tidak sesakit saat sunat, tapi ya sakit juga.
"Ndak papa ya?" (HMR wilkayah Malang yang mencoba menenangkan gue.)
"Oh siap pak!"
Mulut gue hanya bisa menjawab siap dan iya.
Gue nggak siap ditempatkan ditempat yang cukup jauh dari rumah gue, Pacitan. Jarak tempuh yang memakan waktu 8 jam membuat gue benar-benar patah hati. Mungkin gue sedih karena gue harus ldr dengan pacar gue. Disamping itu gue sama sekali nggak punya temen di kota probolinggo.
'Selamat siang buk, mohon ijin saya Jati Kuncoro pegawai baru yang akan bertugas di KC Probolinggo.'
'Oh iya, selamat bergabung di laskar bayuangga, btw sudah dapat tempat kos?'
'siap sudah buk'
Sebelumnya orang tua gue sudah heboh perkara gue bakal tinggal dimana, dan karena gue orangnya sangat malas untuk bawa kendaraan, maka orang tua gue tanpa persetujuan gue udah booking salah satu tempat kos yang hanya berjarak 500 meter dari stasiun dan 250 meter dari kantor gue kerja.
Malam gue berangkat, pikiran gue udah nggak nentu, dalam hati gue tanya sama Tuhan.
"Rencana apalagi sih ini"
Perjalanan yang ditempuh selama 5 jam via kereta tidak cukup membuat gue mengantuk. Sepanjang perjalanan gue sedih, gue bingung harus ngapain. Ditambah gue harus memakai barang serba pink (arahan dari doi, katanya biar ilfil kalok ada yang godain). Mungkin kenyataannya gue yang bakal ilfil sendiri.
Sampai di probolinggo, gue nggak langsung ke kos, gue singgah di pasuruan buat ketemu orang tua angkat gue, namanya Bu Yuli, beliau ini yang nyariin kos buat gue. Gue istirahat disitu, mandi terus jam 06.00 gue berangkat ke kos gue.
Bener-bener ngerasa ditempat asing, ya, gue akhirnya merelakan diri gue buat jauh dari orang tue serta pacar. Awal datang ke kantor, gue ngerasa asing, bener-bener ngerasa di tempat unknown, bahkan gue nggak tau harus nyapa duluan atau nunggu disapa terlebih dahulu.
Di tempat kerja gue ketemu Asst SDM, namanya Bu Yolanda, bukan, bukan Yolanda Kangen Band. Ini adalah orang yang gue chat via WA diatas. Kemudian gue diperkenalkan dengan Mas Verdi, beliau ini adalah Asst Logistik.
Setelah perkenalan di Unit Umum, unit dimana gue nanti bakal bekerja, Mas Verdi ngajak gue untuk perkenalan dengan Pemimpin Cabang, Beliau adalah Bu Yanti. Konon kabarnya beliau ini adalah atasan yang cukup disegani, karena ketika beliau sedang unmood, bahkan nyamuk ataupun bakteri sekecil atom pun tidak berani mendekat.
Selesai perkenalan dengan pemimpin serta anggota unit gu, tiba saatnya gue dikenalin dengan para teller. Teller yang lo bakal temuin kalok lo dating ke bank dan mau transaksi. Ya dari sini gue dikenalin ke semua teller di cabang Gue.
Ada yang Namanya Selvi, dia ini amoy cina, ada Putri, gadis belia dengan segudang gebetan, ada yang namanya Lina, salah satu teller senior, dan ada yang namanya Fera, salah satu teller senior juga di kantor gue.
Hari-hari gue berjalan seperti biasa, layaknya pekerja bank. Bangun pagi, mandi, dandan dan berangkat. Di awal gue kerja, gue masih ngerasa canggung, hamper semua orang gue yakin pernah mengalaminya. Beberapa hal masih banyak yang gue belum paham. Sampai pada akhirnya gue udah ngerasa bisa beradaptasi.
Semua orang baik, termasuk para teller yang sering nggodain gue. Karena gue cakep ? enggak, karena gue yakin, satu-satunya orang yang bilang gue cakep Cuma nenek gue. Mungkin gue digodain karena gue lebih bodo amat orangnya. Ya, gue emang salah satu orang yang cuek hampir ke siapapun yang belum gue kenal akrab.
Penempatan di probolinggo memang bukan harapan gue. Karena ujungnya gue tahu bakal ada konflik dalam hubungan gue, dan ternyata dugaan gue benar. Seminggu mungkin harus 3 kali gue putus nyambung. Bahkan gue pernah pulang terus Kembali hanya karena gue takut diputusin. Temen-temen gue banyak yang bilang gue konyol. Tapi itulah cinta, lo ngerasa semua yang lo lakuin adalah normal, nyatanya enggak.
Doi emang ada di cerita-cerita gue sebeliumnya. Dan sekarang dia udah jadi mantan. Kadang scenario yang lo bikin gak sesuai dengan kenyataan yang ada. Karena pada dasarnya Tuhan lah sang sutradara terbaik sepanjang masa.
Doi memang juga udah kerja, namun semakin kesini tuntutannya semakin gak masuk akal. Dan ini yang ngebuat gue gak betah lama-lama kerja di Probolinggo.
"Pacar temenku aja gak kerja, bisa kasih jatah, masa kamu enggak mau kasih aku jatah?"
"Ya itu hubungan yang gak sehat namanya."
"Sini uang mu tak pegamngnya aja, kalok kamu gak mau, yaudah putus aja"
Ya, masalah gue hanya bergelut di problematika seperti itu. Gue hanya gak habus pikir, gue sama doi udah sama-sama kerja dan kita udah sepakat mau tunangan. Dan dia tiba-tiba ingkar sama omongannya sendiri.
Bahkan permasalahan dalam pekerjaan gue gak ada apa-apanya dibandingkan masalah hubungan asmara gue.
"Kenapa sih harus gini terus, kalok ada masalah ayo diselesaikan"
"Apasih...."
Dan setiap ada masalah yang pengen gue selesaikan dengan segera pasti berujung dengan pemblokiran nomor whatsapp. Bahkan terkadang gue mikir, pemblokiran jalan aja gak sesering doi ngeblokir whatsapp gue.
Puncak hubungan gue kandas adalah dimana gue udah gak mau berjuang (sendiri) lagi. Ya, setiap doi bilang putus ke gue, gue selalu merjuangin hubungan, sampai gue sendiri harus rela ngorbanin perasaan gue sendiri.
Gue yang selalu patah hati hebat memang juga patah hati waktu itu. Bukan karena sedih doi mutusin gue. Gue sedih karena selama ini gue sebagai laki-laki udah gagal. Keputusan yang gue ambil waktu itu bisa dibilang adalah keputusan gue yang paling berani.
Probolinggo, dengan gue dapat penempatan di Kota ini, memang di awal serba susah. Tapi kenyataannya ada sebuah rencana yang diselipin Tuhan buat gue. Tuhan tau hubungan gue udah mengarah ke hubungan yang enggak sehat. Tuhan juga tau, gue bukan laki-laki bodoh yang gampang diperdaya, Tuhan juga tau apa yang gue butuhkan.
Penempatan di Probolinggo memang menjadi momok. Jauh dari teman-teman, jauh dari keluarga, dan bertemu orang-orang baru. Namun pada akhirnya penempatan di Probolinggo mengajarkan gue banyak hal. Di tempat baru ini, gue diajarkan untuk tepat mengambil keputusan. Di tempat baru ini juga, gue bertemu banyak orang-orang baru yang nantinya akan jadi sekuel kisah baru gue. Dan ditempat baru, hubungan kandas gak papa, satu keyakinan, disini jodoh gue berada.
Cerita selanjutnya, gue yakin bakal lebih seru. Gue percaya, kandasnya hubungan gue sebelumnya memang rencana Tuhan. Gue yakin gue bukan orang terbaik buat mantan gue. Dan gue yakin jodoh Gue adalah pribadi yang berkelas di mata Tuhan.