"Sial, kemana gadis itu". Zaedan mengumpat kesal, sudah 20 menit ia duduk. Tapi sesorang yang ditunggu belum juga nampak batang hidungnya.
"Sabar bos, mungkin nona terjebak macet", Roby berusaha menenangkan bosnya. Ja juga sudah terbiasa dengan panggilan barunya untuk Aluna.
"Jika dia kabur bagaimana?, shit, mana aku lupa lagi meminta nomor handphonenya" Zaedan terus-terusan mengumpat. Baru kali ini rasanya kesal menunggu seseorang.
"Sabar bos, nona saya jamin tidak akan berani kabur. Sebaiknya bos tenang dulu. Lihat, perbannya berdarah lagi akibat bos yang sering menjambak rambut", Roby memperingatkan Zaedan untuk tenang.
"Assalamualaikum wr wb" sang gadis ternyata sudah berada di dekat mereka.
"Waalaikum salam" balas Roby sembari tersenyum. Lupa jika ia sempat membuat takut gadis di depannya.
"Hehh...lama sekali kau!" sinis Zaedan dengan mata memicing.
"Maaf tuan, tadi ojek online yang saya tumpangi mendadak aplikasinya eror sehingga lokasinya berubah" Aluna menjelaskan alasan keterlambatannya.
"Huhh.... untung kau calon istri ku, jika tidak habis kau. Kau tau aku orang yang tidak suka menunggu dan kau wanita pertama yang membuat aku menunggu" Zaedan sedang dalam mode kesal. Tapi ketiganya tidak menangkap ada kesan aneh dan sarat makna dari ucapan yang dilontarkan oleh Zaedan.
"Sekali lagi saya minta maaf yang sebesar-besarnya tuan. Insyaallah saya akan berusaha tidak mengulanginya lagi" Aluna berusaha tersenyum. Sabar menghadapi pria di depannya.
"Baiklah, aku tidak memiliki banyak waktu, silahkan duduk" titah Zaedan.
Mereka bertiga duduk dan Roby pun mengeluarkan MacBook miliknya.
"Hari ini kita akan membuat kesepakatan. Semacam kontak sebelum pernikahan, di sini kau bisa mengajukan apa saja yang tidak kau inginkan selama kita menjalani hidup bersama" jelas Zaedan.
Mendengar kalimat itu, ada perasaan lega dalam diri Aluna mengingat dia dapat melindungi diri melalui surat pra pernikahan tersebut.
"Silahkan ajukan permintaan mu biar Roby yang mengetik nya" Zaedan kembali berbicara.
"Eemm....bagaimana jika tuan saja dulu yang menyampaikan keinginan tuan. Saya merasa tidak enak jika saya yang mengawali" balas Aluna.
"Tidak, kau saja dulu. Dengan ketersediaan mu membantu ku terhindar dari teror yang tidak jelas ini saja sudah membuat ku senang. Jadi silahkan apa yang kau mau" balas Zaedan. Sedikit ada senyum di wajahnya, tapi segera ia alihkan.
"Baiklah, ada beberapa hal yang tidak saya inginkan terjadi selama kita bersama". Aluna berhenti sejenak, lalu melanjutkan ucapannya, "Saya ingin selama kita menikah tidak ada kontak fisik, pernikahan dilaksanakan sederhana saja dan jangan sampai menyebar apalagi di lingkungan kampus,
tidak mencampuri urusan satu sama lain. Terakhir, kehidupan kita tetap sama seperti sebelumnya" Aluna berbicara dengan mantap, ekspresi tenang terlihat jelas di wajah cantiknya itu.
"Kau yakin hanya itu?".
"Yah, saya rasa itu sudah cukup" balas Aluna tersenyum, ia melirik ke arah Roby yang tengah fokus dengan jari-jari panjangnya tampak lihai di atas keyboard.
"Hmm....sepertinya permintaan mu sudah melengkapi keinginan juga" balas Zaedan puas.
"Eh, satu lagi tuan. Jangan lupa kita akan menyudahi pernikahan ini setelah 2 tahun" tambah Aluna. 'Hampir saja lupa' pikirnya.
"Oh iya kau benar juga, Rob jangan lupa point terakhir" Zaedan mengetuk meja dengan jari telunjuk sembari menatap ke arah asisten pribadinya.
Mendengar itu semua, Roby hanya mengangguk tanda siap melaksanakan perintah. Setelah selesai dengan pekerjaannya, ia bangkit dari tempat duduk dan berjalan ke luar.
Melihat Roby meninggalkan ia dan Zaedan, Aluna membuka mulut seraya bertanya. "Loh, tuan itu mau ke mana?". Aluna menunjuk Roby yang sudah keluar namun masih dapat terlihat jelas, sebab dinding kafe terbuat dari kaca.
"Namanya Roby, dia asisten pribadi ku. Panggil saja asisten Roby, dia pergi untuk mencetak surat itu dan membeli materai" jelas Zaedan yang dibalas anggukan oleh Aluna.
'Ya Allah, apakah langkah yang hamba ambil ini benar?. Bodohnya, kenapa hamba tidak sholat istikharah dulu meminta petunjuk kepada Mu. berdosa kah hamba jika mempermainkan sebuah pernikahan padahal pernikahan merupakan penyempuna agama?. Ya Allah, berdosa kah hamba jika nanti setelah menjadi istri hamba tidak menjalankan tugas sebagai istri secara lahir dan batin?, hamba hanya ingin memberikan diri ini kepada orang yang hamba sayangi. Apakah itu salah ya Allah?, hamba bingung ya Allah, di lain sisi ada orang yang perlu hamba bahagiakann, dan kebahagiaan tersebut akan sirna jikalau hamba putus kuliah di tengah jalan' batin Aluna. Ada banyak pertanyaan muncul dalam benaknya, bercampur rasa takut dan bersalah.
"Hei, kenapa kau melamun?" Zaedan yang sedari tadi memainkan handphone sadar jika gadis di depannya ini sedang melamun.
"Eeh, tidak tuan" Aluna tersadar, ia berusaha tersenyum.
"Hmm....tuan. Jika nanti saya bertemu dengan keluarga tuan, apa yang harus saya katakan?" tanya Aluna. Ia baru kepikiran akan hal ini.
"Kalo itu nanti saja kita pikirkan, aku lagi sibuk" ucap Zaedan masih fokus melihat jurnal bisnis.
"Kau pesanlah makanan atau minuman selagi menunggu Roby kembali" titah Zaedan. Tapi tak mengalihkan pandangan sedikit pun.
"Eh, tidak usaha tuan. Saya lagi puasa".
"tmTerserah" balas Zaedan singkat. Konsisten tidak mengalihkan fokusnya.
"Eemm....tuan. Bisakah surat perjanjian itu tidak saya tanda tangani hari ini?" tanya Aluna. Entah mengapa rasa ragu kian menjalar di hatinya.
"Memangnya kenapa?" selidik Zaedan, alis tebal sebelah kanan terangkat.
"Saya hanya perlu memantapkan hati saya atas pilihan yang saya ambil. Saya mau sholat istikharah dulu, meminta petunjuk kepada Allah agar saya tidak salah langkah" jelas Aluna.
"Berapa lama?" Zaedan kembali bertanya. Kini smartphone dengan lambang buah apel tergigit itu sudah diletakkan di atas meja.
"Ya kurang lebih 10 hari lagi, baru surat itu saya tanda tangani" ucap Aluna santai.
"Apakah kau punya pilihan?". Kalimat ini seperti konfirmasi terkait Aluna yang tak diberi kesempatan memilih.
"Ya, apapun nanti keputusannya saya siap, mau dilaporkan ke polisi atau dicabut beasiswa saya jika saya tidak memilih menikah dengan anda. Saya hanya butuh kemantapan saja" balas Aluna. Kali ini ia berusaha tetap sabar dan pasrah.
"Ini bos suratnya, sudah saya tempel materi juga" Roby tiba-tiba datang.
"Berikan satu untuk nya, dia akan menanda tanganinya 10 hari kedepan". Suara Zaedan terdengar datar, padahal sebelumnya sempat menghangat.
"Mengapa harus seperti itu?" Roby sedikit heran.
"Saya hanya ingin memantap kan pilihan saya dengan sholat istikharah dulu tuan" balas Aluna dengan kepala sedikit tertunduk.
"Sudahlah Rob, biarkan dia" Zaedan mulai jengah.
"Baiklah, jika sudah saya akan bawa surat ini. Oh iya, jika saya menyetujui surat ini. Saya ingin tuan tidak menunggu saya atau mencari keberadaan saya, karena saya akan KKN selama 2 pekan, terimakasih assalamualaikum warahmatullahi wb". Setelah mengatakan hal tersebut. Aluna pun berlalu.
"Waalaikum salam" jawab Zaedan dan Roby bersamaan dengan kepala mengangguk.
"Bos, apa bos tidak tertarik dengannya?, sepertinya dia bukan golongan wanita yang bos takuti. Lagipula tidak semua wanita zaman sekarang seperti mantan-mantan bos, masih ada kok wanita baik dan polos seperti nona Aluna" ujar Roby sedikit menggoda.
"Hais...tau apa kau?, tidak ada bukti berarti sama dengan omong kosong" balas Zaedan, ucapannya dibarengi dengan ekspresi mengejek dan meremehkan.
"Kalo bos mau bukti nanti tunggu malam pertama, ckckckck" Roby terkekeh.
"Sudah, ayo kembali ke kantor" titah Zaedan meninggalkan Roby.
***
Author butuh support ini, caranya gampang
1. Jangan Lupa sedekah batu kuasa nya setiap hari
2. Kasih author gift
3. Komentar positif dan membangun
Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....