Chereads / Aluna's First Love Story / Chapter 17 - Ancaman

Chapter 17 - Ancaman

"Yah, menikah dengan ku. Kau tenang saja, aku hanya membutuhkan seorang wanita yang mau menjadi istri ku agar keluarga ku tidak terus-terusan mendesak ku" ucap Zaedan santai, dia percaya diri di depan gadis ini, beda sekali saat berhadapan dengan Tasya.

"Kitah hanya menikah saja tanpa melakukan apapun seperti layaknya hubungan suami istri. Kau masih bisa berkuliah dan melakukan aktivitas seperti biasa". Zaedan kembali menjelaskan saat menangkap raut wajah bingung milik Aluna.

"Maaf tuan, saya tidak mengerti omong kosong apa yang tuan katakan. Saya tidak mau mengikuti semua permainan tuan" tanpa diduga jawaban gadis dengan rambut hitam sepinggang ini tak sesuai ekspektasi Zaedan. Sedikit kepercayaan diri Zaedan mengendur.

kumpulan syaraf otak mulai bekerja secara cepat, mencari cara terbaik agar rencana yang diusung berhasil. Setelah beberapa menit terdiam sembari berpikir, Zaedan sedikit menaikkan sudut bibirnya. Dengan santai ia berkata "Baiklah jika itu pilihan mu, maka kita akan bertemu di meja hijau".

"Jadi tuan mengancam saya!, saya tidak takut. Lagipula saya tidak sengaja melakukan semuanya. Jika memang peristiwa ini harus sampai ke pengadilan saya siap, karena saya merasa tidak bersalah dan saya sangat yakin Tuhan akan menunjukkan kebenaran", ucap Aluna tegas, tanpa aba-aba ia membalik tubuh dan melangkah. Hendak keluar dari ruangan. Ada rasa geram tak tertahankan dalam dada.

"Baiklah, jika kau tidak takut berhadapan dengan ku di pengadilan. Tapi, apakah kau tidak takut mimpi mu akan hancur seketika" Zaedan tersenyum licik.

Perkataan itu sontak membuat Aluna membalikkan badan, padahal tangan mungil telah menyentuh gagang pintu. Sorot mata Aluna tajam sembari menahan geram ia berucap dengan suara datar. "Apa maksud anda tuan!".

"Rob, beritahu dia siapa aku, berikan dia kartu nama ku" titah Zaedan, ia sama sekali tidak takut dengan apa yang disajikan Aluna terhadap dirinya.

"Ini nona", Roby memberikan kartu nama Zaedan dan mengubah panggilannya.

"HAHHH...." seketika mata Aluna terbelalak, ekspresi muka berubah cepat.

"Hehhhh.." sinis Zaedan.

"Kau sudah tau kan siapa aku. Aku adalah pemilik perusahaan yang memberikan kau beasiswa dan universitas mu juga merupakan milik ku, kau bisa mengerti kan maksud ku?" Zaedan tersenyum penuh arti.

"Tolong tuan jangan pernah menggunakan kekuasaan mu untuk menindas orang kecil seperti saya" ucap Aluna melemah dia tau maksud dari ucapan Zaedan.

"Apa hak mu untuk menggurui ku, jika kau tidak mau bekerjasama dengan ku ya sudah. Lagipun aku hanya mengajak kau menikah dan pernikahan itu hanya sebatas status untuk meredakan teror keluarga ku terhadap diriku. Huhh..., lama-lama mereka bisa membuat kondisi psikis ku bermasalah" Zaedan memijit pelipis di bawah perban. Pusing dengan apa yang dihadapi beberapa waktu terakhir.

Roby dan Aluna terdiam.

"Kau hanya menikah dengan ku selama 2 tahun. Setelah itu, kau bisa pergi sesuai keinginan mu. Aku yakin seterusnya keluarga ku tidak lagi meneror ku mengenai pernikahan. Aku bisa menggunakan alasan kegagalan dalam pernikahan untuk tidak menikah lagi" Zaedan berusaha menyakinkan Aluna.

Ia menatap Aluna, sorot mata keduanya saling beradu. Zaedan kembali bersuara, "dan lagi kupastikan tidak ada yang tau mengenai pernikahan kita".

Aluna dan Roby masih setia dengan kebisuannya.

"Setelah menikah pun kau bisa tetap kuliah. Aku juga akan membantu biaya koas mu, jadi kau tak perlu mengajukan pendaftaran beasiswa Akbara's Scholarship lagi untuk masalah biaya koas" bujuk Zaedan, ia sedikit takut melihat Aluna yang diam. Takut gagal lagi.

"Atau kau memilih untuk membiayai sisa kuliah mu?" Zaedan bertanya sedikit mengancam, ia ingin menekan gadis di depan hingga rencananya berhasil.

"Huhh.... baiklah tuan, saya akan mencoba mengikuti permainan tuan. Saya permisi sholat Maghrib dulu", Aluna yang sedari awal syok karena tragedi di toko semakin tak karuan setelah berhadapan dan berbicara dengan Zaedan. Tanpa pikir panjang lagi, ia meng-iya-kan tawaran Zaedan. Ia hanya berupaya tetap tegar dan akan memikirkan cara terbaik kedepannya. Saat ini yang ia pikirkan bagaimana bisa melaksanakan ibadah Magrib dan pulang untuk membersihkan diri. Tentunya untuk mengembalikan pikiran agar tenang.

"Pulanglah, besok temui aku di cafe Mawar di Jl XXX jam 1 siang untuk membahas kontrak pernikahan" balas Zaedan. Senyum kemenangan tersaji di wajahnya.

Aluna pun berjalan gontai dan tidak bersemangat. Masih kaget, terlebih syok dengan sejumlah rentetan peristiwa yang menimpanya hari ini.

_ _ _ _ _

Cklek....,

"Assalamualaikum wr wb" ucap Aluna lesu, ia tampak tak bertenaga meski hanya untuk mendorong pintu. "Kok sepi?", Aluna menelusuri setiap sudut rumah dan ternyata tidak ada siapapun.

"Hmm mungkin masih ada kegiatan atau masih ada di ruko" monolog Aluna. Ia pun bergegas membersihkan diri untuk sholat Isya, waktu sholat Maghrib dikerjakan Aluna di mushola rumah sakit karena keterbatasan waktu.

**

Tut....tut...tut.

"Assalamualaikum wr wb, halo kak", Aluna yang sedang berkutat pada beberapa lembar tugas segera meraih smart phone dan menyapa orang di sana.

"Waalaikum salam wr wb. Halo Lun, kamu di mana?, kamu nggak papa kan?" seseorang du sebrang sana merasa cemas.

"Alhamdulillah baik kak. Maaf ya kak Nabila, Aluna tidak bisa menjaga toko sampai bisa ada orang jahat yang datang, hiks....hiks..hiks.. tangis Aluna pecah seketika. Ia merasa bersalah pada Nabila, terlebih kejadian di rumah sakit makin membuatnya sedih.

"Hmm..,mau gimana lagi Lun. Yang penting kamu selamat, coba kamu ceritakan apa yang terjadi. Kenapa kamu menyuruh Desi menutup toko terus kamu pergi?" tanya Nabila.

Aluna pun menceritakan detail kejadian yang menimpa ia dan Desi. Tapi, Aluna berbohong mengenai dia pergi. Aluna mengatakan bahwa alasan dia menyuruh Desi menutup toko supaya Desi bisa pulang dengan aman, sedangkan Aluna berdalih bahwa ia pergi mengejar penjahat namun kehilangan jejak.

"Hmm, Alhamdulillah kamu dan Desi selamat. Toko pun tidak mengalami kerugian yang besar", Nabila lega karena karyawannya tidak ada yang cidera fisik.

"Ya sudah, Aluna istirahat dulu ya kak Assalamualaikum warahmatullahi wb", Aluna ingin segera mengakhiri obrolan. Bukan dia tidak sopan atau bagaimana. Tapi, saat ini batinnya benar-benar terguncang, terlebih urusan dengan pemuda korban ke-tidaksengaja-an yang ia lakukan. Membuat Aluna kalut luar biasa.

"Baik, istirahatlah. Jangan terus kepikiran masalah di toko tadi, kakak nggak mau kamu sakit, oke. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wb" Nabila langsung menutup obrolan. Ia sedikit tau bagaimana perasaan Aluna, mungkin saat ini gadis itu butuh waktu menenangkan diri.

_ _ _ _ _

"Lun, lho kenapa?" tanya Zeze.

"Hahh, ti..tiidaak, nggak kenapa-kenapa kok" balas Aluna tersenyum. Tapi Zeze paham senyum itu senyum pahit milik Aluna kala ia berusaha menutupi sesuatu.

"Jangan bohong deh, muka lemes gitu kok. Kenapa sih, bukannya seneng juga IPK 3.89 eh malah murung dari tadi. Gue aja IPK 3.25 seneng rasanya" Zeze berbicara dengan kesal, Aluna orang yang agak sulit berbagi ketika ia terkena masalah.

"Bukan gitu, cuma ada masalah kecil doang kok" Aluna berusaha menyakinkan Zeze bahwa ia baik-baik saja.

"Terserah deh, dipaksa juga lho nggak bakalan cerita. Gue harap lho nggak ada masalah serius, kalaupun ada jangan sungkan berbagi dengan gue.Ingat, kita ini bukan sebulan dua bulan deket dan kalo sampe ada masalah serius terus lho nggak ngasih tau, gueau ngambek" balas Zeze. Wajah kesalnya bertambah dengan bibir manyun, maju beberapa centi.

Ucapan Zeze hanya dibalas dengan anggukan dan senyuman.

"Lun, berarti semester 7 lho tinggal 1 matkul aja kan?. Terus lho KKN di mana?, sayang banget kita nggak sekelompok. Bahkan Riko pun beda kelompok" ucap Zeze lesu.

"Udah ah, nggak usah kebanyakan ngeluh jalanin aja. Iya, semester 7 aku tinggal 1 matkul dan semester 7 juga aku udah mulai skripsi" Aluna mulai bersemangat dan melupakan sejenak beban yang menghimpit dadanya.

Mereka kembali berbicara santai seperti biasa. Meski Zeze masih penasaran dengan Aluna sebab agak aneh sedari tadi. Tapi ia berusaha untuk memberi Aluna waktu sampai dia mau bercerita.

"Oh iya Lun, kamu 2 minggu lagi udah nggak kerja sama kak Nabila ya?".

"Iya nih, mau fokus ke Geulis Tartlet dan persiapan skripsi".

"Lun, kamu trauma dengan kejadian di toko kue" ada nada khawatir dari suara Zeze. Bahkan gadis cantik dengan tinggi 170 cm ini sempat berpikir jika Aluna terus melamun karena syok dengan kejadian yang dialami sebelumnya.

Memang setelah Aluna menceritakan semuanya ke Nabila, Nabila pun menceritakannya pada Zeze. Aluna belum sempat untuk bercerita dengan sahabatnya yang satu ini, tapi Zeze malah keburu tau.

"Nggak kok, Alhamdulillah" balas Aluna tersenyum.

"Alhamdulillah" dibalas Zeze tersenyum juga.

"Ze, aku pergi dulu ya ada urusan. Assalamualaikum warahmatullahi wb" Aluna bergegas pergi, teringat bahwa ia ada janji dengan seseorang.

"Waalaikum salam, hati-hati Lun" balas Zeze, berpikir jika Aluna ingin pergi ke ruko.

***

Author butuh support ini, caranya gampang

1. Jangan Lupa sedekah batu kuasa nya setiap hari

2. Kasih author gift

3. Komentar positif dan membangun

Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....