Chereads / Aluna's First Love Story / Chapter 14 - Tentang Harga Diri

Chapter 14 - Tentang Harga Diri

"Dengar ya tuan Fadhil Zaedan Akbara yang terhormat, awalnya saya memang mengagumi Anda dengan segala kelebihan yang Anda miliki. Tapi mendengar tawaran gila yang Anda ajukan, membuat saya muak melihat Anda sekaligus merubah persepsi saya mengenai Anda", Tasya memicingkan mata, tatapan tajam tak lekang dari pandangannya.

"Eem....eem kau tenang dulu", Zaedan kembali dilanda rasa gugup. Ia sangat yakin wanita di depannya bisa saja sewaktu-waktu menerkam tubuhnya.

"Anda bilang tenang!", hah..hah..hah.., nafas Tasya naik turun. Matanya kembali menatap. Menghunus tajam sang lawan bicara. Suara melengking milik Tasya terdengar untuk kesekian kalinya. "Anda yang tiba-tiba ingin bertemu dan berbicara omong kosong!. Lalu, Anda menyuruh saya untuk tenang!".

"Anda memberikan tawaran yang tidak masuk akal. Anda tau tuan, secara tidak langsung hal tersebut merendahkan harga diri saya. Ingat, saya tidak butuh apapun dari Anda termasuk uang Anda. Saya masih mampu untuk mengembangkan usaha butik ini tanpa campurkan tangan siapapun. camkan itu!. Emosi Tasya tak tertahankan, seperti api di lahan kering. Kian menjalar.

Roby hanya diam mematung..., sindrom manekin kambuh lagi.

"Dengar ini Tuan Fadhil Zaedan Akbara, pernikahan bukan suatu permainan yang bisa dibicarakan melalui obrolan berisi omong kosong atau bualan belaka. Seenaknya saja Anda tiba-tiba datang dan langsung mengajak saya berhubungan. Bahkan berbicara tentang pernikahan. Lebih tidak masuk akal lagi, Anda berbicara seperti merencanakan sebuah liburan". Sejatinya Tasya sudah berusaha sabar menghadapi sikap Zaedan saat pertemuan mereka di kantor Akbara's Group. Tapi tidak untuk kali ini, bahkan kekesalan dipertemuan sebelumnya ingin Tasya semburkan hari ini juga pada pemilik mata hazel.

"Tunggu dulu...,TIDAK", ucapan Zaedan terputus dengan bentakan Tasya.

"Jangan memotong penjelasan saya". Dengan muka memerah dan mata melotot. Tasya berdiri dan berkacak pinggang. Mulutnya kembali terbuka dan ia berkata, "Bahkan liburan saja perlu perencanaan dan persiapan jauh-jauh hari".

"Sekali dengarkan ini tuan Zaedan. Saya memang disuruh kakek Anda untuk mencoba menjalin hubungan dengan cucunya. Yah, awalnya saya juga tertarik karena selain tampan, mapan, dan pintar. Anda juga cukup dewasa menurut sudut pandang pribadi saya. Tapi heh....", kembali mata dengan buluk lentik di pelupuk memicing, menatap rendah objek di depan. "Persepsi saya salah besar terhadap Anda. Saya mau menikah dengan orang yang saya cintai. Tentunya harus ada persiapan yang matang. Satu lagi, bagi saya pernikahan bukan bentuk dari kerjasama saling menguntungkan. Jadi, tak perlu surat perjanjian seperti surat kontrak. Yang benar saja ada orang mau melakukan hal gila tersebut. Tiap-tiap ucapan yang keluar dari bibir seksi Tasya terdengar tajam dan menyindir.

"Huh... Jadi maaf, jika tujuan Anda kesini untuk menjadikan saya korban supaya Anda tidak didesak keluarga Anda perihal pernikahan. Saya rasa Anda salah sasaran. Maaf, saya bukan mangsa yang tepat", ucapan Tasya membuat pupil mata Roby melebar. Sedangkan pria satunya kembali tersulut emosi.

"Tutup mulut mu. Aku sudah berusaha sabar dengan tingkah laku mu sejak tadi. Karena kau menolak, maka siap-siap saja butik ini hancur esok hari", Zaedan ikut berdiri, aura mengancam terdengar jelas di telinga Tasya.

Namun wanita ini tak sedikitpun gusar. Dengan santai ia bersuara. "Anda mengancam saya?. Anda kira saya takut?. Hehe..", terdengar sedikit tawa mengejek. "Dengar baik-baik, saya sama sekali tidak takut dengan ancaman Anda. Lakukan saja, maka saya akan laporkan pada tuan Yudistira". Tidak mau kalah, Tasya balik mengancam.

Roby semakin bingung dengan situasi yang tengah ia hadapi. Ia tak menyangka, di balik perangai Tasya yang terkesan anggun. Gadis ini bisa berubah juga, mirip singa betina yang baru melahirkan. Garang.

'Sialan, bisa-bisanya dia malah balik mengancam ku. Bagaimana dia tau jika aku masih belum berani melawan lelaki tua itu?' batin Zaedan.

"Mau apalagi. Pergi sekarang juga!, atau saya laporkan kepada Tuan Yudistira kalau Anda telah melecehkan dan merendahkan harga diri saya!". Tasya tak peduli suaranya akan terdengar ke arah luar atau tidak. Ia hanya ingin pria di hadapannya pergi, terlalu muak melihat wajah pria aneh itu.

Seketika Roby menarik tangan bosnya dan pergi keluar karena tidak mau masalah semakin berlarut. Setelah berusaha menarik si bos, akhirnya mereka sampai di dalam mobil.

"Mengapa kau menarik ku begitu Rob?", tanya Zaedan yang masih merasa gemuruh di dadanya.

"Hm.... jika saya membiarkan bos berada di ruangan tersebut lebih lama, saya yakin tuan besar akan datang ke sini dan memarahi bos di depan nona Tasya. Itu akan membuat harga diri dan reputasi bos hancur. Bagaimana bisa seorang presdir dimarahi oleh kakeknya seperti seorang kakek memarahi anak usia 5 tahun", ucapan Roby sedikit mengandung nada cibiran. Untung saja tidak tertangkap langsung oleh si pendengar.

"Lagipula jangankan nona Tasya. Saya aja kaget mendengar bos tanpa basa-basi langsung mengajak berhubungan, bahkan menikah. Bisa-bisanya bos berbicara seperti itu tanpa beban", Roby mencoba menyadarkan bos yang ia anggap sudah gila.

"Kenapa kau membelanya dan malah menyudutkan aku?", yang di belakang melontarkan pertanyaan dengan tatapan tajam. Tidak hanya mata, gigipun ikut ber-geretak. Tampak menahan geram.

"Bukan begitu bos, tapi apa yang dikatakan oleh nona Tasya memang benar. Bos seakan-akan mempermainkan dia dengan memberikan iming-iming akan membesarkan usaha butiknya". Roby kembali berbicara, memberikan pengertian semampu yang ia bisa.

"Aku tidak memberikan iming-iming, aku serius", Zaedan membela diri. Tak terima tersudutkan.

"Serius atau tidak, ucapan bos itu sudah sangat jelas merendahkan harga diri seorang wanita. Apalagi wanita seperti nona Tasya yang berpendidikan. Tanpa uangnya bos, dia pasti bisa membesarkan usahanya. Saya lagi-lagi tidak habis pikir, bagaimana bisa bos tanpa beban dan basa-basi mengajak seseorang yang baru dikenal untuk menikah. Seperti mengajak pacar yang sudah dipacari bertahun-tahun", Dengan hati-hati, Roby kembali berbicara. Berharap pemikiran si bos terbuka, mungkin saja saat ini lagi tutup. Makanya bisa bersikap konyol seperti beberapa waktu lalu.

"Bahkan ni ya bos. Pacar yang sudah berhubungan dengan kita bertahun-tahun pun akan syok jika kekasihnya datang tiba-tiba dan mengawali percakapan seperti yang bos ucapkan tadi di depan nona Tasya", Roby semakin gentar mengingatkan Zaedan. Terlebih melihat pria dengan setelan biru muda terdiam dengan pandangan nanar.

"Lalu aku harus bagaimana mana?, aku akui apa yang aku lakukan tadi memang keliru", dengan malu-malu Zaedan mengakui kekonyolan-nya. Ia berbicara sambil memijit kedua pelipisnya. "Aku hanya frustasi dengan keadaan ku sekarang. Selalu diteror oleh kakek dan mama. Terlebih aku sangat sibuk mengurusi perusahaan, dan sekali lagi aku belum mau menikah. Awalnya aku kira Tasya mau diajak bekerja sama".

"Apakah bos tidak pernah memiliki kekasih?", tanya Roby ingin tau alasan bosnya selalu menghindar jika bicara soal pernikahan.

"Mengapa kau sangat ingin tau", selidik Zaedan.

"Aah.., Tidak, saya hanya bertanya saja. Melihat tingkah bos yang bersikap seperti itu kepada nona Tasya, terlihat jelas bos seperti belum pernah berhubung dengan wanita", ucap Roby yang sebenarnya menyindir.

"Haiss...kau sok tau. Kau lupa mama ku pernah bilang jika aku pernah memiliki kekasih", Zaedan mengingatkan.

"Oh, iya saya lupa. Lalu mengapa bos salah langkah tadi?", tanya Roby penasaran.

"Aku sudah bilang kalo aku dalam kondisi dan pikiran yang kurang baik. Makanya tanpa sengaja melakukan hal konyol seperti tadi. Sebelumnya aku hanya terpikir bagaimana mencari cara tercepat untuk membungkam mulut kakek dan mama", kilah Zaedan. Wajah letih memang tampak jelas di mukanya.

"Apakah alasan bos menghindari wanita ada kaitannya dengan mantan kekasih bos?, tanya Roby menyelisik.

"Kau benar-benar ingin tau?", dua alis tebal Zaedan terangkat.

"Yah, siapa tau saya bisa membantu".

"Baiklah. Tapi kita pulang dulu, jangan beritahu peristiwa tadi kepada kakek maupun ibu. Satu lagi, sampaikan permintaan maaf ku kepada Tasya dan minta dia untuk tidak melaporkan masalah tadi kepada kakek", titah Zaedan. Aura dingin, datar, dan dominan miliknya muncul kembali.

"Siap, laksanakan".

"Hm..., sebaiknya kau nyalakan mobil terlebih dahulu dan kita pulang ke apartemen, besok aku akan ceritakan kepada mu". ucap Zaedan sembari menyandarkan tubuh di kursi. Energi yang ia miliki banyak terkuras usai perdebatannya bersama Tasya.

Tanpa berkata apapun, Roby langsung melajukan mobil menuju rumah kedua tuan muda.

**

SEBENARNYA APA SIH MASALAHNYA ZAEDAN?? APA BENER DIA PHOBIA WANITA? ATAU ADA ALASAN LAIN??

***

Author butuh support ini, caranya gampang

1. Jangan Lupa sedekah batu kuasa nya setiap hari

2. Kasih author gift

3. Komentar positif dan membangun

Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....